Cetak Buku Modal Dengkul

Bulan Desember boleh jadi disebut bulan Gus Dur. Dari sekian hal tentang beliau, ada satu hal menarik saat Gus Dur mendapat wawancara lalu ditanya apa modal beliau maju menjadi calon presiden. Siapa sangka, Gus Dur menjawab bahwa modal beliau maju menjadi calon presiden adalah modal dengkul, itu pun dengkul orang lain. Soal siapa yang dimaksud Gus Dur, rasanya tak perlu dijelaskan lebih rinci lagi.

Kita sama-sama tahu, usia pandemi Corona sudah menjelang satu tahun. Wabah yang ngadubillah setan. Ia datang lalu dalam sekejap mengganggu roda kehidupan manusia -kalau tak mau dibilang mandek.

Pendidikan, ekonomi, bahkan kegiatan keagamaan terkena dampak Corona. Interaksi sosial manusia tak berjalan sebagaimana biasanya. Semua kelimpungan, kelabakan.

Namun, dalam wabah yang tak kunjung reda, ada sedikit hikmah yang bisa saya dapatkan. Saya bisa menerbitkan dua judul buku. Satu judul buku pribadi, satu judul antologi. Dua judul tersebut terbit tanpa modal pribadi. Saya mengeluarkan modal hampir nol rupiah, selain modal ngopi, rokok atau bensin untuk berangkat ke kedai kopi tentunya. Lalu, dari mana modal cetaknya?

Modal dengkul orang lain. Betul, saya memakai dengkul orang lain agar buku-buku di atas bisa terbit.

Buku pribadi saya terbit dibantu oleh Grab Indonesia, sedangkan buku antologi terbit karena bagian sebuah event dari Kemenparekraf RI.

Apa yang saya catat di atas tak lebih dari bagian syukur atas nikmat Tuhan. Syukur bahwa dalam situasi seburuk apa pun, pertolongan selalu ada untuk kita. Tangan Tuhan selalu mampu menjangkau ketidakberdayaan hamba-Nya. Namun soal Gus Dur dan dengkul orang lain, lain cerita.

Selain itu, terbitnya dua buku yang saya maksud tidak lain untuk pengingat saya pribadi bahwa proses menerbitkan buku begitu rumit. Prosesnya melibatkan banyak orang, tak semudah beli jajan cilok atau seblak. Meski rumit, ada kenikmatan tersendiri saat semua prosesnya terlewati.

Baca Juga:  Lathifah: Kisah Perempuan yang Tabah Menerima Takdir dalam Novel “Cincin Kalabendu”

Bila kita renungkan, kita seringkali memakai dengkul orang lain agar maksud kita tercapai. Dari dengkul teman, kita titip beli makan atau barang. Dari dengkul tetangga, kita mendapat bantuan kala terkena musibah. Dari dengkul kekasih pun, sesuatu yang tak terduga bisa datang tiba-tiba.

Tak percaya? Coba ingat siapa yang sering nganter seblak atau skincare ke kos Anda. Oh ya, abang ojol atau kurir paketan, ya. Pacar? May be yes, may be no. Bukankah Anda lebih suka menunggu kedatangan abang ojol atau kurir paketan daripada kekasih Anda sendiri?. []

Hanif Nanda Zakaria
Penulis Buku "Bang Ojol Menulis" Alumnus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Santri