Islam Yes, Nasionalisme Oke!

Akhir-akhir ini, mulai lagi muncul aksi-aksi terorisme di Indonesia. Faktor yang patut dicurigai dibalik gerakan tersebut adalah semangat totalitas dalam mengamalkan ajaran islam, dibarengi dengan minimnya rasa percaya dan cinta dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek nasionalisme dan agama selalu menjadi kambing hitam dalam gerakan terorisme.

Semangat totalitas beragama perlu kita dudukkan dulu tentang bagaimana tugas orang islam di dunia. Dalam Al-Qur”an disebutkan bahwa fitrah manusia di dunia ini ada dua, yaitu sebagai abdullah (hamba Allah) yang dibebani dengan ketaatan dan keprasahan Allah, dan sekaligus sebagai khalifatullah (mandataris Allah) yang dibebani amanat dalam menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan sosial.

Manusia sebagai abdullah, harus berupaya membangun hubungan harmonis dengan Allah sedalam-dalamnya, dan segala tingkah lakunya terjiwai semangat mencari ridla-Nya, sehingga ada dimensi keikhlasan yang terpancar dalam hatinya.  Sebagai khalifatullah, dengan berupaya berbuat baik diatas bumi dan tidak merusaknya sehingga terwujud kesejahteraan antara bagi dirinya, sesamanya, lingkungannya dan juga tatanan yang telah ada.

Dengan demikian motivasi kita beragama adalah melakukan tindakan yang membangun, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya, maupun negaranya. Sebab, pada dasarnya agama memberikan ruang untuk beribadah secara individual dan juga secara sosial. Keduanya bersama-sama dilakukan dalam rangka mendekatkan diri dan mencari ridla Allah SWT.

Ibadah yang bersifat sosial harus kita lakukan dengan beretika, dengan mengedepankan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial sehingga tidak menimbulkan kegaduhan yang berarti. Hal ini penting untuk kita perhatikan, apalagi dalam menghadapi persoalan di negara kita yang beragam latar belakang masyarakat dan agamanya, dengan harapan segala kehidupan kita tidak jauh dari bingkai agama dengan tanpa merusak tatanan yang ada.

Baca Juga:  Dari Islam Perspektif sampai Islam Inklusif

Di negara kita, asas yang dibangun adalah menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan bernegara, kesepakatan merupakan harga mati dalam menghadapi segala lini kehidupan. Maka dari itu para pendiri bangsa bersepakat bahwa Pancasila sebagai titik temu semua elemen bangsa, sehingga ditetapkan sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kita tahu dan sadari, bahwa di Indonesia terdiri dari beragam agama. Agama sendiri adalah hal yang sakral sebagai wujud wahyu dari Tuhan, demikian pula Pancasila sebagai hasil kesepakatan bersama artinya tidak boleh ditentang dan dipertentangkan bagi individu didalamnya. Makanya dalam beragama dan bernegara perlu sikap moderat dalam mengkompromikan antara aspek negara dan agama.

Ketentuan agama dan negara sama-sama memiliki apek yang tidak dapat diperdebatkan dan juga aspek yang dapat dikompromikan. Sebagai orang islam yang hidup di Indonesia, dalam beragama dan bernegaranya, harus memetakan antara ketentuan-ketentuan yang pasti dan ketentuan-ketentuan yang probabilitas atau ketentuan yang prinsip dan ketentuan yang turunan.

Katentuan yang bersifat pasti dan probabilitas dapat kita bagi menjadi dua sudut pandang: pertama berdasarkan ketetapannya dalam arti ketentuan tersebut sudah tidak dapat dipertentangkan lagi dan adakala dapat ditafsiri kembali. Kedua, berdasarkan penunjukannya, maka akan ditemukan maka yang umum dan mana yang khusus atau ketentuan yang mutlak dan terbatas.

Pancasila sebagai sebuah ideologi negara maka tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun butir-butir pancasilanya dalam tataran praktisnya perlu penafsiran-penafsiran dan turunan-turunan. Begitu pula rukun islam dan rukun iman, keduanya bersifat mutlak bagi orang muslim namun dalam pengamalannya ada penafsiran dan turunan-turunan. Selama dalam bingkai probabilitas atau turunan, ruang kompromi dan dialog masih terbuka sehingga mampu disesuaikan dengan konteks yang ada.

Baca Juga:  Neoplatonisme (3)

Kedua pola pemetaan di atas perlu kita kedepankan dalam menjalin keharmonisan antara agama dan negara. Sehingga semangat menjalani ketentuan agama tidak selalu berhadap-hadapan dengan ketentuan negara dan semangat kebangsaan tetap terjiwai dengan aspek-aspek agama. Akhirnya terwujud cita-cita luhur baldatun thayybatun wa rabbun ghafur. Sekian terima kasih dan semoga bermanfaat. []

Dafiq Ali D
Santri Ma'had Aly Pesantren Maslakul Huda Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini