Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang ulama dan penulis Sufi abad ke-16, yang lahir di Barus (sekarang di Sumatera Utara). Nama “al Fansuri” sendiri berasal dari bahasa Arabisasi kata Pancur, sebuah kota kecil di pesisir barat Tapanuli tengah dekat kota bersejarah Barus. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, desa Syekh Hamzah Fansuri terkenal sebagai pusat pendidikan Islam di Aceh Selatan. Syekh Hamzah Fansuri sudah lama tinggal di Aceh. Dikenal sebagai pengikut aliran Wahdatul Wujud.
Karya Karya Syekh Hamzah Fansuri
Syair Syekh Hamzah Fansuri terdiri dari 13-21 bait. Setiap bait terdiri dari empat baris berima dengan a-a-a-a. Dengan beberapa pengecualian, jumlah kata per baris umumnya empat. Puisi Syekh Hamzah al-Fansuri sangat dipengaruhi oleh puisi Arab dan Persia (seperti Rubayat Omar Khayyam), tetapi ada perbedaan. Rima Rubaiyat adalah a-a-b-a dan Syekh Hamzah Fansuri mengenakan a-a-a-a. Dengan mengacu pada tema setiap puisi yang digubah oleh Syekh Hamzah Fansuri membahas salah satu aspek tasawuf yang dianut penyair tersebut.
Menurut peneliti, tulisan Syekh Hamzah Fansuri setara dengan tiga pamflet bergaya prosa, 32 di antaranya merupakan kumpulan puisi. Semuanya berbahasa Melayu. Ketiga risalah puisi tersebut adalah:
- Syarab al`Asyiqin (minuman semua orang yang rindu). Perjanjian tersebut berisi ringkasan ajaran Wahadat Arujud dan cara untuk mendapatkan pencerahan kepada Allah. Dijelaskan cara mendekatkan Marifa kepada Allah sesuai dengan disiplin Qodariyah.
- Asrar al’Arifin fi bayani’ Ilm al Suluk wa al Tauhid (rahasia kaum ‘arif dalam menjelaskan ilmu Suluk dan Tauhid). Disertasi ini berisi tentang penjelasan atau interpretasi puisi sufi ayat 15 yang ditulisnya sendiri tentang persoalan-persoalan metafisika dan ontologi wujudiyah.
- 3. Kitab al Muntahi (Cakrawala Jauh). Perjanjian ini berbicara tentang bagaimana alam diciptakan, bagaimana Tuhan muncul, dan bagaimana manusia mencoba kembali ke asalnya.
Ajaran Wahdat Al Wujud (Wujudiyah) Syekh Hamzah Fansuri
Syekh Hamzah Fansuri memiliki pandangan tasawuf yang berbau panteisme (wujudiyah). Ibnu `Arabi dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam pemikiran tasawuf Syekh Hamzah Fansuri melalui karyakaryanya. Bahkan Hamzah Fansuri dianggap orang pertama yang menjelaskan paham wihdat al wujud Ibnu `Arabi untuk kawasan Asia Tenggara. Syekh Hamzah Fansuri juga mengutip pendapat para sufi yang beraliran wujudiyah dan non wujudiyah untuk menjelaskan dan memperkuat pendapat Ibnu `Arabi yang dinisbatkan kepadanya, seperti Abu Yazid Al Busthami, Al Junaid Al Baghdadi, Al Hallaj, Al Ghazali, Al Mas`udi, Farid Al Din alAttar, Jalal Al Din Al Rumi, Al `Iraqi, alMaghribi Syah Ni`matullah, dan alJami. Syekh Hamzah Fansuri tidak hanya menerjemahkan dan menghimpun pendapat mereka, namun juga dengan keahlian dalam menyusun katakata sehingga sesuai dengan paham wihdat al wujud Ibnu `Arabi. Namun, Syekh Hamzah Fansuri masih disebut-sebut sebagai pengikut sekte Qadiriyah, yang dikaitkan dengan Syekh Sunni Abdul Qadir Al Jailani. Di bidang hukum, Syekh Hamzah Fansuri disebut sebagai golongan Syafi’i.
Di Nusantara, Syekh Hamzah Fansuri lebih dikenal sebagai ulama sufistik yang mengadopsi dan mengembangkan pemahaman tasawuf eksistensial yang dikembangkan oleh tasawuf sufi panties yang dijelaskan di atas. Pengertian wujudiyah (wihdat alwujud) adalah bahwa Tuhan itu konsisten dengan gagasan manifestasi ilmu-Nya yang berubah di dunia nyata (`alam al khalq). Tuhan adalah wujud mutlak, satu-satunya dalam keesaan Tuhan, dan tidak memiliki sekutu Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan itu tanzih (transendental). Manifestasi pengetahuanNya bervariasi dan memiliki penampakan lahir dan batin di samping tanzih (transenden) Dia juga tasybih (imanen).
Ajaran tasawuf Syekh Hamzah Fansuri lainnya adalah terkait dengan hakikat wujud dan penciptaan. Syekh Hamzah Fansuri melihat bahwa wujud itu hanya satu walaupun terlihat berbilang (banyak). Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (madzhar, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda di dunia ini sebenarnya merupakan pancaran (manifestasi/tajalliyat) dari yang hakiki, yang disebut al Haqq Ta`ala (Allah Swt). Dalam hal ini menggambarkan keberadaan Tuhan sebagai laut dalam yang tak tergoyahkan. Alam semesta ini adalah gelombang laut dalam bentuk dewa. Aliran esensi mutlak ini dibandingkan dengan gerakan gelombang yang menghasilkan uap, asap dan awan, yang menjadi dunia gejala. Ini disebut ta’ayyun oleh Dzat dan merupakan ta’ayyun. Ini juga disebut Tanazuru. Kemudian semuanya kembali kepada Tuhan (taraqqi). Tuhan disebut uap, asap, awan, dan hujan dan sungai, dan kembali ke laut lagi.
Bagi penganut tasawuf wujudiyah, sifat ketuhanan Rahman dan Rahim adalah cinta Tuhan kepada manusia yang terpancar dari wajah Tuhan ke mata batin manusia. Semua ciptaan yang ada di alam semesta ini adalah pancaran Raman dan Rahim-nya, sebagaimana Raman-nya berisi segalanya. Pandangan tasawuf eksistensial yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri sejak itu berkembang dari waktu ke waktu hingga menyebar ke seluruh nusantara. Tasawuf Hamzah Fansuri berdampak besar tidak hanya di Sumatera (Aceh), tetapi juga di Sulawesi, Kalimantan, Jawa, bahkan di luar negeri.
Pengaruh Tasawuf Syekh Hamzah Fansuri
Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang sangat aktif dalam mengajarkan tasawuf sesuai dengan keyakinannya. Syekh Hamzah Fansuri mempengaruhi tidak hanya wilayah Sumatera (Aceh), tetapi juga di dalam dan di luar nusantara, termasuk Jawa, Pera, Perlis, Kelantan dan Terengganu. Syekh Hamzah Fansuri menjelaskan bahwa di puncak pengaruhnya, ada yang menentang pandangannya, yaitu orang misterius ulama Sunni, yang keduanya adalah ulama terkenal dan ulama yang mumpuni. Seorang ulama Sunni yang mengkhawatirkan massa muncul. Namun, mereka yang mengerti akan memahami bahwa pandangan yang berbeda adalah hal biasa, karena setiap pandangan didasarkan pada argumen yang matang.
Pengaruh wujudiyah karya Syekh Hamzah Fansuri dalam bahasa Jawa terlihat jelas dalam karya-karya Sharab al-Ashikin dan Al Muntahi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Naskah Jawa al Muntahi adalah Cod. Itu diterbitkan di Or. Leiden No.5716, Perpustakaan Universitas Leiden. Naskah ini diterbitkan oleh Snouck Hurgronje pada tahun 1906. Naskah ini tidak hanya berisi terjemahan Al Muntahi, tetapi juga kitab Fusus Alikam Ibn’Arabi dengan terjemahan bahasa Jawa. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan spiritual antara Syekh Hamzah Fansuri dengan Ibnu `Arabi.
Terhambatnya paham wujudiyah Syekh Hamzah Fansuri pada awal masanya menurut kajian Alwi Shihab disebabkan oleh tiga kelompok penentang. Mereka adalah: pertama, kelompok kaum sufi yang melaksanakan ajaranajaran yang menyimpang dan Syekh Hamzah Fansuri berdiri di hadapan mereka sebagai pihak oposisi. Inilah yang menyulitkan Langkah Syekh Hamzah Fansuri. Dalam hal ini Syekh Hamzah Fansuri berkolaborasi dengan fuqaha` (ahli fikih) untuk menentang kelompok ini. Kedua, sekelompok ulama dan fukaha yang menyesatkan dan menyesatkan tasawuf dan menganggapnya sebagai kelompok di luar agama. Oleh karena itu, segala sesuatu yang bersumber dari tasawuf, termasuk tasawuf Syekh Hamzah Fansuri, dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan keji. Sheikh Hamza Fansuri memperingatkan kelompok ini: “Jangan takut dengan kemarahan Kadi, karena pemahaman Anda berasal dari pengetahuan tingkat tinggi. Jika Anda ingin memahami maknanya, buka tubuh Anda dan jangan memahami makna negatif Kadi.” Ketiga, Kelompok utama, penguasa , dan orang-orang kaya di negeri ini tenggelam dalam kesenangan duniawi.
Dengan demikian, dalam sejarah tasawuf di Nusantara, Syekh Hamzah Fansuri dianggap sebagai tasawuf pertama yang menulis buku tasawuf di Nusantara. Syekh Hamzah Fansuri juga dianggap sebagai pemandu untuk mengenalkan kita pada filsafat kebatinan nusantara.
Dalam perkembangan sejarah pemikiran Islam di Nusantara, Syekh Hamzah Fansuri tidak hanya dianggap sebagai pionir hadirnya aliran tasawuf wujudiyah semata, namun dalam kajian-kajian selanjutnya, Syekh Hamzah Fansuri merupakan pionir dalam kehadiran dan penelitian keislaman. budaya Nusantara secara keseluruhan. Cukup banyak karya peneliti dan peneliti yang berhubungan dengan Syekh Hamzah Fansuri dalam berbagai aspek keilmuan, antara lain tasawuf, agama, sastra, budaya, bahasa, serta karya-karya lain yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan politik. Mengenai penelitian, menurut pengamatan penulis, ada puluhan kajian tentang Syekh Hamzah Fansuri dengan berbagai aspek penelitian, antara lain: Penelitian Wan Mohammad Shaghir Abdullah yang telah menulis dua kajian, yaitu Tafsir Puisi Syekh Hamzah Fansuri dan Karya karya Sufi dan Almakrifah: Pelbagai Aspek Tasawuf di Kepulauan. Buku ini memberikan informasi tentang tokoh sufi Syekh Hamzah Fansuri yang merupakan penulis sufi terbesar Malaysia. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hadi WM. tentang Syekh Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisipuisinya. Dikatakan dalam kajian ini bahwa Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang pembaharu tasawuf.
Syekh Hamzah Fansuri dianggap orang pertama yang mengubah situasi ilmu-ilmu Islam berbahasa Arab seperti istilah MARAI Tasanwuf. Syekh Hamzah Fansuri sendiri juga meriwayatkan kitabnya Syarab Al` Asyalqin, bagi yang tidak mengerti bahasa Arab dan Persia. Sheikh Hamzah Fansuri juga dianggap sebagai orang besar yang sangat tertarik dengan bidangnya, juga ideal untuk referensi sumber Arab. Selain itu, Syekh Hamzah Fansuri memperkenalkan konsep teknis baru dalam bahasa Melayu. Sangat cocok untuk orang Melayu. []
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara, Surabaya: al-Ikhlas, t.t.
Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
Arifin, Miftah, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual dan Pemikiran Tasawuf, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Guillot, Claude & Ludvik Kalus, “Batu Nisan Hamzah Fansuri”,dalam Jurnal Terjemahan Alam & Alam Tamadun Melayu, 1, 2009.
Hadi, Abdul WM, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Bandung: Mizan, 1995.
Shihab, M. Alwi, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, Bandung: Mizan, 2001.
Solihin, M, Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia 2001
[…] studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo. Juga menekankan dirinya perihal pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi […]