Mengintip Mahar Istri-Istri Nabi Muhammad

Banyak orang yang mengatakan bahwa poligami adalah ‘sunnah Rasul’. Hal itu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi dalam pandangan penulis, argumentasi tersebut merupakan potret sebelah dengan melihat sisi kuantitas istrinya saja, bukan kualitas mahar yang diberikan atau ke-janda-annya. Seyogyanya, jika orang ingin ‘meniru’ Nabi, maka ‘tirulah’ secara menyeluruh. Salah satunya meniru tentang besarnya mahar yang diberikan oleh Nabi kepada para istri dan status ke-janda-annya, bukan ambisi untuk memperbanyak istri dengan dalih ‘sunnah Rasul’. Padahal para umat Nabi yang ingin poligami, mereka memilih wanita yang masih gadis, dengan pemberian mahar yang tidak seberapa. Jika demikian, dimana letak meniru Nabi? Tulisan singkat ini akan mengulas dua persoalan tersebut yang ‘tidak ditiru’ oleh umat Nabi tetapi mengaku ‘ingin meniru Nabi’.

Pertama, Khadijah bint Khuwailid, ia adalah janda berumur  40 tahun. Sedangkan Nabi masih perjaka umur 25 tahun. Mahar yang diberikan Nabi kedapanya adalah 20 ekor unta. Kedua, Saudah bint Zum’ah, ia adalah janda 60 tahun. Sedangkan Nabi berusia 53 tahun. Mahar yang diberikan kepada Saudah adalah 400 dirham. Ketiga, ‘Aisyah bint Abi Bakr. Ia adalah satu-satunya istri Nabi yang masih gadis dengan usia 9 tahun. Sedangkan Nabi  berumur 52 tahun. Mahar  yang diberikan Nabi kepadanya sebesar 400 dirham. Keempat, Hafsah bint Umar bin Khattab. Ia adalah janda berumur 35 tahun. Sedangkan  Nabi berumur 61 tahun. Mahar yang diberikan kepadanya sebesar 400 dirham.

Kelima, Zainab bint Khuzaimah. Ia adalah janda 2 kali dan mahar yang diberikan oleh Nabi kepadanya adalah 400 dirham. Keenam, Hindun bint Abi Umayyah (Ummu Salamah). Ia adalah janda 4 anak dengan pemberian mahar 2 buah batu penggiling, 1 kendi air, 1 bantal kulit, 1 kasur yang isinya serabut, sehelai kain dan anak panah. Ketujuh, Zainab bint Jahs. Ia adalah janda berumur 35 tahun. Sedangkan Nabi berumur 56 tahun, mahar yang diberikan Nabi kepadanya sebesar  400 dirham.

Baca Juga:  Membina Rumah Tangga Bahagia

Kedelapan, Ramlah bint Abi Sufyan (Ummu Habibah) seorang janda berumur 37 tahun. Sedangkan Nabi berumur 57 tahun. Mahar yang diberikan oleh Nabi kepadanya adalah 400 dinar. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, vol. 9, 284). Sedangkan keterangan lain menyatakan 4.000 dirham (Sunan Abi Dawud nomor hadis 2110). Kesembilan, Juwairiyah bint Harith. Ia adalah janda berumur 20 tahun dan diberi mahar 400 dirham (Muhammad Husein Haekal, 387). Kesepuluh, Safiyah bint Huyyai. Ia adalah janda berumur 17 tahun. Kesebelas, Maimunah bint Harith. Ia adalah janda berumur 26 tahun, dengan pemberian mahar 400 dirham.

Dari besaran nominal mahar di atas, rata-rata Nabi memberikan mahar kepada istrinya sebesar 400 dirham. Satu dirham setara dengan 3,11 gram perak murni dengan nilai 16.665 Rupiah/gram tertanggal 25 Juli 2020 versi Indogold. Jadi jika dikalikan, mahar Nabi adalah 16.665 x 3,11 x 400 = 20.731.269 (dua puluh juta tujuh ratus tiga puluh satu ribu dua ratus enam puluh sembilan rupiah). Sedangkan mahar untuk Khadijah adalah 20 ekor unta. Jika satu ekor unta seharga 15 juta rupiah, maka perkaliannya adalah 15.000.000 x 20 = 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

Uang mahar untuk Ummu Habibah adalah yang paling besar diantara yang lain, yaitu 400 dinar atau menurut riwayat lain adalah 4.000 dirham. Jika maharnya 4.000 dirham, nominal yang diperoleh adalah 4.000 x 3,11 x Rp. 16.665 = 207.312.600 (dua ratus tujuh juta tiga ratus dua belas ribu enam ratus rupiah). Sedangkan jika yang benar adalah keterangan dari kitab al-Hawi al-Kabir,  yaitu 400 dinar, maka perhitungannya adalah mencari konversinya ke dalam emas, yaitu satu dinar adalah 4,25 gram. Harga satu gram emas versi Indogold tertanggal 25 Juli 2020 adalah 915.164 x 4,25 x 400 = 1.555.778.800 (satu milyar lima ratus lima puluh lima juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu delapan ratus rupiah).

Baca Juga:  Sikap Tokoh Agama Soal Pernikahan Anak di Masa Pandemi

Sungguh nominal yang tidak sedikit untuk sekelas ‘uang mahar’ bagi orang Jawa. Sebab, orang Jawa menjadikan ‘mahar’ sebagai ‘uang sisa’ setelah diperkirakan biaya resepsi dan sebagainya tercukupi. Padahal, jika orang mau ‘bercermin kepada Nabi’ dalam masalah poligami, tentu harus secara total dengan melihat nominal mahar dan status janda-nya. Persoalan tersebut sebagai solusi ekonomi anak-anak yatim dan para janda agar mereka bisa hidup sejahtera. [HW]

Abdur Rohman
Dosen Pascasarjana IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Praktisi Hypno Forensic ISH (International Scientific Hypnotherapy)

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Tulisan ini bagus, namun penulis hanya memotret dr sisi kuantitas mahar dan kejandaanya saja.

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini