Mencari Calon Kepala Daerah yang Memiliki Disability Awareness

Kurang 2 bulan akan dilakukan PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) provinsi atau Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Sepanjang jalan raya kita sudah disuguhkan dengan berbagai alat peraga kampanye yang nyentrik. Tujuaannya agar masyarakat mengetahui dan mengingat calon kepala daerah yang ikut kontestasi PILKADA. Bahkan di media sosial calon kepala daerah sudah melakukan aksi-aksi “blusukan” untuk menambah kesan manis.

Sebagai warga negara kita memiliki hak untuk memilih calon kepala daerah dengan berbagai pertimbangan. Setiap pertimbangan warga dalam memilih jelas berbeda-beda, ada yang mempertimbangkan faktor ekonomi, faktor sosial, faktor agama, dan faktor pendidikan yang termuat dalam visi dan misi calon kepala daerah. Tapi ada hal penting yang harus kita pahami bersama bahwa kita harus menjadi pemilih yang kritis.

Kritis menurut saya pribadi adalah cermat terhadap gagasan-gagasan yang diusung oleh calon kepala daerah. Apalagi kita melihat ternyata masih banyak kepala daerah yang belum awareness terhadap beberapa isu yang muncul di masyarakat, misalnya saja isu disabilitas. Bahkan ketika saya berdiskusi dengan salah satu warga muncul pertanyaan siapa calon kepala daerah yang memiliki disability awareness?

Disability Awareness sebagai kriteria

Tentu saja kalau dilihat dari sudut pandangan normatif dan adminitratif kriteria calon kepala daerah sudah tertera jelas dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Salah satu kriteri yang ada dalam pasal 14 adalah bertakwa kepada Tuhan, setia terhadap pancasila dan NKRI, berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas dan sederajat, sehat jasmani dan rohani, dan lain sebagainya.

Akan tetapi ada sudut pandang lain yang harus kita perhatikan sebagai pemilih yaitu kriteria dalam perspektif kognitif dan empiris. Dalam perspektif kognitif, kriteria calon kepala daerah adalah harus memiliki corak pandang yang progresif, inovatif, dan kreatif. Artinya menjadi kepala daerah harus kaya literasi dan edukasi supaya memiliki gagasan yang progresif. Kepala daerah harus mengetahui segala isu yang muncul dipermukaan dan menanganinya dengan baik, salah satunya adalah isu disabilitas.

Baca Juga:  PWNU Jateng Peduli Banjir Semarang

Sedangkan perspektif empiris adalah calon kepala daerah harus memiliki komunikasi intensif terhadap masyarakat dan turun ke lapangan untuk meninjau segala permaslahan yang ada di masyarakat. Dengan persepektif empiris, kepala daerah minimal tahu kondisi lapangan dan apa saja isu yang sedang berkembang. Salah satu kriteria yang bisa dicermati adalah bagaimana aksesibilitas penyandang diabilitas? Dimulai dari akses pendidikan, akses pekerjaan, dan akses pelayanan publik.

Interelasi kognitif dan empiris dalam isu disabilitas akan membangun disability awareness (kesadaran disabilitas). Disability awareness dapat diartikan sebagai pemahaman, pengetahuan, dan penerimaan terhadap tantangan dan pengalaman yang dihadapi oleh penyandang disabilitas. Disability awareness bertujuan untuk mengatasi stigma negatif, stereotip, diskriminasi yang dialami oleh penyandang disabilitas.

Kesadaran disabilitas yang dimiliki oleh calon kepala daerah menunjukan bahwa ia adalah kriteria yang memperhatikan kelompok rentan dan memperhatikan isu yang kritis. Dengan disability awareness kita bisa menganggap jika calon kepala daerah tersebut memiliki corak pandang inklusif. Corak pandang ini yang akan membangun berbagai kebijakan yang tidak diskrimintif.

Melihat Disability Awareness melalui program

Setidaknya ada 3 hal yang bisa menjadi acuan calon kepala daerah memiliki disability awareness yaitu calon kepala negara yaitu; Pertama, calon kepala daerah memiliki pengetahuan mengenai disabilitas, baik secara normatif ataupun empiris. Kedua, calon kepala daerah memiliki kesadaran persamaan dan penerimaan sebagai makhluk yang sempurna dan memilik hak yang setara sebagai warga negara. Ketiga, calon kepala daerah memiliki kemauan untuk berinteraksi atau sosialiasi aktif dengan penyandang disabilitas.

Indikator ini bisa saja kita lihat melalui visi misi dan program yang diusung oleh pasa calon kepala daerah. Kita bisa melihat apakah semua program sudah memuat unsur inklusif, misalnya dibidang pendidikan yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik tanpa terkecuali penyandang disabilitas. Kemudian dari segi pelayanan publik inklusif yaitu melayani segenap warga tanpa ada diskriminasi dan menyediakan deferensiasi pelayanan maksimal kepada penyandang disabilitas. Lalu dari segi kesejahteraan sosial yaitu pengarusutamaan pembangun inklusif untuk mensejahterakan penyandang disabilitas.

Baca Juga:  Kebijakan Pemimpin Harus Berorientasi Maslahah

Melihat hal ini, PILKADA menjadi momentum yang tepat untuk memperluas gagasan inklusif dan memperutuh disability awareness pada masyarakat. Harapan kita semoga para calon kepala daerah memiliki agenda pembangunan inklusif yang terimplementasikan kedalam program-progam. Karena ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan mutu kualitas sebagai warga negara yang berjiwa “bhinneka tunggal ika”.

Mohammad Fauzan Ni'ami
Mohammad Fauzan Ni'ami biasa di panggil Amik. Seorang santri abadi pegiat gender dan Hukum Keluarga Islam.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini