Bersabar dalam Ketidaknyamanan

Manusia hidup di dunia ini senantiasa diwarnai dengan berbagai siklus kehidupan yang bermacam-macam. Ada yang sukses dalam waktu yang cepat, ada pula yang meraih kesuksesan setelah menjalani berbagai tahap masa perjuangan yang panjang. Namun, sebagian besar manusia mengharapkan untuk mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dalam hal ini melahirkan suatu inisiatif para ilmuwan untuk meneliti siklus kehidupan manusia.

Pada tahun 1960, terdapat sebuah penelitian yang bernama Marsh Mallow. Penelitian itu dilakukan kepada sekelompok anak yang diberikan 1 permen dan mereka dijanjikan akan diberikan tiga permen dengan syarat bersabar menunda makan 1 permen tersebut dalam waktu 15 menit. Alhasil, sebagian besar anak tersebut tidak mampu untuk bersabar dan memilih makan 1 permen daripada mendapatkan permen yang lebih banyak. Kemudian lahirlah teori delaying grafication yang menjelaskan tentang siklus kehidupan. Teori delaying grafication adalah suatu siklus kehidupan dimana kemampuan kita untuk sukarela mengatur antara kenyamanan dan ketidaknyaman sebaik mungkin. Sehingga kita dapat memiliki kesabaran dalam ketidaknyamanan “sejenak” untuk mendapatkan kenyamanan untuk lebih “lama”.

Namun, teori ini sebenarnya telah ada sejak 1400 tahun yang lalu yakni dalam perintah puasa. Bukankah pada waktu buka puasa rasanya begitu nikmat dibandingkan dengan makan malam biasa walaupun dengan menu yang mewah. Kenapa hal itu bisa terjadi? Ya, karena kita telah memiliki kesabaran untuk ketidaknyamanan dalam menahan rasa lapar dan haus dari pagi sampai menjelang magrib. Sehingga ketika waktu berbuka tiba, walau dengan menu yang sederhana tapi rasanya sangat luar biasa.

Masalah yang kerapkali datang dari diri manusia adalah ketidakpuasan dan rasa menyerah yang sangat cepat sebelum mereka tahu akan makna dari yang mereka kerjakan. Banyak dari ajaran agama kita yang sejalan dengan teori delaying graficition. Salah satunya adalah istikamah dalam bersabar untuk berjuang. Mengapa Allah SWT begitu mencintai amalan yang sedikit tapi istikamah daripada banyak tapi putus di tengah jalan. Karena dalam istikamah ada kesabaran yang selalu dipupuk walau ada hambatan yang dihadapinya. Dunia adalah tempat kita untuk memperbanyak penempaan yang nantinya akan kita petik diakhirat kelak.

Baca Juga:  Sabar: Sabar Dari dan Sabar Untuk

Perintah sabar dalam menghadapi ketidaknyamanan merupakan rumus yang Allah berikan kepada manusia yang termaktub dalam Alquran: “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (QS: Al-Baqarah Ayat: 45).

Pada hakikatnya, bersabar itu bukan tanda sebuah kelemahan diri dalam menghadapi masalah yang ada. Pernah dengar sebuah lirik dari penyanyi kondang Rhoma Irama yang berbunyi “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Jika kita pahami makna liriknya, maka akan kita temui bahwa untuk meraih sesuatu yang kita inginkan harus ada pengorbanan dan perjuangan yang menjadi syaratnya.

Dr. Gamal Albinsaid, salah satu Wirausaha Sosial sekaligus motivator Internasional pernah mengatakan bahwa “jika kau memilih dalam kenyamanan, maka kau tidak akan bertumbuh. Namun jika kau ingin tumbuh maka tanamkan prinsip bahwa kau harus siap dalam ketidaknyamanan”. Kita sendiri pun banyak menyaksikan orang yang berhasil dan hebat yang sebelumnya mereka mendapat kegagalan yang tak terbilang jumlahnya. Karya besar dan mengagumkan itu akan lahir jika kita tanam kesabaran yang panjang dalam melakukannya.

Ketika rumus siklus kehidupan tersebut kita satukan dengan niat kesalehan maka akan menjadi mazra’ah al-akhirah. Segala apa yang kita lakukan di dunia adalah tanaman yang akan kita petik di akhirat. Rasa sabar tidaklah sama dengan orang yang lemah sebagaimana pendapat sebagian orang. Tapi rasa sabar adalah membekali diri kita untuk mensyukuri apa yang ada dan tetap berusaha yang terbaik untuk hasil yang maksimal. [HW]

Siti Junita
Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri Jember

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini