Pelayanan, atau dalam bahasa pesantren dikenal dengan istilah khidmah, adalah satu faktor yang dulu sering ditekankan oleh guru-guru saya sebagai kunci kebarokahan ilmu. Yang mana kebarokahan ilmu ini akan berdampak pada kebarokahan hidup.
Apabila semuanya barokah, maka kebahagiaan dan kesejahteraan akan mendekat dengan sendirinya.
Khidmah, atau pelayanan sendiri bisa dilakukan dengan jalan apa saja. Bisa melalui jalur resmi, yaitu menjadi pengurus atau pejabat pondok, atau dengan menjadi anggota khodam atau pengabdi kiai. Bisa juga melayani melalui jalur pribadi, dalam artian melakukan pelayanan dengan kesadaran dan tugas pribadi. Tanpa perintah, tanpa ikatan. Wujudnya bisa berupa sukarela menyapu halaman kamar, membersihkan kamar mandi umum, atau melakukan kegiatan apapun yang manfaatnya bagi kebaikan bersama.
Tak terhitung banyaknya, berapa kali bapak menceritakan dan menganjurkan tentang pentingnya khidmah bagi santri atau murid yang sedang berproses. Karena khidmah, menurut bapak adalah salah satu dari tiga hal yang akan mengantarkan seorang murid menemu kebarokahan. Sebagaimana motto yang selalu beliau tekankan:
ثلاثة توجب بها النجاح : الاستقامة ،والخدمة، والصلاة الجماعة
Tiga hal, yang akan menghantarkan seorang murid menuju kebarokahan hidup; yaitu istiqomah, khidmah, dan solat jamaah.
Dalam maqolah yang menjadi motto hidup bapak ini, beliau menekankan tentang pentingnya proses. Bukan kepintaran, kekayaan, ataupun seberapa ahli dalam ibadah yang akan menghantar seseorang mencapai kebarokahan dan kebahagiaan hidup. Tetapi beliau menekankan pada proses menuju pintar, menuju kaya harta ataupun kaya kuasa, dan proses menjadi ahli dalam mendekat menuju Allah.
Pintar adalah hasil, dan istiqomah belajar adalah proses.
Jadi sangat wajar bila banyak sekali santri yang mendaftar menjadi khodam, mengingat betapa pentingnya hal tersebut. Namun itu dahulu. Beberapa hari yang lalu saya diajak musyawaroh oleh pengurus tentang masalah khodam, yaitu santri yang merelakan waktu dan energinya untuk mengabdi kepada kiai. Pengurus khodam akhir-akhir ini mengeluh, tentang sulitnya mencari anggota baru. Padahal semakin banyak unit usaha yang dibuka, akan tetapi justru semakin sedikit santri yang tertarik untuk menjadi anggota khodam. Pengurus khodam sendiri merasa perlu melaporkan masalah ini kepada pengurus yayasan, demi mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
Ada beberapa skenario yang ditawarkan agar santri tertarik mendaftar menjadi khodam, salah satunya adalah penggratisan biaya bulanan pondok dan madrasah bagi anggota khodam.
Sebenarnya pengurus khodam tak menuntut untuk menggratiskan penuh, mereka sanggup membayarkan biaya anggota khodam, namun tak seutuhnya. Mungkin separuh atau beberapa puluh persen dari biaya bulanan. Namun karena kurangnya kajian berapa puluh atau ratus anak khodam, dikali berapa rupiah yang akan dipotong, maka pengurus lembaga belum bisa meluluskan permintaan lembaga khodam ini. Ditambah, ada beberapa guru yang masih takut, dan bahkan lalu menghalang-halangi muridnya untuk menjadi anggota khodam. Karena menurut beberapa guru tersebut, dengan menjadi khodam maka akan menurunkan keaktifan dan ketekunan belajar murid. Tidak sepenuhnya salah, namun menurut saya bisa dijembatani bila ada komitmen antara seluruh pihak.
Butuh jalan berliku dan koordinasi panjang dengan banyak pemangku kepentingan demi kesuksesan skenario ini, karena memang pembebasan biaya bulanan, dan perekrutan murid tarbiyah ini berpotensi mengurangi pemasukan lembaga yang memang tak banyak, dan menjadi ancaman bagi absensi yang nyata. Namun perlu diusahakan dan dikompromikan kembali, karena memang khidmah menurut saya adalah ruh dalam pendidikan pesantren salaf. Sebuah ruh yang perlahan pudar akhir-akhir ini.
Saya rasa perlu didengungkan dan diinformasikan kembali kepada para santri dan para pengurus tentang pentingnya khidmah ini. Sebagaimana dawuh ulama’: “Kealiman bisa didapatkan dengan tekun belajar, namun kebarokahannya harus dengan khidmah”.
Semoga kita bisa selalu menanamkan benih ruhul khidmah, atau jiwa melayani dalam diri pribadi, juga bagi para santri pada umumnya. Karena pada hakikatnya, dalam proses melayani ini kita belajar mengalahkan ego diri. Dan perlahan sesuai dengan pepatah: “orang hebat, adalah dia yang mampu mengalahkan diri sendiri”. []