Empat Khalifah Rasulullah Saw

Setelah diturunkannya ayat al-qur’an surah an-nashr, kaum muslimin sangat bahagia karena mereka sudah diambang puncak kemenangan. Setelah 23 tahun lamanya, kemenangan yang ditunggu akhirnya tiba. Umar bin Khattab bertanya kepada Ibn Abbas mengenai makna yang terkandung dibalik surah tersebut. Ibn Abbas menjelaskan bahwa ketika fathu mekah telah diresmikan, maka sebentar lagi Nabi Muhammad Saw akan wafat.

Tak lama kemudian, Nabi Muhammad benar-benar wafat. Semua kaum muslimin sangat terluka, ada satu yang dikhawatirkan dari mereka. bagaimana jadinya jika Umar bin Khattab mendengar kabar duka tersebut. Benar, beliau tidak terima dan seraya berkata dengan lantang, seperti yang telah kita saksikan, bahwa Nabi tidak mati, bahwa beliau akan kembali lagi, seperti halnya Musa a.s, setelah empat puluh hari.

Beruntung, Abu Bakar r.a datang di waktu yang tepat dan  berkata,”biarkan mereka yang menyembah Muhammad tahu bahwa Muhammad telah wafat! Adapun orang yang menyembah Allah, biarlah mereka tahu bahwa Tuhan selalu hidup dan tidak akan mati” Maka seketika itu Umar roboh dan tidak berdaya. Beliau benar-benar telah kehilangan orang yang paling disayangi.

Kejadian ini menjadi temparan keras yang mengagetkan kaum muslimin secara umum. Bahkan menciptakan suasana khusus, baik secara individu maupun secara kelompok luas. Pada saat itu pula, muncul pertanyaan bagaimana cara menjaga agama dan negara sepeninggal Nabi? Dan tak kalah penting sesaat setelah tersiar meninggalnya Nabi, adalah bagaimana bentuk kepemimpinannya. Pasalnya, tidak ada satu pun dalam nash al-Qur’an dara memiih khalifah.(7) Juga, Nabi juga tidak menwasiatkan siapa yang akan melajutkan estafet kepemimpinan setelahnya.

Setelah terjadi pro kontra dari banyak kalangan, lalu dipilihlah khalifah Abu Bakar as-Shiddiq r.a. Alasan kuat karena beliau pernah diminta mewakili nabi untuk mengimami shalat jamaah, teman hijrah, luhur akhlaqnya.

Baca Juga:  Inilah Hikmah di Balik Bolehnya Rasulullah SAW Menikah Lebih dari Empat Orang Istri

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar r.a, ada dua masalah besar yang sangat dan harus segera diselesaikan. Pertama, mengeksekusi nabi palsu dan kaum murtad. Kedua, sejumlah penaklukan wilayah di luar jazirah Arab. Tak lama setelah kedua masalah itu sesesai, maka masyarakat arab kembali bersatu dan taat kepada pemerintahan pusat yang berpusat di Madinah.

Gerakan keluar dari islam memainkan aspek agama, politik, sosial dan ekonomi. Mereka yang menyatakan murtad dan mengaku sebagai Nabi palsu adalah dilatar belakangi banyak hal. Yang tentunya tidak sejenis. Namun, satu sama lain saling menguatkan sehingga melahirkan situasi demikian.(18)

Setelah Khalifah Abu Bakar r.a wafat. Estafet kepemimpinan berpindah ke Khalifah Umar bin Khattab r.a. Pada masa kepemimpinannya, kondisi semenanjung arab stabil, mereka terkendali. Oleh karenanya, Khalifah Umar memperluas wilayah kekuasaan atau penyebaran agama ke berbagai wilayah. Dalam kurun waktu yang tidak sebentar, 10 tahun 6 bulan luas wilayah sampai pada wilayah mesir, Afrika utara.

Ada banyak peperangan, perjanjian, penaklukan di beberapa wilayah pada masa kepemimpinanya. Juga sistem pemerintahan, administrasi, dan tata kelola aparatur negara digalakkan. Hingga akhirnya sampai pada akhir hidup Khalifah Umar bin Khattab r.a. saat beliau bersiap untuk mengimami shalat subuh kaum muslimin, Khalifah Umar bin Khattab r.a ditikam oleh Fairuz Abu Lu’lu al-Majusi. Tiga hari kemudian setelah peristiwa, Khalifah mengembuskan nafas terakhirya.(175)

Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan r.a, beliau mendapat gelar Dzu an-Nurain (yang mempunyai dua cahaya) lantaran menikahi dua putri Nabi. Yakni Ruqayah dan Ummu kultsum. Selain itu, Khalifah Utsman r.a dikenal dengan sebagai orang yang sangat dermawan dan banyak mengorbankan harta kekayaannya di jalan Allah. (181)

Baca Juga:  Sejarah Cincin Rasulullah SAW

Pada masa kepemimpinannya, melanjutkan perjuangan khalifah sebelumnya, yakni perluasan wilayah kekuasaan islam. Banyak terjadi peperangan dan penakukan. Penaklukan Armenia, jazirah Siprus, Dzatus Shawari dan beberapa perang lainnya.

Semakin luas wilayah yang dikuasai, semakin banyak pula orang yang tidak puas terhadap kepemerintahan dan akan timbul pemberontakan di sejumlah tempat. Mereka menentang kekuasaan islam. Lagi-lagi, wilayah yang dikuasai dan berontak, maka kaum muslim berusaha membendung dan menghentikan pemberontakan terhadap kekuasaan islam. (194) puncaknya, khalifah Utsman bin Affan r.a dibunuh. Dalam buku ini tidak disebutkan siapa pelakunya meski dalam literatur lain disebutkan tersangkanya.

Terakhir adalah khalifah Ali bin Abu Thalib. Perpecahan, luasnya wilayah  dan situasi politik masa khalifah sebelumnya menjadikan khalifah Ali mengalami masa sulit dan terhimpit. Khalifah Ali bin Abu Thalib tidak sepenuhnya meredam segala permasalahannya karena memang sulit mendeteksi segala yang ada.

Puncak dari segala permasalahan yang ada adalah pembunuhan Khalifah. Sesungguhnya peristiwa pembunuhan ini tidak lepas dari pengaruh kesepakatan antara kelompok Khawarij di Mekkah. Akibat tipu daya mereka, kelompok muslim terpecah dan terbagi tiga kelompok. Kelompok Ali, Muawiyah dan Amr bin ‘Ash. Akhirnya, khalifah Ali r.a terbunuh oleh Ibn Muljam.(307)

Buku ini dibahas secara tuntas mengenai Empat Khalifah Rasulullah Saw. Rujukannya pun kitab klasik. Namun, satu hal yang mencederai buku ini, yakni tidak dilengkapi dengan radiya allahu ‘anhu setiap kali menyebut nama para Sahabat. Sebab, ketika nama sahabat disebutkan, kita dianjurkan untuk mengucapkannya.  Waallahu a’lam. []

Buku                 : Sejarah Khalifah Rasulullah
Penulis             : Dr. Muhammad Suhail Thaqqusy
Penerjemah     : M. Tatam Wijaya
Penerbit           : Qaf
Terbitan           : September, 2021
ISBN                 : 978-602-6219-02-7
Tebal Buku      : 322
Peresensi         : Musyfiqur Rozi

Musyfiqur Rozi
Alumnus Institut Ilmu Keislaman Annuqayah dan Santri Annuqayah Lubangsa Utara

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka