Pada suatu hari, Rasulullah SAW berkumpul bersama sahabat dan memberi pendidikan praktis kepada mereka: “Aku ingin menceritakan suatu kisah tentang rezeki kepada kalian. Kisah ini diceritakan malaikat Jibril kepadaku.”
Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda: Suatu ketika, Nabi Sulaiman mendirikan shalat di tepi sungai. Setelah shalat, Nabi Sulaiman melihat seekor semut sedang berjalan di atas air sambil membawa daun hijau. Nabi Sulaiman yang mengerti bahasa binatang, mendengar semut memanggil-manggil sang katak.
Tak lama kemudian, muncullah seekor katak. Lalu katak itu langsung saja menggendong katak semut dan masuk ke dalam air menuju seberang sungai. Ada apa di seberang sungai? Semut itu menceritakan kepada Nabi Sulaiman bahwa di berdiam seekor ulat. Sehari dua kali aku diantar dua malaikat ke seberang sungai untuk memberi makan ulat itu.
“Siapakah malaikat itu, wahai semut?” Tanya Nabi Sulaiman kepada semut dengan penuh selidik. “Si katak itu sendiri.” Jawab semut itu. Malaikat menjelmakan dirinya menjadi katak yang kemudian mengantar aku menuju seberang sungai. Setiap selesai menerima kiriman daun hijau dan memakannya ulat tidak lupa memanjatkan syukur kepada Allah SWT, ‘Mahabesar Allah yang menakdirkan aku hidup di tempat ini.
Pada akhir cerita Rasul menegaskan; “Jika ulat saja yang hidupnya seperti itu Allah masih tetap memberinya makanan, apakah Allah tega menelantarkan umat Nabi Muhammad tanpa rezeki dan rahmat-Nya?”.
Saudaraku, tak ada setetes air pun yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin Allah. Apa saja yang menjadi rezeki kita pasti tidak akan luput walau di dasar laut paling dalam.
Wakil Rais Pengurus Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Agoes Ali Masyhuri atau biasa disapa Gus Ali, menguraikan mengenal sang maha pemberi rezeki. Hal itu disampaikan saat mengisi kajian rutinan di masjid Birrul Walidain atau di masjid pondok pesantren Bumi Shalawat, Senin (25/03/2019).
Allah sebagai Ar-Razzaq, tutur Imam Ghazali, bermakna Allah menciptakan sarana-sarana rezeki. Di maknai pula bahwa Allah yang memberikan sarana terhadap seluruh makhluk-Nya serta menciptakan bagi mereka jalan-jalan untuk menikmati rezeki tersebut.
Imam Ghazali membagi rezeki ke dalam dua bagian. Pertama, rezeki lahiriah, berupa makanan atau semua pemeliharaan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kedua, rezeki batiniah, berupa hal-hal yang diketahui dan hal-hal yang di wahyukan. Rezeki jenis kedua ini diperuntukkan bagi jiwa manusia. Rezeki pertama berbuah kekuatan fisik dan kehidupan dunia, sedangkan rezeki kedua berbuah keimanan, ketenangan jiwa, serta kehidupan kekal di surga.
Rezeki lahiriah diberikan Allah kepada seluruh makhluk, sedang rezeki batiniah hanya diberikan kepada manusia pilihan yang taat kepada-Nya. Allah telah menjalin rezeki lahiriah setiap makhluk sesuai kebutuhan masing-masing. Tidak ada satu pun makhluk yang diciptakan-Nya tanpa ada jatah rezekinya. Semua nya sudah disediakan, makhluk hanya tinggal menjemputnya saja. (QS. Hud: 6).
Ada banyak penyebab penghambat jalannya rezeki. Boleh jadi cara mencarinya yang kurang professional atau ada kondisi yang menyebabkan Allah “menahan” rezeki yang bersangkutan. Inilah yang menarik. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya? .
Allah adalah Zat Pembagi rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke dalam mulut kita kecuali atas izin-Nya. Oleh karena itu, jika Allah sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima perkara yang menghalangi aliran rezeki.
Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah. Kita berusaha, tetapi usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal, Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah, keburukan pula yang akan seorang hamba terima (QS. Ath-Thalaq: 3).
Kedua, dosa dan kemaksiatan. Dosa adalah penghalang datang nya rezeki. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya, seseorang terjauh dari rezeki disebabkan olej perbuatan dosanya.” (HR. Ahmad). Ada penutup, pasti ada pembuka. Apabila dosa adalah penutup aliran rezeki, tobat akan membukanya.
Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah cara mencari dan menjalaninya sudah benar? Tanyakan selalu hal ini. Mungkin saja kita mendapatkan uang banyak, akan tetapi keberkahan uang tersebut telah hilang. Ciri rezeki yang tidak berkah adalah mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan sulit dipakai untuk kepada Allah, dan menimbulkan penyakit. Jika kita melakukannya, segera bertobat dan kembalikan kepada yang berhak menerima nya.
Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah. bertanyalah, apakah aktivitas kita selama ini membuat hubungan manusia dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa shalat (atau minimal jadi terlambat), lupa membaca Al-Qur’an dan lupa mendidik keluarga, adalah sinyal yang menandakan pekerjaan kita tidak berkah.
Kelima, enggan bersedekah. Siapa pun yang bakhil atau pelit dan suka menahan hartanya niscaya hidupnya akan sempit dan aliran rezekinya tersumbat. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala’, penyubur kebaikan, serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir yang tiap-tiap bulir itu terjuai seratus biji. []