Mari amati slogan yang ada pada gambar ini. Kemanakah arah kita berpikir jika kita menemukan slogan tersebut?
jika slogan tersebut tidak digunakan untuk membenahi diri, tapi justru untuk menyerang orang lain yang belum mampu melakukan itu,
Maka ada pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat gambar tersebut bahwa wanita solehah adalah Pertama yang tidak mengumbar, kedua yang tidak suka selfie, ketiga yang memakai baju rapat serta bercadar.
Kalau kita hanya fokus pada item itu, Kita telah mempersempit dan mengkerdilkan makna solehah, karena banyak sekali perempuan-perempuan yang memiliki predikat solihah yang sebenarnya, berjuang bagi bangsa dan negara, tapi kebetulan mereka dalam berpakaian tidaklah serapat dalam gambar tersebut dan kebetulan juga masih kerso foto
Ya setuju juga jika kita di ingatkan untuk lebih lagi dalam menjaga aurat, saya sendiri salut dan senang dengan perempuan yang tidak suka selfie, seperti diri saya ini yang masih hobi selfie dan masih belajar dalam menjaga.
Tapi bagaimanapun juga upaya memperbaiki isi hati tidak kalah penting, karena alih-alih bisa menjadi solehah tapi bisa jadi slogan dalam foto tersebut menjadikan perempuan merasa solehah sendiri, paling suci, eksklusif, dan mencukupkan diri dari muhasabah, karena sudah merasa mencapai pada titik aman.
Padahal perempuan solehah itu ya yang suka berbagi, punya kepedulian tinggi, tidak suka menghujat, menghargai tetangga,suka mempermudah urusan orang lain, senang bergaul, yang paling penting sayang pada keluarga, hormat kepada orang tua dan suami, Apalagi bermanfaat bagi bangsa dan negara seperti bu Khofifah, bu Risma, bu Yenny, bu Susie, mbak Nana dan banyak lagi wajah solehah lainnya.
Perempuan solehah yang ngerasain solehahnya itu orang-orang di sekitarnya. Apakah dia sudah peka dan peduli pada orang lain? Atau malah pokoe rapet tapi masalah kenal tonggo opo ora, omongan rada galak dan pedes, main kafir-kafiran, sebarin berita hoak gak masalah.
Kita tetaplah akan mengakui tidak sedikit orang bercadar yang hatinya baik, yang jika cadarnya dbuka dia nampak rendah hati, dengan mata tulus dan tidak sombong. Saya percaya itu. Saya sendiri pernah bertemu orang-orang luar biasa di balik cadarnya. Insyallah lebih banyak dari yang saya kenal.
Tapi, yang eksklusif dan dari sorot matanya sombong juga tidak sedikit, dan jujur, saya takut bertemu jenis niqaber yang kedua, rasany saya ini seperti bukan saudara bagi mereka.
Bagaimana bisa begitu? Bukankah kita ini Islam? Jadi stigma yang membuat kita takut pada cadar awalnya bukan semata karena kita benci pada cadar, tapi oknum dari pengguna cadar sendirilah yang menodai karakter cadar dengan cara ber-muasyaroh mereka.
Ditakutkan, slogan di dalam foto itu justru tidak hanya menjadikan kita fokus ingin berbenah mengurangi selfie dan tidak mengumbar aurat tapi malah efek sampingnya adalah, kita malah membenci mereka-meraka yang belum bisa rapat dan muncul rasa sombong dalam hati kita. Kemudian muncul pengkotakan-pengkotakan secara otomatis.
Sedangkan pendidikan karakter di pesantren sifatnya pelan-pelan, berkala, tidak ada yang instan. Mulai belajar huruf hijaiyah sampai alfiyah. Mulai belajar antri mandi sampai belajar khidmah guru yang sebenar-benarnya, bahkan kemudian khidmah di masyarakat.
Apa kaitannya ini dengan slogan itu? Kaitannya, jika orang itu belajar tidak instan, maka secara psikologis karakternya sudah stabil.
Santri senior tidak akan langsung benci pada santri baru yang didenda ketahuan SMS kang-kang. Santri senior tidak akan langsung memukul santri yang ketahuan ngintip atau melanggar jama’ah. Persis seperti ibu guru yang tidak akan memukul muridnya yang lupa menjawab PR(Pekerjaan Rumah).
Ini baru santri senior, apalagi kiainya, Mbah Kiai itu meski beliau waro’, zuhud, istikamah dalam banyak hal. Tapi tidak berarti beliau langsung duko-duko sama santri kalau belum bisa menirunya dalam banyak hal.
Ulama kita juga banyak yang duko atau tidak suka difoto apalagi fotonya disebar, tapi tidak lantas mengharamkan santrinya selfie loh ya, wong semua itu butuh proses.
Jika kita faham sebuah proses, maka kita akan lebih mengutamakan slogan-slogan yang mudah dicerna dan tidak memberatkan dan menyudutkan. Eit.. jangan dulu menuduh saya munafik tidak mau menerima ayat-ayat Allah ya.
Dalam filosofi fikih saja, Allah memerintahkan orang untuk solat juga bertahap, yang masih bisanya baca Fatihah maka tetap dirikanlah solat dengan Fatihah saja cukup. Jika Fatihah belum lancar maka sebisanya. Tapi dengan syarat nanti mau belajar dan belajar lagi.
La ini… Logikanya, orang umum baru mau belajar Fatihah tiba tiba disuruh Istikamah tahajud. Ya ngantuk lah dia. Atau bisa-bisa malah usai tahajud muncul rasa ujub, karena begitu herannya dia dengan dirinya sendiri .. karena belum kelasnya.
Yah rasa ujub itu hak asasi manusia. Tapi mari kita saling mengingatkan agar ibadah kita tidak menimbulkan rasa ujub. Karena ujub ini, kelihatannya wajar tapi jika ditabung bisa jadi gunung sombong.
sombong inilah yang paling fatal bagi kita. Sombong inilah yang bikin orang sak penake udele dewe main kafir-kafiran.
Ini bukan salah cadar. Ini salah pemikirannya, setuju?