Pengajian kitab kuning ini maksudnya adalah forum pengajian rutin yang ustaznya membacakan teks kitab berbahasa Arab secara berurutan mulai halaman pertama sampai akhir, dari bab mukadimah sampai doa penutup dan dalam berbagai fan atau bidang studi. Durasi waktunya bisa agak panjang, bahkan lebih dari satu jam, berbeda dengan model tayangan online yang singkat hanya beberapa menit saja.

Pengajian kitab kuning ini juga berbeda dengan pengajian online para ustaz atau mubalig yang membahas topik atau isu tertentu saja yang aktual, atau cuplikan bagian pengajian yang menarik dalam durasi beberapa menit saja. Pengajian kitab kuning ini formatnya hampir sama dengan yang diselenggarakan di pesantren atau rutin di masjid atau musala, hanya saja kali ini ditampilkan melalui jaringan internet dan bisa diakses dari banyak tempat.

Sebenarnya pengajian kitab kuning dari bilik pesantren yang disiarkan secara online ini sudah dimulai belasan tahun lalu. Namun ketika itu hanya kiai tertentu saja yang kebetulan didukung oleh tim kreatif. Pengaksesnya pun tidak banyak. Wabah Covid-19 yang di ikuti dengan proses migrasi online yang cukup pesat ini juga mempercepat proses hijrahnya pengajian kitab kuning ke dudi (dunia digital) yang tersambung dengan jaringan internet dan didukung oleh banyak sekali platform media sosial. Satu lagi, gratis memanfaatkan paket data yang ada di telepon pintarnya.

Proses hijranya pengajian kitab kuning ke dudi itu lebih cepat lagi karena kebetulan berbarengan dengan Bulan Ramadan, bulan penuh dengan pengajian kitab kuning atau pesantren kilat. Untuk menghindari risiko penyebaran virus, pesantren-pesantren diliburkan, aktivitas berkumpul di masjid dan musala dilarang, maka tidak ada pilihan lagi, pengajian kitab kuning harus berhijrah ke dudi.

Beberapa alumni pesantren atau para jamaah muslim kota yang pernah mengikuti pengajian kitab kuning seringkali merindukan pengajian kitab kuning. Kali ini kerinduan mereka berbalas. Sekarang ini banyak sekali ustaz yang menyelenggarakan pengajian kitab kuning dari pesantrennya atau dari bilik rumahnya. Fannya pun banyak sekali, tinggal pilih. Ada bidang akidah atau tauhid, tasawuf atau akhlaq, fikih, Al-Qur’an atau tafsir, hadis, tata bahasa Arab, dan bahkan beberapa ustaz berani membaca kitab-kitab kelas berat yang biasanya ditujukan untuk para santri senior.

Baca Juga:  Perkuat Nilai Keaswajaan, Fatayat NU Kemayoran Adakan Pengajian Online Bulanan

Ketika pengajian dimulai, link pengajian onlinenya segera tersebar di grup-grup whatsApp alumni pesantren atau grup keluarga santri yang berada di berbagai daerah, bahkan di luar negeri. Para anggota grup ini juga pasti tergabung dalam grup-grup lain, dan biasanya sigap menyebarkan link pengajian ke banyak grup sehingga memungkinkan satu pengajian bisa tersebar secara acak ke berbagai lapisan masyarakat.

Apakah format pengajian kitab kuning di dunia online perlu berubah sesuai dengan kemauan masyarakat digital? Bisa perlu, bisa juga tidak. Perlu sebatas teknis saja agar lebih enak disimak dari jauh: pemilihan jaringannya, cara penempatan kamera, pencahayaan, background dan lain-lain. Jika memungkinkan, nanti setelah selesai pengajian, bagian dari pengajian yang dinilai penting dan perlu mendapatkan penekanan bisa dipotong-potong dalam durasi beberapa menit untuk di share lebih luas lagi. Selebihnya, pengajian kitab kuning ini biarlah berlangsung seperti biasa. Masyarakat muslim kota juga perlu dikenalkan model pengajian seperti ini, lebih mendalam dan utuh dari alif sampai ya’; tidak hanya potongan bagian tertentu saja.

Apakah masih ada keberkahan dalam pengajian kitab kuning dengan gaya baru ini? Kalau saya boleh menjawab, ada. Berbeda dengan media elektronik TV dan radio, lewat jaringan internet para jamaah atau santri bahkan bisa bertatap muka dan berinteraksi langsung dengan ustaznya, sama persis seperti ketika belajar langsung. Transfer ilmu masih bisa berlangsung seperti biasa, asalkan para jamaah atau santri memegang kitab kuning, lengkap dengan alat tulisnya, dan siap dengan busana mengaji: seakan-akan mereka ketika itu sedang berhadapan langsung dengan gurunya. Jika perlu, mulai mengaji dengan berwudu terlebih dahulu.

Jangan lupa, perlu ada sedikit rezeki yang ditransfer ke guru atau didonasikan ke tim kreatifnya; biar tidak hanya berkah ilmunya tapi juga berkah rezekinya. [HW]

A Khoirul Anam
Dosen UNUSIA Jakarta dan Redaktur NU Online.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini