Berbeda dengan Ramadan tahun lalu, pelaksanaan ibadah puasa tahun ini dipastikan akan sangat berbeda akibat covid-19. Komunitas muslim di Belanda pun mengikuti kebijakan pemerintah Belanda melakukan pembatasan sosial ini dengan menutup masjid hingga 1 Juni 2020. Ini berarti pelaksanaan ibadah salat berjamaah dan salat tarawih ditiadakan hingga tanggal itu. Selain itu karena pemerintah Belanda melarang penyelenggaraan event yang mengumpulkan orang dalam jumlah besar hingga 1 September 2020, komunitas muslim terpaksa harus menata ulang atau bahkan meniadakan salat pada hari Raya baik Idulfitri maupun Iduladha.

Kebersamaan antar komunitas orang Indonesia di Belanda juga terpaksa harus dibatasi. Jika tahun lalu, para mahasiswa di Leiden melaksanakan tradisi “Megengan” menyambut puasa dengan berkumpul bersama membaca doa, tahlil dan saling sumbang makanan, tahun ini nampaknya tradisi itu terpaksa disesuaikan. Beberapa teman menginisiasi pengajian online, membaca tahlil, Rotibul haddad dan doa lain secara online melalui aplikasi zoom.

Tahun lalu saat keadaan masih normal pun, puasa di saat musim panas merupakan hal yang sangat menantang. Durasi waktu puasa di Belanda terbilang cukup lama, kurang lebih 17 jam membuat kita harus pintar menjaga kondisi badan tetap sehat. Jarak antara waktu berbuka dengan sahur juga cukup singkat, kurang dari 6 jam. Karenanya, saya beserta suami harus dapat mengatur waktu dengan baik antara waktu berbuka, salat magrib, salat isya, salat tarawih sampai waktunya sahur dan salat Subuh.

Jika di Malang, lantunan shalawat dan tarhim terdengar dari pengeras masjid atau musala secara langsung menjadi pengingat waktu sahur dan menemani waktu memasak maupun makan sahur, di Leiden, kami sekeluarga mengandalkan suara alarm dari ponsel dan menyetel saluran TV dengan program acara dari Maroko atau Turki dengan lantunan lagu-lagu islami untuk menemani memasak dan makan sahur. Waktu Subuh pun mengandalkan jadwal dari Masjid milik komunitas Maroko di Leiden dan suara azan dari ponsel. Pagi hari biasanya dilanjutkan bersepeda membonceng anak pergi ke sekolah. Setelahnya saya dan suami akan langsung menuju ke kampus. Di waktu normal sebelum pandemi, kegiatan di kampus dimulai dari pagi sampai menjelang sore.

Baca Juga:  Ijazah KH Hasyim Asy’ari kepada Kiai Luqman Tremas

Selama bulan Ramadan, saya sekeluarga biasanya menjalankan salat berjamaah di rumah. Saya tidak melakukan ibadah salat isya dan tarawih berjamaah di masjid, karena pertimbangan jarak lokasi rumah kami yang lumayan jauh dari masjid dan waktu pelaksanaan salat tarawih yang cukup malam (menjelang jam 12 malam) dan berdekatan dengan azan Subuh jam 3 pagi. Meski sesekali suami menyempatkan untuk ikut melaksanakan salat berjamaah di masjid pada malam hari saat keesokan harinya anak-anak libur sekolah.

Perayaan hari Raya Idulfitri di Belanda pun jauh dari tradisi yang ada di Indonesia. Karena hari Raya Idulfitri bukan merupakan hari libur nasional di Belanda, sehingga kegiatan kampus tetap berjalan seperti biasa. Jika perayaan Idulfitri itu berlangsung di waktu hari kerja maka biasanya kami ijin satu hari untuk tidak datang ke kampus, begitu juga dengan anak-anak yang juga izin tidak masuk sekolah. Saat lebaran inilah kerinduan mendengar Takbir begitu membuncah. Kami memilih salat di Masjid Al Hikmah di Den Haag yang dikelola jamaah Nahdliyyin asal Indonesia di Belanda untuk merasakan suasana ala Indonesia. Untuk mengatasi kerinduan terhadap keluarga besar di Malang, selepas salat Idulfitri kami langsung menghubungi keluarga melalui ponsel.

Puasa dan peringatan hari raya Idulfitri tahun ini pastilah tidak akan sama. Tidak hanya di Belanda namun juga di Indonesia. Meskipun berat menahan keinginan untuk bertemu orang lain terutama yang sudah sepuh atau tua karena rentan terpapar virus, tapi ini harus dilakukan untuk menyelamatkan mereka dari wabah ini. Akhirnya, semoga kita semua dapat melewati pandemi ini dengan baik dan segera berakhir tanpa ada satupun keluarga kita yang terdampak. [HW]

Ruly Wiliandri
Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang, Ph.D Researcher di LEAD Programme Universitas Leiden.

    Rekomendasi

    Ketemuan (2)
    Cerpen

    Ketemuan (2)

    “Jadikan masa lalumu sebagai pelajaran, dan perbaiki di masa depan” Aku terbangun dalam ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini