Kamis, 10 Muharram 1443 H atau 19 Agustus 2021 Pondok Pesantren Putra Putri Syarifatul ‘Ulum Katerban Sekaralas yang diasuh oleh Romo Kyai Muhammad Anis Al Yatim mengadakan sosialisasi dan pelatihan Anti Bullying bagi semua Santri Putra Putri terutama Bagi Santri Pengurus Pondok dan santriwan santriwati Baru. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan sekaligus meminimalisir kejadian Bullying di kalangan santri pondok pesantren dengan mengundang pemerhati pendidikan, yakni Gati Rahayu, dan Gus Ulul Albab yang juga sekaligus putra dari Pengasuh Pondok Pesantren Syarifatul’Ulum Katerban, Ngawi Jawa Timur.
“Jika Berbicara tentang bullying atau kekerasan/ perlakuan salah terhadap anak dan remaja, maka bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di lingkungan sekolah maupun pesantren,” ungkap Gati Rahayu, yang merupakan pemerhati pendidikan sekaligus salah satu narasumber acara tersebut.
Secara umum lanjut Gati Rahayu dalam paparannya, segala bentuk kekerasan bisa terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan khususnya Pesantren. Bentuk Bullying yang terjadi di pesantren bisa dikatakan sebagai Pesantren Bullying yang bisa dimaknai sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap santri yang dilakukan berulang -ulang oleh seseorang/kelompok santri yang memiliki kekuasaan terhadap santri lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti santri yang lain yang biasanya lebih lemah atau dianggap lemah. Bullying bisa dikategorikan dalam beberapa poin diantaranya adalah :
Pertama, Kontak fisik langsung (memukul,mendoring,mencaar dll)
Kedua, Kontak verbal langsung (mengancam,merendahkan.memberi pangilan nama (name calling) mempermalukan,mengejek, dll)
Ketiga, Perilaku non verbal langsung (melihat dengan sinis,menjulurkan lidah,menampilkan ekspresi muka)
Keempat, Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan, mengucilkan mengirim surat kaleng)
Kelima, Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal)
Dalam beberapa kasus ternyata, yang banyak ditemui adalah kasus penghukuman fisik, atau biasa disebut corporal punishment yang akan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi anak yang di bully..”untuk itulah kita semua harus mendorong dan mencegah kejadian Bullying ini dengan memberikan solusi lain bagaimana menyikapi hal tersebut. Hukuman fisik seharusnya sudah tidak lagi digunakan oleh guru ataupun senior ataupun pengasuh,” terangnya.
Dalam kesempatan itu pembicara juga menyinggung terkait cyberbullying yang menurut Sameer Hinduja dan Justin W. Patchin dari Cyberbullying Research Center mendefinisakan cyberbullying sebagai suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain melalui penggunaan komputer (jejaring sosial dunia maya) ,telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya.
Pembicara lain yakni Gus Ulul Albab menyampaikan bagaimana ciri santri yang dibully, dampak bully dan cara mengatasi dan mencegah bully di pondok, termasuk memberikan penekanan bagaimana harusnya hubungan antar santri dengan santri dalam berteman, santri dengan pengurus ataupun pengasuh. “Stop Bullying , ayo sama-sama wujudkan Pesantren yang bebas Bully karena itu semua adalah tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.
“Semua Pihak harus berupaya mencegah kekerasan dan memberikan perlindungan terhadap anak salah satunya di pesantren, di mana pesantren dalam proses belajar mengajarnya harus ramah terhadap Anak,” Imbuh Gus Ulul.
Pengasuh Pondok Pesantren Syarifatul’ulum yang diwakili oleh Gus Noval Al-haidar sangat mendukung sepenuhnya program ini. Ia berharap dengan adanya pelatihan ini pencegahan kekerasan anak, hukuman, maupun bullying sudah tidak akan terjadi lagi di dunia pesantren.
“Kami berharap peserta pelatihan sekaligus sosialasinya upaya pencegahan Bullying di Pesantren ini mampu mendapatkan pengetahuan dan pemahaman pencegahan bullying dan juga memahami prinsip-prinsip dalam menjalin hubungan antar santri di Pesantren. Tentunya, mampu juga untuk menerapkannya,” jelas Gus Noval Al-Haidar yang juga merupakan salah satu pengasuh Ponpes Syarifatul ‘ulum.(MM/RZ)