Saya langsung tertawa melihat postingan foto di Instagram @aswajagram yang ternyata baru diposting 4 hari yang lalu. Di foto itu tertulis tujuan surat kepada KH Abdul Wahab Hasbullah Tambakberas, Jombang. Di Kop suratnya tertulis panitia istighosah kubro MWC NU Kedungadem, Bojonegoro.
Saya tidak tau apa panitia itu serius mengirim surat atau sekedar bercanda. Wallohu a’lam.. Yang jelas ini menarik. Orang yang hidup di alam dunia mengirim surat ke orang yang ada di alam Kubur. Lha terus siapa kurirnya?
Selamai ini kejadian seperti itu hanya ada dalam cerita orang-orang dulu. Tapi ini nyata terjadi di era sekarang.
****
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diceritakan bahwa khalifah Umar bin Khattab setelah “disambati” Amr bin Ash, Gubernur Mesir, karena rakyat Mesir mengalami kekeringan semenjak air Sungai Nil surut dan tidak mengalir. Maka sang khalifah mengirim surat ke sungai nil agar segera mengalirkan airnya yang banyak. Dan setelah surat itu dilempar ke Sungai Nil ternyata volume air Sungai Nil menjadi mengalir berlimpah.
Dalam kitab Tadzkiratul Auliya, Fariduddin Attar juga menceritakan bahwa Hasan al Basri seorang tabiin membekali surat permohonan untuk dibebaskan dari siksa kubur pada Simeon, tetangganya yg menyembah api. Surat itu sebagai jaminan agar Simeon mau menjadi muslim/muallaf di tengah sakit tuanya yang menjelang ajal. Setelah Simeon masuk Islam, dia berpesan bahwa surat jaminan itu harap diselipkan di tangannya sebelum jasadnya dibungkus kain kafan. Setelah dia meninggal dan wasiatnya dilaksanakan, ternyata malam harinya Hasan Al Basri mimpi bertemu Simeon yg wajahnya bersinar dan memakai mahkota. Simeon berterima kasih pada Hasan Al Basri atas surat jaminan itu. Dan dia sudah tidak butuh surat itu karena Allah sudah memberi karunia padanya. Kemudian Hasan Al Basri bangun dari mimpinya dan ternyata surat jaminan yang ditulisnya itu ada di genggaman tangannya.
Dalam buku sejarah “Tambakberas, Menelisik Sejarah Memetik Uswah” juga diceritakan bahwa Kiai Wahab Hasbullah sebelum mendirikan NU (sekitar tahun 1924-1925) juga mengirim surat ke Sunan Ampel dan surat itu ditanam di makamnya. Kata Kiai wahab : “Kalau dalam 3 hari tanah ini saya gali dan suratnya masih ada berarti sunan ampel tidak merestui.” (ada riwayat yang membawa surat ke makam sunan ampel itu KH As’ad Samsul arifin). Ternyata setelah digali pada hari ke tiga surat itu tidak ada dan Kiai wahab menjadi semakin mantab mendirikan NU karena sudah direstui oleh Sunan Ampel.
****
Nah, kembali ke panitia istighosah itu. Apakah dia sudah setingkat para auliya dengan karomahnya seperti di atas atau sekadar tafa’ul saja dengan para auliya itu untuk berkirim surat ke maqbaroh Kiai Wahab? Jangan-jangan kalau surat undangan itu hilang, ternyata diambil oleh peziarah yang datang belakangan atau bisa juga diambil karena dibersihkan oleh juru kunci makam.
Saya cuma ikut berdoa semoga hajatnya panitia yang tertulis di surat itu dalam upaya mensyiarkan NU diberi restu oleh Mbah Kiai Wahab. Aamiin.