Prinsip Kesempurnaan Hidup dalam Lagu “Ngelmu Pring” yang Dipopulerkan Rap Rotra Group

Pada dasarnya, sketsa ataupun gambaran kesempurnaan manusia dapat tersampaikan secara simbolis melalui paradigma di balik pagelaran wayang kulit. Pagelaran wayang kulit merupakan hasil kreasi para Walisanga dengan berbagai lakon yang telah dirancang dan diletakkannya jejak kearifan Walisanga bertujuan sebagai tontonan sekaligus tuntunan bagi manusia. Keseluruhan unsur dalam pagelaran lakon wayang kulit adalah pralambang untuk mengenali Tuhan, menggambarkan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam semesta yang berlangsung secara dinamis.

Di era modern saat ini, meluasnya pelaksanaan dakwah Islam dalam usaha menanamkan nilai-nilai kearifan dan kesejatian hidup telah bertransformasi secara tidak lazim. Sebagaimana dalam tulisan ini akan diuraikan sebuah lagu rap berjudul “Ngelmu Pring” yang ternyata mengandung nilai-nilai moral untuk menggapai kesempurnaan hidup. Latar belakang diciptakannya lagu tersebut sebenarnya dalam rangka melestarikan budaya Jawa yang mulai luntur di kalangan pemuda. Di samping itu juga sebagai bukti bahwa karya-karya seni modern ternyata dapat dipadukan secara apik dengan kesenian tradisional tanpa merusak tema dan pesan di dalamnya.

Deskripsi Lagu “Ngelmu Pring”

Mengutip dari penelitian berjudul “Representasi Nilai-Nilai Moral Dalam Lirik Lagu Rap (Studi Semiotik terhadap Lagu “Ngelmu Pring” yang Dipopulerkan oleh Group Musik Rap Rotra)”, lagu “Ngelmu Pring” merupakan salah satu karya dari Rotra yang diciptakan pada tahun 2007 . Secara musikal lagu “Ngelmu Pring” adalah lagu rap dengan aransemen dan tema lagu yang unik dan berbeda dengan lagu rap pada umumnya. Rotra telah berhasil memadukan instrumen etnik seperti suling, angklung, kenong, sitar, kentongan, dan suara drum yang mirip dengan instrumen drum elektrik Roland MC 808 atau identik dengan genre dance.

Jika diidentifikasikan, lagu “Ngelmu Pring” memiliki tiga bait lirik dan empat kali refrain. Lagu “Ngelmu Pring” diawali dengan Ambience Effect (efek suasana) berupa suara air yang mengalir, serta suara hewan yang membawa imajinasi pendengar ke suasana pedesaan yang tenang, sejuk, dan nyaman, kemudian diikuti refrain dengan aransemen yang spektakuler, dan lirik yang dinyanyikan oleh beberapa orang sehingga menjadi semacam pembuka pikiran pendengar di dalam lagu tersebut.

Baca Juga:  Salahkah Joko Tingkir Minum Dawet?
Representasi Nilai-nilai Moral dalam Lagu “Ngelmu Pring”

Bait-bait lagu “Ngelmu Pring” sebenarnya mengandung ajaran moral dan budi pekerti yang ideal bagi kehidupan masyarakat. Nilai-nilai moral dalam lirik lagu “Ngelmu Pring” diantaranya nilai-nilai moral dalam berhubungan dengan Tuhan, nilai-nilai moral individual, dan nilai-nilai moral sosial. Representasi dari nilai-nilai moral tersebut yang mampu menjadi jalan mencapai kesempurnaan hidup secara spesifik antara lain,

1. Nilai Kepasrahan dan Ingat pada Tuhan

Nilai kepasrahan tercantum pada bait pertama kalimat “pring dheling kendel lan eling”, “kendel mergo eling timbang nggrundel nganti suwing”, dan “pancen penting tumraping manungsa sing dha eling, eling awake, eling pepadhane, eling patine, lan eling Gustine” bahwa secara komprehensif maksudnya, lebih baik manusia menyibukkan diri dengan diam disertai mengingat Tuhan, kematian, dan kepada sesamanya daripada banyak berbicara namun tanpa arah yang jelas (nggrundel nganti suwing). Nilai tersebut tentu senada dengan konsep narimo ing pandum, sebagai wujud kepasrahan yang membentuk kekuatan batin dan kearifan. Sementara pada kalimat “pring kuwi suket, duwur tur jejeg, rejeki seret rasah do buneg” maksudnya, ketika seorang manusia mengalami kesulitan maka jangan sampai menjadikannya sebagai masalah yang berat, namun harus tetap fokus dan ikhlas (layaknya tanaman bambu yang tegak dan lurus) dalam menjalankan tujuan hidup sebab percaya bahwa Gusti Allah ora sare.

2. Nilai Kejujuran

Nilai kejujuran terdapat pada kalimat “dadi wong urip ojo seneng apus-apus” maksudnya, bahwa setiap manusia jangan suka berbohong karena hidup ini sejatinya bukan untuk berbohong. Berrbohong adalah tanda kemunafikan. Manusia dalam hidupnya seharusnya mampu menerapkan nilai-nilai kejujuran sebagai pondasi dalam membangun hubungan baik dengan Tuhan maupun terhadap sesamanya.

Baca Juga:  filsafat Hidup

3. Nilai Kecakapan

Nilai eksistensi diri ataupun kecakapan tercantum pada kalimat “pring petung, urip iku suwung” dan “senadyan suwung, nanging ojo podho bingung”, memberikan pesan agar setiap manusia jangan sampai kehilangan arah atau mengalami kehampaan dalam hidupnya. Sementara pada kalimat “pring wuluh, urip iku tuwuh” dan “ojo mung embuh ethok-ethok ora weruh” maksudnya, bahwa manusia harus memperhatikan atau menyerap pelajaran dalam setiap hal-hal yang dilakukannya termasuk dalam usaha menumbuhkan kecakapan dalam dirinya secara lahir maupun batin.

4. Nilai Tanggung Jawab

Nilai tanggung jawab tergambar pada kalimat “pring cendani, urip iku wani” maksudnya bahwa setiap manusia harus berani menjalani kehidupannya dengan apa yang menjadi pilihannya. Selanjutnya pada kalimat “wani ngadepi ojo mlayu mergo wedi” maksudnya bahwa manusia harus berani menjalani perjalanan hidupnya dan bertanggung jawab penuh dengan kewajiban yang dipilihnya.

5. Nilai Kekeluargaan

Nilai kebersamaan terdapat dalam kalimat “pring reketeg gunung gamping ambrol” maksudnya bahwa bambu sebagai tanaman yang hidup bergerombol dianalogikan sebagai masyarakat yang terdiri dari kumpulan berbagai karakter individu-individu yang harus mampu  bersatu. Di samping itu, tanaman bambu pasti akan bergemeretak maksudnya adalah sebagai gambaran konflik antar individu yang mungkin terjadi di sebuah tatanan masyarakat. Dari hal tersebut tentunya nilai kekeluargaan dalam kehidupan harus ditingkatkan dengan semangat gotong-royong dan menjaga kerukunan, layaknya bambu yang saling menopang dan bertumbuh bersama.

6. Nilai Toleransi atau Saling Menghargai

Nilai saling menghormati tercermin pada kalimat “nek ngono pancen penting, kabeh sing ning nggon wit pring”, sebagaimana merujuk pada segala elemen dalam masyarakat yang tentu memiliki peran, kebutuhan, dan kepentingan masing-masing. Oleh karenanya, manusia dianjurkan untuk menerapkan karakter diantaranya bermartabat, rendah hati, dapat dipercaya, berbudi baik, dan saling menghargai posisi satu sama lain. []

Baca Juga:  Kecakapan Hidup

Referensi :

Pramudya Adhy W., Representasi Nilai-Nilai Moral dalam Lirik Lagu Rap (Studi Semiotik Terhadap Lagu “Ngelmu Pring” yang Dipopulerkan oleh Group Musik Rap Rotra), SKRIPSI, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Yogyakarta, 2011

Imam Budhi Santosa, Nasihat-nasihat Hidup Orang Jawa, Yogyakarta: Noktah, 2021.

Arinda Rosalina
Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Ponorogo

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini