Tips Rahasia Keberkahan Hidup dari Para Ulama Nusantara

Ada banyak prinsip Ngelmu Urip yang diwariskan oleh ulama-ulama kita. Baik dalam pendidikan, dakwah, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Selain kulak dari berbagai cabang keilmuan yang beliau-beliau kuasai, ada aspek kearifan lokal dan “Ilmu Titen” yang lahir dari ketajaman mata batinnya.

Mbah yai Maimoen Zubair, misalnya, menyarankan kepada para santri yang hijrah dan berdakwah ke daerah minus, agar mula-mula mendirikan masjid, jika belum mampu, langgar sederhana. Karena tiang pancang keilmuan berawal darinya, sebagaimana dulu Kanjeng Nabi mulai mendirikan Masjid Quba terlebih dulu manakala hijrah.

Mbah Moen juga memberi tips bagi guru agar mula-mula menata niat mengajar, juga menyarankan agar senantiasa memperkokoh ekonomi keluarga agar tidak terpelanting di kemudian hari. Di sisi lain, Mbah Moen juga memberikan saran, antara lain, agar huruf awal pada nama bayi disamakan dengan huruf awal nama ayahnya. Demikian pula sebaliknya, bayi laki-laki huruf awal namanya disamakan dengan huruf awal nama ibunya. Tujuannya, agar ikatan emosional dan ruhaniah orang tua dengan buah hatinya semakin erat. Lulut, katut lan manut, kata orang Jawa.

Mbah yai Nafi’ Abdillah, Kajen, Pati juga memberi saran, agar sering-sering bersedekah atas nama anak. Tujuannya meluberi kesalehannya dengan keberkahan sedekah. Gus Miek alias KH. Khamim Djazuli, juga memberi tips agar senantiasa membacakan Fatihah kepada anak supaya terluberi keberkahan Ummul Qur’an, supaya anak tidak kebanyakan tingkah. Lurus.

Mbah yai Asrori Ahmad, Magelang, juga memiliki lelaku senantiasa memulyakan para hamilul Qur’an, agar keturunannya banyak yang menjadi penghafal Al-Qur’an. Guru saya, KH. Nurul Huda Syafawi, Jombang-Jember, juga memberi pesan agar menanam tanaman buah atau tanaman obat, agar bisa dimanfaatkan oleh makhluk-Nya sehingga pahala senantiasa mengalir walaupun si penanam sudah berkalang tanah.

Baca Juga:  Mendahulukan Akhlak

Guru saya yang lain, Kiai Ma’ruf Mursyidi, Jalen, Mlarak Ponorogo, juga memberi saran dalam salah satu pengajiannya, 22 tahun silam, agar kebaikan yang kita lakukan juga diniatkan untuk menebus kesolehan anak cucu. Walaupun amal tersebut remeh temeh.

Guru saya lainnya–yang sudah wafat namun selalu menolak disebut namanya dalam uraian lisan maupun tulisan saya–, memberi saran kelancaran dan keberkahan rezeki: hendaknya sebelum kita menikmati rezeki di pagi hari, kita sedekah makanan kepada makhluk-Nya, baik binatang maupun manusia. Sedikit tidak masalah, yang penting istiqamah.

Kiai Ahmad Sadid Jauhari, Kencong Jember, juga memberi prinsip: kalau benci orang jangan keterlaluan. Khawatir jika watak buruk akan menulari kita, atau–naudzubillah— kepada anak cucu kita. Gething bakal nyanding, kata orang Jawa.

Lelaku-lelaku demikian, bagi saya, bisa kita amalkan. Soal dalil? Bisa dicari, dan pasti ketemu. Yang paling penting, dawuh-dawuh ulama kita menjadi salah satu titik penting dalam kajian lelaku Ngelmu Urip. Wallahu A’lam Bishshawab. []

Rijal Mumazziq Zionis
Pecinta Buku, Rektor INAIFAS Kencong Jember, Ketua LTN NU Kota Surabaya

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] itu untuk mendapatkan kehidupan yang baik untuk seterusnya, mari kita upayakan sisa-sisa lebih banyak berbuat kebaikan, daripada berbuat […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah