Beberapa hari yang lalu ada yang bertandang ke rumah saya. Ia bercerita tentang kehidupannya yang penuh getir dengan tangisannya yang meledak-ledak. Ia bercerita tentang bunga bank yang membelitnya, rumahnya yang disita, istrinya yang minta dicerai, anak-anaknya yang menjauh.
Menghadapi orang seperti ini tidak cukup saya membacakan puisi di hadapannya. Tidak cukup pula saya berkhutbah dengan ratusan kata hikmah. Apalagi saya memvonis dia sebagai pelaku dosa, dan mengusirnya dari rumah.
Saya memulai dengan sekedar bertanya tentang bunga padanya.
“Apakah ada bunga yang tidak indah?”.
Ia menjawab dengan wajah sedikit binar,
“Tidak ada Pak, semua bunga itu indah Pak ustadz!,”.
“Itulah persepsi kita tentang bunga, sebenarnya sama dengan kehidupan kita, semuanya yang terjadi pada kita itu indah tergantung persepsi kita tentang apa yang datang kepada kita” saya sedikit berkhutbah.wkwkwkw.
Saya lanjutkan tentang bunga itu. Dia seperti benar-benar mendapatkan air segar, “Mas, demikian juga kita menilai perempuan, tidak ada perempuan itu jelek, semua perempuan itu indah, ia diciptakan Allah sedemikian indahnya, hanya berbeda bentuk dan kulit, tetapi jenisnya sama perempuan, apa bedanya bunga dengan perempuan?, bukankah tidak sedikit kita menilai perempuan dengan wajah biasa-biasa saja bahkan jelek, tetapi dia mendapatkan laki-laki ganteng? Bukankah laki-laki itu berpersepsi tentang perempuan itu berbeda dengan persepsi kita?”
Saya mencoba menggiring dia kepada sebuah persepsi tentang diri dalam menghadapi kehidupan.
“Betul juga ya Pak,?!, apakah saya salah dalam mempersepsikan masalah yang datang pada saya ya Pak?”. “Mungkin” jawabku.
Kemudian saya tutup perbincangan itu dengan perkataan Ali Thantawi yang pernah saya baca di grup I’jaz al-Qur’an wa Sihru bayan.
نفسك عالم عجيب!!!
Dirimu itu sangat unik
يتبدل كل لحظة ويتغير ولا يستقر على حال، تحب المرء فتراه ملكا، ثم تكرهه فتُبصره شيطانا، وما كان ملكاً ولا كان شيطانا
وما تبدّل! ولكن تبدلت (حالة نفسك)
Dirimu selalu berubah setiap saat, dan tidak pernah diam pada satu keadaan.
Saat engkau mencintai seseorang, maka Engkau memandangnya laksana Malaikat, namun saat engkau membencinya, engkau memandangnya bak Iblis yang menakutkan.
Apakah kau benar-benar melihat orang itu menjadi Malaikat atau menjadi Iblis, tidak kan?
Ia benar-benar tidak berubah menjadi keduanya! Tetapi yang berubah adalah dirimu (Sikap, kondisimu)
وتكون في مسرة، فَترى الدنيا ضاحكة، ثم تراها وأنت في كدر باكية، قد فرغت في سواد الحدادما ضحكت الدنيا قطّ ولا بكت! ولكن كنت أنت: (الضاحك الباكي)
Saat engkau bergembira, engkau memandang dunia seakan-akan tersenyum ria padamu, namun disaat dirimu mengalami fase jenuh, maka dunia dalam pandanganmu seakan-akan ia menangis. Semua bagai hidup dalam gelap gulita, padahal dunia tak pernah menangis dan juga tidak tertawa. Engkaulah yg tertawa dan menangis.
Persepsi tentang susuatu itulah yang selalu menggiring kita pada suatu kondisi. Bukankah sesuatu itu sebenarnya apa yang kita persepsikan?. Kadang kita menyalahkan seseorang, ia keras, ia sombong, ia sinis, ia dan ia dengan banyak kejelekan yang disandangkan padanya dan juga mungkin pada kehidupan kita.
Bukankah masalah itu pasti datang kepada siapa pun dengan jenis dan bentuknya sama pada seseorang, tetapi berbeda cara menghadapinya dan berbeda pula dalam menanggapinya, ada yang menganggap itu ujian yang akan mengantarkannya pada fase lebih indah, namun ada yang menganggap sebagai fase kejatuhannya.
Ada yang menuruti kata hatinya saja, yang melahirkan peka rasa. Ada menuruti pikirannya saja, yang melahirkan rasionalitas saja. Ada yang tidak keduanya. Ada pula yang mencoba untuk melahirkan keduanya, merasakan dan merasionalkan. Persepsi melalui rasa dan rasionalitas. []