Boeng Rewel

Sejarah merupakan dispilin ilmu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dengan sejarah kita mampu mengambil spirit (pelajaran) dari kejadian penting di masa lalu. Merefleksikan sejarah penting untuk kemajuan peradaban bangsa dan negara. Urgensi sejarah ini pun juga diafirmasi oleh Al-Quran dalam surat Al-Hashr ayat 18.

Diera saat ini, salah satu sejarah yang penting untuk kita konsumsi sebagai refleksi masa lalu adalah tentang para tokoh pahlawan kemerdekaan, terutama tokoh-tokoh Islam yang telah berjuang sepenuh jiwa-raga mereka demi Agama dan kemerdekaan bangsa.

Dalam tulisan ini, penulis berusaha memaparkan biografi tentang tokoh asal Banjarmasin, yakni kiai Mahmud Thoyyib, yang akrab dipanggil Boeng Rewel. Ia adalah sosok pahlawan pra-kemerdekaan yang perjuangannya belum pernah dituliskan dalam tinta sejarah Indonesia. Karena ia sendiri memang tidak ingin dikenal, perjuangan membela tanah air baginya merupakan bagian dari perintah agama.

Boeng Rewel merupakan pahlawan perang kemerdekaan dari Jember. Boeng Rewel secara nasab masih keturunan ke-10 dari Syekh H.M. Arsyad Banjar, seorang ulama kharismatik asal Kalimantan Selatan. Selain itu, Guru Sekumpul atau kiai Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani secara jalur nasab masih ponakannya Boeng Rewel. Ia merupakan Urang Banjar dan Pejuang Kemerdekaan yang gigih.

Berdasarkan cerita tutur dari salah satu keturunannya, Boeng Rewel lahir sekitar tahun 1889 di Teluk Selong, Kelampayan, Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di masa mudanya, ia bermigrasi bersama ayahnya, kiai Thoyyib Al-Banjari ke Jawa dan ia menimba Ilmu di beberapa pesantren di Jawa Timur. Boeng Rewel ketika itu menimba ilmu agama di tiga pondok Pesantren, di antaranya Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang diasuh oleh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, kemudian Pesantren KH. Moch. Khozin Khoiruddin (Siwalan Panji, Sidoarjo) dan Pesantrennya KH. Romli bin Tamim, (Pesantren Darul Ulum, Paterongan Jombang).

Di Pesantren tersebut, ia mendalami ilmu fiqh dan ushul fiqh serta ilmu hadits kepada Hadratus Syekh Hasyim Asyari, kemudian ilmu Thoriqoh kepada KH. Moch. Khozin Khoiruddin untuk meningkatkan kualitas spiritualnya. Serta mendalami dan memahami Al-Quran dan Tafsir kepada KH. Romli bin Tamim. Para Guru-guru spiritualnya inilah yang memberikan “ijazah” kepada Boeng Rewel untuk mendakwahkan Islam, salah satunya dengan cara memimpin perlawanan untuk membela tanah air.

Cukup banyak perjuangan yang ia gelorakan di masa pra kemerdekaan, salah satunya menumpas para kompeni Belanda di kabupaten Jember.
Selain itu, ia telah mengabdikan sebagian hidupnya dalam perjuangan dakwah Islam di wilayah Jember. Boeng Rewel merupakan tokoh yang cukup berpengaruh di zamannya. Bahkan Gus Dur pun ketika hendak maju menjadi Presiden, pada suatu malam bersilaturahmi ke dhalemnya Boeng Rewel di desa Pace, Kecamatan Silo. Tetapi, kedatangan Gus Dur tidak banyak orang yang tahu, kecuali keluarga dekatnya. Hal ini secara tidak langsung telah menunjukkan kualitas spiritual Boeng Rewel.

Dulu, di zaman perang melawan penjajah, Boeng Rewel menjadi pimpinan perang dengan prajurit yang berasal dari kalangan santri dan masyarakat yang ada di wilayah Jember. Biasanya, sebelum berperang ia memberikan semacam jaza’ untuk ajimat prajuritnya agar supaya kebal dari tembakan peluru militer Belanda. Bahkan, seringkali para serdadu Belanda dengan puluhan Tank militernya dihadapinya sendiri dengan karomah yang dimilikinya. Narasi tersebut bukan suatu upaya untuk mengkultuskannya, tetapi peristiwa itu telah menjadi cerita tutur melegenda di masyarakat sekitarnya. Suatu peristiwa sejarah yang penuh dengan imagi spiritual pada masanya.

Istilah kata “Boeng” sendiri di Indonesia hanya ada 4 tokoh besar yang menyandangnya. Yakni Boeng Karno, Boeng Hatta, Boeng Tomo dan terakhir Boeng Rewel. Keempatnya pun menjadi kawan akrab dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tetapi, tokoh terakhir inilah yang senyap dan tidak ingin dituliskan peran perjuangannya dalam tinta sejarah emas bangsa Indonesia. Ia pun sampai akhir hayatnya tidak berkenan untuk diberikan atribut penghargaan sebagai veteran dari negara.

Boeng Rewel adalah pengecualian, di tengah banyaknya mantan prajuritnya yang mengajukan diri menjadi veteran. Sedangkan istilah “Rewel” sendiri maknanya dalam bahasa Indonesia berarti; banyak bicara (suka membantah, tidak mudah menurut, ada-ada saja yang diminta). Konon, ketika masa perang dulu, ia sangat rewel dan tidak mau patuh terhadap siapapun. Ia tidak mau diatur dalam bergerilya, karena ia merasa memiliki strategi tersendiri untuk memenangkan peperangan. Hal ini dituturkan oleh salah satu keturunannya, yakni kiai Iskandar Zulkarnain,

Boeng Rewel adalah sosok yang nasionalis dan rela berperang untuk terus mempejuangkan nasib kemerdekaan bangsanya. Boeng Rewel adalah kiai dan pahlawan kemerdekaan yang sangat cinta dengan Indonesia. Spirit nasionalime religius sudah tertanam dalam sanubarinya. Tidak segan-segan, ketika di masa Orde baru, demi menyelamatkan masyarakatnya dari tindakan represif Orde Baru, Boeng Rewel kemudian berinisiatif untuk masuk ke partai Golongan Karya (yang ketika itu menjadi corong politik Orde Baru). Hal tersebut sebagai salah satu cara untuk melindungi masyarakatnya. Meskipun akhirnya, sebagian masyarakatnya sendiri salah sangka dan membencinya lantaran masuk ke partai pemerintah yang ototiter.

Di masa tuanya Urang Banjar ini telah menjadi “soko guru” bagi para kiai lokal pesantren, khususnya di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur. Sosok yang Kharismatik dan menjadi “pelabuhan” para kiai pesantren dalam hal transfer ilmu spiritual dan kemasyarakatan. Karena memang ia sendiri telah banyak makan asam garam kehidupan serta ia tahu betul akan sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

Akhirnya, pada tanggal 09 Agustus 2001 di usia ke 112 tahun, Boeng Rewel wafat menuju keharibaan-Nya di desa Pace, Silo Jember. Ia meninggalkan bumi Indonesia dalam kesunyian seperti perjuangannnya, bersamaan dengan semarak bulan kemerdekaan bangsa Indonesia. (IZ)

11660
Ferdiansah
Peneliti di Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Saya ada fotonya beliau

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini