Perkembangan Covid-19 di Indonesia selama Bulan Ramadan 1441 H belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Hingga tulisan ini dirilis, www.kompas.com menginformasikan bahwa pada Kamis 21 Mei 2020 jumlah kasus infeksi coronavirus di dunia telah menembus angka 5 juta orang, sedangkan di Indonesia jumlah kasus infeksi coronavirus telah menembus angka 21.000 orang dengan rincian 14.046 orang dirawat, 1278 orang meninggal dunia, dan 4838 orang sembuh. Kecenderungan kurva pada grafik kasus Covid-19 juga belum menunjukkan tanda-tanda akan menurun secara signifikan, seperti yang dapat diakses melalui laman www.covid19.big.go.id yang dikembangkan oleh Badan Informasi Geospasial.

Skenario dan prediksi pandemi Covid-19 di Indonesia juga masih sangat dinamis. Simulasi yang dirilis oleh Singapore University of Technology and Design (SUTD) masih terus berubah, yang awalnya Indonesia diprediksi akan mengakhiri pandemi Covid-19 pada Bulan Juni, kemudian mundur hingga Bulan September. Bahkan seperti yang dilansir oleh www.cnbc.com, SUTD kembali merevisi prediksinya, kali ini pandemi Covid-19 akan berakhir pada 7 Oktober 2020. Skenario dan prediksi yang dipublikasikan pakar matematika di Indonesia cenderung lebih optimis. Namun demikian, skenario dan prediksi matematis dari pihak manapun masih berpotensi untuk terus berubah bergantung pada dinamika data dan metode simulasi yang digunakan.

Bertepatan pada Bulan Ramadan ini juga Presiden RI Joko Widodo, seperti yang dilansir oleh berbagai media, mengajak masyarakat untuk hidup berdamai dengan coronavirus. Pernyataan tersebut menuai kontroversi pada banyak kalangan, sebagian kalangan menolak istilah tersebut dengan alasan bahwa coronavirus adalah virus yang ganas dan menyerang manusia tanpa pandang bulu. Pimpinan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof. Amin Soebandrio memandang bahwa penggunaan istilah hidup berdamai dengan coronavirus kurang tepat, istilah yang lebih tepat digunakan adalah berdampingan dengan coronavirus.

Baca Juga:  Tawasul (di Medsos) Sebagai Ikhtiar Melawan Pandemi

Berdamai dan berdampingan mempunyai makna yang berbeda. Berdamai menurut KBBI berarti berhenti bermusuhan atau berbaik kembali. Sedangkan berdampingan menurut KBBI berarti berdekatan, berhampiran, bersama-sama (ada, hidup). Menurut Prof. Amin Soebandrio, seperti yang dilansir oleh www.detik.com, menjelaskan bahwa berdampingan dari sudut pandang Virologi lebih dapat diterapkan. Berdampingan berarti terus mempelajari karakteristik coronavirus dan mengupayakan pencegahan penularannya, seperti halnya berdampingan virus influenza, demam berdarah dan lain sebagainya.

Upaya berbagai pihak sejak awal penyebaran coronavirus di Indonesia layak untuk diapresiasi oleh masyarakat, walaupun tidak dapat diabaikan masih ditemukan banyak kekurangan. Peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang marak diberitakan oleh berbagai media menimbulkan gelombang kekhawatiran di benak masyarakat, namun sikap optimis bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia akan berakhir harus terus dipupuk. Penggunaan istilah berdampingan dengan coronavirus bagi masyarakat harus disertai dengan menyuburkan sikap optimis dan meningkatkan kesadaran untuk mengikuti protokol kesehatan yang diberlakukan.

Berdampingan dengan coronavirus dengan mengikuti protokol kesehatan yang diberlakukan jangan sampai menjadikan kualitas hidup masyarakat menurun, khususnya dalam bidang perekonomian. Berbagai kalangan memanfaatkan momentum Bulan Ramadan 1441 H untuk meningkatkan semangat gotong royong melalui berbagai program donasi, sedekah, dan zakat atau mungkin sekedar memviralkan hastag sosial seperti #salingjaga dan #dirumahsaja. Salah satu program donasi yang telah berjalan adalah Kado Lebaran untuk Guru Ngaji Tercinta yang dikoordinatori oleh Lembaga Rabithah al-Ma’ahid Islamiyyah (RMI) PBNU.

Bulan Ramadan tahun ini menjadi saksi peluncuran produk inovasi anak bangsa oleh Presiden RI Joko Widodo untuk percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia. Seperti yang dilansir oleh berbagai media, produk inovatif tersebut yaitu RT-PCR kit, rapid diagnostic test IgG/IgM, emergency ventilator, imumodulator, terapi plasma convalescent, unit laboratorium bergerak dengan biosafety level (BSL) 2, kecerdasan buatan pendeteksi Covid-19 dari hasil sinar-X, robot medis dan penyinaran UV, serta air purifying respirator. Selain itu, pada pertengahan Bulan Ramadhan ini LBM Eijkman telah berhasil mengidentifikasi urutan genom lengkap coronavirus Indonesia. Vaksin yang dikembangkan oleh negara lain belum tentu sesuai dengan coronavirus di Indonesia, selain itu untuk menghindari bisnis medis internasional yang berpotensi merugikan Negara. Urutan genom coronavirus dari pasien Covid-19 di Indonesia merupakan informasi penting yang mendasari penelitian dan pengembangan vaksin dan obat-obatan yang spesifik untuk Covid-19 di Indonesia. Kemandirian bangsa Indonesia untuk terus berinovasi menjadi salah satu kunci penurunan pandemi ini.

Baca Juga:  Menyambut Hari Kemenangan di Tengah Pandemi Covid-19

Bulan Ramadan tahun ini menjadi saksi berbagai ikhtiar pemerintah dan banyak pihak di atas diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat untuk berdampingan dengan coronavirus. Sangat terbuka bahwa ikhtiar dan pencapaian positif akan terus bermunculan dari pemerintah dan berbagai pihak pada bulan-bulan berikutnya. 1 Syawal 1441 H memang tidak sama dengan momentum lebaran pada tahun-tahun sebelumnya, terutama karena munculnya himbauan untuk melaksanakan salat Idulfitri di rumah masing-masing. Walaupun terkesan tidak nyaman, namun himbauan ini harus dilaksanakan oleh masyarakat karena salah satu simulasi matematis menjelaskan bahwa Bulan Mei merupakan puncak pandemi coronavirus di Indonesia.

1 Syawal 1441 H merupakan momentum yang tepat untuk memulai hidup berdampingan dengan coronavirus. Kedisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan menjadi kunci untuk menurunkan kurva pandemik Covid-19 di Indonesia. Normal baru (new normal) yang telah diwacanakan oleh berbagai pihak sejatinya secara alamiah telah diimplementasikan oleh masyarakat sejak kehebohan awal berita pandemi ini menyebar di Indonesia. Pelonggaran PSBB pada masa mendatang tidak boleh menurunkan kewaspadaan masyarakat dan pemerintah terhadap pandemi Covid-19. Perumusan perilaku normal baru yang tidak beresiko melunturkan budaya dan kearifan lokal sedapat mungkin segera didiskusikan dan diproduksi oleh para pemikir dan pihak yang terkait, misalnya normal baru untuk kehidupan persekolahan dan kehidupan pondok pesantren. Secara historis, bangsa Indonesia terkenal dengan daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai problematika kebangsaan dan kenegaraan, tentu hidup berdampingan dengan coronavirus dengan menerapkan protokol kesehatan bukan hal yang sulit bagi bangsa ini hingga pada vaksin dan obat-obatan ditemukan dalam waktu dekat nanti. [HW]

Abdul Basith
Doktor bidang Biologi, Pengurus Yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini