Tak terasa kita sudah memasuki minggu terakhir dibulan ramadan, semoga kekhusyukan puasa yang bertambah karena adanya pandemi meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita dibulan ini. Mungkin sebagian dari kita masih dalam tingkatan bersuka cita menyambut selesainya hari-hari diwajibkan puasa, belum sampai pada tingkatan orang-orang yang mendapatkan tingkatan mulia karena bersedih segera ditinggalkan oleh bulan yang sangat mulia. Namun, ditingkatan apapun, tak akan pernah mengurangi kesempatan bagi kita untuk meningkatkan kedudukan diri.

Setelah bulan ramadan usai, banyak pelajaran lain yang bisa kita petik selain manajemen waktu (mengubah waktu makan dan waktu tidur), yaitu sisi sosial dan sisi spiritual. Yang paling mendasar, secara sosial kita bisa ikut merasakan, meskipun hanya beberapa hari, bagaimana rasanya menahan lapar dan haus. Kita bisa sejenak merasakan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang menahan lapar dan haus disetiap harinya. Kita diajarkan untuk menumbuhkan jiwa sosial dengan merasakan, dan akhirnya menumbuhkan kesadaran. Kesadaran berbagi dan peduli.

Dan juga, dari sisi spiritualnya kita bisa belajar bagaimana menahan nafsu. Meskipun punya banyak stok makanan dan minuman, namun kita menahan diri untuk tidak makan dan minum demi wujud ketaatan kita pada Allah yang memerintahkan puasa. Dan juga, pengendalian nafsu ini adalah sebagai wujud pengasahan jiwa. Banyak ajaran yang menerangkan bahwa segala hal perlu diasah, termasuk jiwa. Dan cara mengasah jiwa yang paling populer adalah dengan tirakat.

Banyak cara dan rupa dari tirakat, ada yang puasa, meninggalkan makan dan minum. Ada juga yang berbentuk meninggalkan bicara, meninggalkan tidur, bahkan ada yang ekstrim dengan mengubur diri. Diibaratkan jalan, tirakat adalah penyempurna dari usaha tubuh kita yang berjalan di jalur zahir. Tirakat adalah usaha batin yang harus kita usahakan demi penggenapan kesungguhan.

Baca Juga:  Berwirasusaha dalam Khidmah

Bulan ramadan adalah salah satu tirakat yang banyak dilakukan karena memang telah disyariatkan, meskipun setiap individu pasti akan mendapatkan hasil dan pengalaman yang berbeda-beda, namun tetap saja kita semua bisa merasakan pengalaman melakukan tirakat. Dan setelah bulan tirakat ini usai, akankah kita juga selesai menirakati diri?

Banyak contoh tirakat lain yang biasa dilakukan oleh santri, diantaranya adalah:

A. Gundul setiap rabu, selama 41 rabu secara berturut-turut.

Tirakat ini masih banyak saya temui dilakukan oleh santri kwagean, maka tak heran bila setiap hari rabu akan banyak kepala plontos kinclong yang menyilaukan mata muncul. Mereka biasanya saling menggunduli kepala sesama pelaku tirakat gundul ini. Diterangkan, bahwa siapa yang mau melakukan tirakat gundul (menggunduli kepala) selama 41 rabu berturut-turut, maka akan dijadikan ahli fikih. Biidznillah.

B. Puasa ngerowot, yaitu tidak makan makanan yang terbuat dari beras (makanan pokok).

Ini salah satu tirakat yang paling populer didalam dunia pesantren, biasanya dengan diawali puasa tarku dzir ruh (meninggalkan makanan, atau bahan makanan yang terbuat dari sesuatu yang bernyawa/hewan) selama 7 hari. Dan setelah puasa tujuh hari, dilanjutkan tarku dzir ruh tanpa puasa hingga 41 hari. Bagi yang menjalani tirakat ngerowot ini, Setiap hari harus membaca doa khusus setelah solat. Selama menjalani tirakat ngerowot ini, bisa dibarengi dengan puasa ataupun tidak. Dan tidak ditentukan waktu sampai kapan dia menjalani tirakat. Ada santri yang menjalani tirakat ini bulanan, tahunan, bahkan ada yang sudah puluhan tahun menjalaninya.

Diterangkan dalam kitab sullamul futuhat juz 7, halaman 1, tirakat ini bermanfaat untuk membuka cahaya hati, melancarkan lisan, dan memperindah jasad.

C. Puasa mutih, yaitu tirakat selama tujuh hari hanya makan nasi dan minum air putih saja. Pada hari terakhir tidak berbuka saat magrib, tetapi tetap terjaga mulai magrib hingga subuh, dan berbuka saat subuhnya. Setelah selesai tujuh hari, bisa lanjut puasa hingga 41 hari. Bila mau dan mampu.

Baca Juga:  Urgensi Pembelajaran Daring di Era Pandemi Covid-19

D. Puasa daud, yaitu sehari puasa sehari tidak. Puasa ini biasanya dilakukan sepanjang tahun.

E. Puasa ndalail, yaitu puasa tahunan yang dibarengi dengan istikamah membaca shalawat yang ada didalam kitab dalailul khoirot.

F. Puasa mbisu, yaitu sengaja membisukan diri. Tidak mengucapkan kata-kata meksipun sebenarnya dia normal. Biasanya dilakukan dalam hitungan tahunan.

G. Nahun tidak pulang kerumah. Selain puasa diatas, ada juga jenis tirakat lain yaitu dengan cara menahan diri untuk tidak pulang kerumah asal. Atau biasa disebut puasa nahun. Dilakukan oleh santri dengan cara tidak pulang kerumahnya minimal selama tiga tahun. Tirakat ini bertingkat-tingkat kelasnya. Ada yang hanya pokok tidak menginjakkan kaki didalam rumahnya, ada yang tidak boleh masuk desa tempat tinggalnya, ada juga yang bahkan tidak melewati batas pondok.

Ini hanya beberapa amalan tirakat yang populer di pesantren salaf, masih banyak tirakat lain yang belum saya sebutkan. Dihampir semua tirakat ini bermanfaat untuk menjernihkan hati, mempertajam fikiran, ataupun meningkatkan kebersihan jiwa.

Sebenarnya tirakat sendiri tak harus seperti diatas, ada banyak tirakat lain yang bisa dilakukan. Seperti istikamah berjamaah, ataupun istikamah belajar, adalah contoh tirakat yang tak kalah utama. Bahkan di beberapa pesantren lain, hanya dua tirakat ini yang diizinkan bagi santri yang masih dalam tingkatan tarbiyah (tingkatan masih sekolah di madrasah).

Silahkan memilih tirakat mana yang akan anda pilih untuk melanjutkan tirakat puasa ramadan yang akan usai ini.

Semoga kita mampu mendapatkan banyak buah baik dari puasa ramadan tahun ini, dan diketemukan dengan ramadan tahun depan, dan depannya depan lagi. [HW]

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini