Peran dan Tantangan Ansor di Era Millenial (Harlah Ansor ke-87)

Pesantren.id – Gerakan Pemuda (GP) Ansor dalam perjalanannya bukan hanya punya tanggung jawab yang besar dalam memajukan NU juga Indonesia secara global. Kemajuan dan peran Ansor selama ini tidak terlepas dari dukungan para kader dengan pembinaan yang berstruktur dan berjenjang. Gerakan Pemuda (GP) Ansor bukan saja sebagai underbow NU, juga bukan sekadar badan otonom yang memiliki kewenangan organisasi sendiri. Ansor merupakan organisasi pemuda NU yang merupakan wajah NU masa depan khususnya dan Indonesia umumnya. Ansor dibantu Barisan Ansor Serbaguna (Banser), menjadi pertaruhan masa depan NU, bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan segala dinamikanya. Karena tantangan NU di masa depan semakin berat, GP Ansor saat ini harus mampu menciptakan dan melahirkan calon-calon pemimpin tangguh untuk masa mendatang. Rotasi dalam organisasi adalah sebuah kebutuhan.

GP Ansor, dan juga Banser, memiliki berbagai level kaderisasi formal. Dimulai dari tingkatan terbawah, Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD), lalu Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL), dan ditutup dengan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN). Sistem sejenis juga dilaksanakan untuk Banser, melalui Pendidikan & Pelatihan Dasar (Diklatsar), lalu Kursus Banser Lanjutan (Susbalan), dan ditutup dengan Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim). Berbagai level kaderisasi itu disusun sebab GP Ansor sangat menekankan pentingnya kaderisasi. Kaderisasi bahkan juga dilaksanakan pada kadernya di berbagai negara, di antaranya Arab Saudi, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Mesir serta berbagai negara lainnya di dunia.

Melihat berbagai fenomena lanskap Indonesia masa kini, ada tiga tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia lima tahun mendatang. Riset dari Alvara Research Center (2019) menggambarkan tiga tantangan tersebut: (1) munculnya generasi baru, (2) digitalisasi segala aspek kehidupan, dan (3) tren intoleransi dan radikalisme. Munculnya generasi baru menandai adanya perubahan struktur demografi Indonesia yang didominasi oleh (1) kelompok urban, yakni mereka yang tinggal di daerah perkotaan; (2) kelompok middle-class, yakni mereka yang memiliki pengeluaran sebanding dengan USD5-10 per hari; dan (3) kelompok milenial, yakni mereka yang saat ini berusia 17-34 tahun yang jumlahnya mencapai hampir 36% dari total penduduk Indonesia, dan merupakan generasi dengan tiga karakteristik yang menonjol; yaitu confidence, creative (out of the box, kaya ide), dan connected (pandai bersosialisasi, aktif di sosial media, dan internet).

Baca Juga:  Menjadi Kyai di Zaman ‘Artificial Intelligence’

Menghadapi tantangan-tantangan di atas, GP Ansor harus tetap konsisten meneguhkan diri sebagai pengawal, penjaga, dan pelayan bagi eksistensi Islam Ahlussunnah wal-Jamaah dan NKRI. Di sisi lain, GP Ansor dituntut secara serius menganalisis dengan cermat berbagai tantangan (dan ancaman) tersebut, merumuskan langkah taktis dan strategis untuk menjawabnya, serta mengambil tindakan-tindakan organisatoris terukur dan terbaik untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada.

Peran dan Tanggungjawab Ansor

Era millenial seperti saat ini menjalanan tugas dan misi Ansor tentu tidak mudah, banyak tantangan terutama dari ideologi ekstrem yang ada, maka dalam kondisi seperti ini menurut KH.Said Aqil Siradj yang juga Ketum PBNU menyebutkan Ansor harus tampil di garis depan perjuangan NU untuk membentengi ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah. Ajaran ahlusunnah ini berpegang teguh pada Sunnah Nabi secara, qaulan wa fi’lah wa taqriran (sabda, tindakan dan kesepakatan). Sebagai pembawa misi kenabian maka ahlussunnah selalu berpegang pada prinsip jamaah yaitu bersama dan membela kepentingan masyarakat banyak. Dalam kondisi seperti ini maka sebenarnya Ansor di sini tidak terbatas hanya Ansoru Nahdlatul Ulama, tetapi lebih jauh lagi menjadi Ansorul Islam, Ansarullah dan Ansorul Wathan (Pembela Tanah Air). Ini bukan pengandaian tetapi telah diperankan GP Ansor. Menghadapi tanggung jawab agama, negara dan bangsa ini GP Ansor NU perlu menyingsingkan lengan baju, karena hanya dengan demikian akan bisa mengemban peran besar sebagai syuhudu hadhari (penggerak peradaban) bangsa, tetapi juga berperan sebagai syuhud tsaqafi (penggerak intelektual) dalam membangun dan menyangga bangsa ini.

Gp Ansor di era milenial, beberapa prinsip yang perlu diaktualisasikan dalam diri GP. Ansor, pertama, menumbuh kembangkan semangat pluralis (ruh al ta’addudiyyah), yaitu semangat untuk hidup kompetitif, dinamis dan energik di tengah keragaman bangsa dalam sebuah ikatan nation. Nabi Muhammad memahami kemajemukan sebagai sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperkokoh sebuah bangsa. Komunitas Madinah yang terbentuk di masa Nabi Muhammad adalah sebuah komunitas yang berlandaskan konstitusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralitas. Piagam Madinah sangat melindungi dan menjaga keragaman agama, budaya, etnis dan ideologi. Maka Piagam Madinah menjelma menjadi sebuah konstitusi yang berbasis kebangsaan. Kedua, semangat religius (ruh al-tadayyun), yaitu mengembalikan umat manusia kepada substansi ajaran agama, sehingga tercipta visi agama yang damai (Islam), ramah, sejuk dan penuh marhamah. Pada masa Nabi Muhammad Saw, ruh al-tadayyun sangat kental terasa dan masyarakat Madinah sangat menikmatinya. Pola keberagamaan yang dipraktikkan Nabi Muhammad Saw di Madinah sangat menarik. (KH. Said Aqil Siraj, GP Ansor dan Tantangan Masa Depan, 2005)

Baca Juga:  GP Ansor Cianjur Ajak Masyarakat Sambut Ramadan Dengan Khidmat

Melihat kondisi seperti saat ini, ada beberapa tantangan dan jihad yang harus dihadapi Ansor. Pertama, Jihad Milenial, sudah barang yang pasti bahwa sebagian besar kehidupan kita hari ini dikendalikan oleh kecanggihan teknologi. Arus informasi yang begitu banyak dan begitu cepat berseliweran di beranda dunia maya kita dimana kebenaran dan kebohongan begitu mudah tercamput tak terfilter. Hal ini karena sedang menghadapi generasi milenial, yang hampir separuh waktu hidupnya ada di dunia maya. Melalui internet, virus hoax, fake news dan hate speech ini mudah menyebar, dan menjangkiti semua penggunanya, khususnya anak muda. Selanjutnya, radiasi virus ini akan mampu menjebol dinding “etika” yang menjadi benteng pertahanan anak muda. Dan ini jelas menjadi ancaman yang sangat berbahaya terhadap masa depan bangsa. Upaya GP Ansor ialah semaksimal mungkin memfiltrasi diri dan berupaya mengedukasi masyarakat tentang adanya HOAX, fake news serta Hate speech itu, nah itulah yang dimaksud dengan jihad milenial.

Kedua, Jihad Kaum Radikalisme dan Intoleransi. Musuh ini menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat bersama pemerintah, Ansor harus menjadi ujung tombak dalam mengawal “musuh” ini.Realisasi jihad ini dapat dilakukan dengan dakwah secara langsung atau digital berupa langkah-langkah afirmasi nilai-nilai ahlussunah wal jamaah an-nahdliyah sekaligus untuk menegasi faham-faham radikal di masyarakat terutama melalui program kaderisasi yang intensif. Inti dari dakwah tersebut menegaskan pentingnya Islam Nusantara yang dikembangkan oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di Nusantara yang mampu mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni dan cinta damai. Termasuk dalam kegiatan ini adalah berperan serta dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan beragama dalam level global. Membumikan moderasi di kalangan millennial dan masyarakat secara umum dengan melakukan kajian dan dunia litaerasi. Ketiga, jihad ukhuwah. Keberadaan Ansor menjadi pengayom dalam masyarakat di tengeh keberagamaan multi dimensi di tanah air, baik agama, suku dan kondisi politik.. Kader GP Ansor harus tetap merawat ukhuwah, jauh diatas keterlibatan secara politk baik sebagai aktor maupun partisipan, ada persatuan yang lebih penting, ada kemanusiaan yang tetap jadi priortias utama, dan ada tali silaturahmi ukhuwah basharia, ukhuwah addina, dan ukhuwah watoniyah yang mesti harus tetap dijaga. Maka dari itu sebagai kader Ansor kita mesti menyejukkan situasi yang panas, mulai dari hal-hal yang paling sederhana, postingan dan interaksi media sosial misalkan.

Baca Juga:  Selamat Harlah GP Ansor ke 88, Riwayat Drumband GP Ansor: Syiar Islam dan Sarana Propaganda

Ansor memiliki peran strategis untuk mengikis berkembangnya paham keagamaan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Sudah sangat jelas bahwa sejarah hadirnya Islam di Indonesia tidak memiliki spirit radikalisme atau ekstrimisme. Peneguhan peran Ansor menjadi penting sebagai langkah untuk mengawal dan menjaga nilai-nilai Islam yang mengedepankan sikap moderat, toleran dan seimbang. Dengan spirit Resolusi Jihad Hadratus Syaikh Hasyim Asyari, kader-kader Ansor harus mampu mengemban misi sebagai penggerak ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Akhirnya, berjejak dari fakta historis dan fakta sosial sebagaimana paparan diatas, Ansor memiliki tiga peran penting dalam menangkal radikalisme keagamaan di Indonesia.

Pertama, peran dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bersama aparat pemerintah khususnya pada upacara keagamaan baik yang diselenggarakan oleh komunitas muslim maupun non muslim. Kedua, peran dalam mengkaji dan memantau aktivitas individu atau kelompok penebar paham keagamaan radikal baik di media sosial maupun di ranah gerakan praksis kultural. Ketiga, peran dalam penanaman nilai-nilai keagamaan yang moderat pada generasi muda melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan. Beranjak dari itu, kita berharap Ansor di Harlah ke-87 ini terus melakukan kontribusinya dalam berbagai bidang dan menjaga keutuhan NKRI ini.

Selamat Harlah Ansor Ke-87

Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq. []

Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi

Helmi Abu Bakar El-Langkawi
Dewan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Pengajar di IAI Al-Aziziyah Samalanga, Ketua PC Ansor Pijay.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini