Perempuan

Batas Aurat Perempuan (2)

Perbincangan ahli hukum Islam

Aurat dalam perbincangan Fiqh (hukum Islam) adalah sejalan dengan pandangan para ahli tafsir di atas. Bagian anggota tubuh manusia tersebut dianggap bisa menimbulkan daya tarik seksual orang lain jika dibiarkan terbuka. Karena itu, para ulama fiqh berpendapat bahwa aurat harus ditutup. Pada uraian lebih lanjut, para ulama juga mengharuskan (mewajibkan) terutama bagi perempuan untuk mengenakan pakaian yang tak transparan (tidak tembus pandang), tidak mengesankan lekuk tubuhnya dan sebagainya.

Pembahasan mengenai aurat dalam kitab-kitab fiqh klasik pada umumnya dimuat dalam bab mengenai syarat-syarat melaksanakan ibadah shalat. Mayoritas ahli fiqh berpendapat bahwa menutup aurat merupakan salah satu syarat sah shalat. Abû Hanîfah dan Syafi’î berpendapat bahwa menutup aurat termasuk dalam kewajiban-kewajiban sembahyang (furûdl al-shalâh). Berbeda dengan dua Imam ini, Imam Mâlik berpendapat bahwa menutup aurat dalam shalât adalah sunnah (sunan al-shalâh).

Argumen mereka adalah teks al Qur’an:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Wahai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungghnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.(Q.S. Al-A’raf,[7]:31).

Para ahli fiqh di atas mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam memahami kalimat perintah pada ayat ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa “kenakan”, atau “pakailah”, dalam ayat ini merupakan perintah yang pada dasarnya menunjuk makna wajib. Sementara sebagian yang lain, kata perintah itu bukan wajib, tetapi sunnah (dianjurkan) saja. Bagi yang memahami perintah ini sebagai wajib, menutup aurat dalam ibadah adalah wajib. Bagi yang berpendapat bukan wajib, maka menutup aurat dalam ibadah itu adalah pilihan yang baik.

Baca Juga:  Batas Aurat Perempuan (3)

Selanjutnya perlu dikemukakan pula bahwa kata “zinah”, dalam ayat di atas, berarti perhiasan yang biasa dipakai pada bagian-bagian tertentu dari tubuh perempuan. Seperti cincin (al-khatam) di jari-jari manis, gelang (siwar) di pergelangan tangan, anting (al-Qurth) di telinga, kalung (al-qiladah) di leher, gelang di kaki (al-khalkhal), bahkan celak mata (al-kuhl), dan pacara tangan dan kaki (khidhab). Ini semua adalah makna awal yang dimaksud pada kata “al-zinah” (perhiasan). Tetapi para ulama memaknainya sebagai pakaian yang indah dan bersih. Kata ini juga disebut dalam ayat 31 surah al-Nur:

ولا يبدين زينتهن

“Dan tidaklah mereka (perempuan) memperlihatkan “zinah” nya. Kata ini lalu diperdebatkan maknanya. Perhiasan atau aurat.

Terlepas dari perdebatan mengenainya, lalu bagaimana dan apa saja bagian-bagian tubuh yang harus disembunyikan (aurat) menurut hukum Islam (fiqh)?. Para ulama, pertama-tama mengemukakan adanya kontroversi tentang batasan aurat antara laki-laki dan perempuan. Untuk aurat lelaki walaupun ada perbedaan dalam beberapa hal, tetapi secara umum mayoritas ulama berpendapat bahwa aurat lelaki adalah anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut kaki. Sementara untuk aurat perempuan ulama fiqh juga berbeda pendapat, tetapi secara umum perempuan lebih tertutup daripada lelaki.

Husein Muhammad
Dr (HC) Kajian Tafsir Gender dari UIN Walisongo Semarang, Pengasuh PP Darut Tauhid Arjowinangun Cirebon, Pendiri Yayasan Fahmina Institute

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Perempuan