Poin-Poin Catatan Penting dari Jalsah Pagi Syaikh Syahawi di Pesantren Al-Anwar Sarang Bersama Kiai Ahmad Fakhrur Rozi Terkait Hubungan Tradisi Keilmuan Pesantren NU di Indonesia dan Al-Azhar Mesir (Kamis, 21 Juli 2022).
1. Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi (شيخ السادة الشافعية بالأزهر الشريف والديار المصرية) merasa kagum dengan sistem pendidikan di pesantren tradisional di Indonesia.
Dari pesantren-pesantren yang sudah beliau singgahi, beliau mendapatkan tarhib sambutan dan penghormatan yang luar biasa. Beliau juga menyaksikan adab yang luhur, juga tradisi keilmuan yang mendalam.
2. Tradisi keilmuan Islam yang berkembang di pesantren-pesantren tradisional (NU) –seperti Pesantren Lirboyo, Pesantren Sarang, Pesantren Langitan– memiliki akar dan koneksi dengan khazanah turots (karya-karya ulama klasik) lintas generasi. Hal ini artinya pesantren menjadi laboratorium literatur dan karya-karya keilmuan Islam yang ditulis oleh para ulama besar lintas abad dan generasi.
Literatur keilmuan tersebut saling terhubung dan tersambung antar satu sama lain, ibarat sebuah pohon keilmuan (شجرة علمية طيبة) yang menjulang tinggi, dengan akar yang mendalam, dan ranting dahan yang berjalinan.
Tradisi keilmuan di pesantren tradisional (NU) yang demikian ini adalah sama halnya dengan yang juga berkembang di institusi Al-Azhar Mesir pada zaman kemegahan dan keemasannya.
Baik di pesantren-pesantren NU dan di Al-Azhar, tradisi hifzhul mutun (menghapal nazhaman dan teks-teks kitab), juga tradisi mempelajari dan mengajarkan kitab-kitab klasik (turots) karya para raksasa keilmuan Islam masih lestari.
3. Di pesantren-pesantren tradisional NU, kitab-kitab karya ulama Al-Azhar lintas generasi masih dipelajari hingga saat ini. Seperti kitab-kitab karya Syaikh Ibn Hajar al-Asqalani, Syaikh Zakariya al-Anshari, Syaikh Syams al-Ramli, Syaikh Taj al-Subki, Syaikh Jalal al-Mahalli, Syaikh Jalal al-Suyuthi, Syaikh al-Isnawi, al-Qulyubi, al-Dimyathi Syatho, al-Syarqawi, al-Dasuqi, al-Bajuri, al-Inbabi dan lain sebagainya.
Bagi generasi pra-millenial, nama-nama ulama tersebut di atas banyak dijadikan sebagai nama orang-orang pesantren.
4. Menurut Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi, di Mesir sendiri secara umum, tradisi ini sudah mulai punah. Kuttab-kuttab (lembaga semacam pesantren tradisional di Mesir) yang dahulu menjalankan tradisi hifdzul mutun dan mengaji kitab-kitab turots klasik, kini sudah tidak seperti dulu lagi. Yang tersisa dari kuttab-kuttab tersebut hanya sebagai tempat menghafal al-Qur’an bagi anak-anak dan mempelajari dasar-dasar keilmuan agama Islam.
Namun demikian, sejak kurang lebih sepuluh tahun terakhir ini, institusi Al-Azhar Mesir di bawah kepemimpinan Grand Syaikh Ahmad al-Thayyib, kembali merevitalisasi tradisi keilmuan Islam klasik ini. Sejak masa Syaikh Ahmad al-Thayyib, halaqah-halaqah keilmuan dan majelis talaqqi kitab-kitab turots klasik mulai kembali semarak. Pun demikian halnya dengan tradisi “hifzhul mutun” dan tradisi mensyarah kitab-kitab turots.
Karena itu, Syaikh al-Syahawi mengiyakan ketika dikatakan jika “tradisi keilmuan yang berkembang di pesantren-pesantren NU di Indonesia adalah cerminan dari tradisi keilmuan Islam klasik di Al-Azhar Mesir”.
5. Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi sangat mengapresiasi terhadap tradisi kepengarangan, ta’lif dan syarah kitab yang masih berkembang dan dilestarikan oleh beberapa ulama pesantren NU di Indonesia.
Hal ini mengukuhkan jika pesantren NU di Indonesia benar-benar menjadi penjaga tradisi peradaban dan keilmuan Islam selama berabad-abad lamanya. Tradisi ta’lif dan syarah kitab-kitab klasik adalah bagian terpenting dalam bentangan sejarah peradaban dan keilmuan Islam.
Pada pagi hari Kamis itu, Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi dihadiahi beberapa buah kitab karya Kiai Ahmad Fakhrur Rozi (pengajar di Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang). Di antara kitab karya beliau adalah “al-Faidh al-Rahmani fi al-Tsabat al-Maimuni” (الفيض الرحماني في الثبت الميموني) yang berisi himpunan sanad (tsabat) keilmuan KH. Maimoen Zubair (w. 2019).
Kitab lain karya Kiai Fakhrur Rozi yang dihadiahkan adalah “al-Nafahat al-Maimuniyyah fi Syarh al-Syamail al-Muhammadiyyah” (النفحات الميمونية في شرح الشمائل المحمدية) yang merupakan penjelasan (syarah) atas kitab hadits “al-Syamail al-Muhammadiyyah” yang sangat populer.
Kiai Ahmad Fakhrur Rozi menulis kitab “al-Dani fi Asanid al-Syaikh Khalil al-Bankalani” (الداني في أسانيد الشيخ خليل البنكلاني) yang berisi kajian atas sanad keilmuan Syaikhona Kholil Bangkalan (w. 1925). Dalam kesempatan tersebut, saya pun bertukar maklumat dengan Kiai Ahmad Fakhrur Rozi terkait manuskrip Habib Salim b. Jindan Jakarta (w. 1969) yang berisi biografi, sanad dan silsilah musalsal awlawiyyah dari Syaikhona Kholil Bangkalan.
6. Sebelumnya, Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi juga dihadiahi kitab “Fath al-Mujib fi Syarh Ghayah al-Taqrib” (فتح المجيب في شرح غاية التقريب) karya KH. Afifuddin Muhajir Situbondo; juga beberapa kitab karya Syaikhona Kholil Bankalan, di antaranya adalah kitab “al-Matn al-Syarif” (المتن الشريف) yang berisi kajian ilmu fikih madzhab Syafi’i.
Syaikh Abdul Aziz al-Syahawi, dalam kapasitasnya sebagai mahaguru ulama madzhab Syafi’i di Al-Azhar Mesir, sudah mengatakan kalau setelah kembalinya ke Mesir nanti, beliau akan berkenan untuk membacakan dan mengajarkan dua kitab tersebut (yaitu “al-Matn al-Syarif” karya Syaikhona Kholil Bangkalan dan “Fath al-Mujib” karya KH. Afifuddin Muhajir) di majlis keilmuan beliau di Al-Azhar. []
نفعنا الله تعالى بهم وبعلومهم في الدارين آمين
Sarang (Rembang), 21 Dzulhijjah 1443 Hijri
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban