Tafsere Akorang Ma’basa Ugi : Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Bugis.

Tafsir yang ada pada saat ini ada yang bersampul hitam dan ada juga yang berwarna biru dengan judul dalam bahasa Arab  di bagian tengahnya  تفسير القرآن الكريم (Tafsir al-Qur’an al-Karim) dan terdapat judul berbahasa bugis lontara‚ Tafsere Akorang Ma’basa Ugi di bagian atasnya.

Dari sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa tafsir ini awalnya ditulis oleh Tim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan yang diketuai oleh Anregurutta H. Abd Muin Yusuf sebagai Ketua Umum MUI Sulawesi Selatan pada masa itu, bersama anggota timnya menyusun tafsir dalam bahasa Bugis sebanyak 30 juz, awalnya tafsir ini terdiri dari 10 jilid, kemudian kitab ini dicetak ulang dan diperbanyak oleh MUI Sulawesi Selatan, dan terjadi perubahan jumlah jilidnya menjadi 11 jilid pada awalnya 10 jilid memuat 3 juz tetapi karena jilid ke-10 ini dinilai terlalu tebal sehingga dibagi menjadi 2 jilid.

Kitab tafsir yang ditulis dalam bahasa Bugis ini mulai dirintis penulisannya sejak tahun 1988 dan selesai ditulis pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 1996 bertepatan dengan tanggal 01 Jumadil Akhir 1416 di Ujung pandang.

Tafsir ini dicetak pada tahun 2008 dengan judul Tafsir al-Muin, menurut Muhammad Yusuf dalam hasil penelitiannya bahwa terjadi distorsi sejarah sehingga ada kesan bahwa tafsir ini ditulis sendiri oleh Anregurutta, padahal berdasarkan fakta sejarah bahwa tafsir ini ditulis oleh Tim Mejelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan.

Sebagaimana dapat dibaca dalam muqaddimah tafsir pada juz 1 disebutkan bahwa tafsir ini dibantu oleh beberapa ulama sebagai tim penyusun yaitu; Drs. H. Ma’mur Ali, KH. Hamzah Manguluang, KH. Muhammad Junaid Sulieman, H. Andi Syamsul Bahri, MA., KH. Mukhtar Badawi.

Baca Juga:  Mempertanyakan Kebenaran

Sedangkan nama-nama ulama lainnya yang turut membantu namun tidak disebut dalam muqaddimah kitab tafsir tersebut, tetapi disebut dalam hasil penelitian adalah seperti Anregurutta H. Farid Wajdi, MA., Anregurutta H. Wahab Zakariya, MA. (w. 2012), Dr. H. Abd. Rahim Arsyad MA., KH.M. Harisah, kumpulan dari beberapa tulisan dalam bahasa bugis itu kemudian di perbaiki dan diedit kembali oleh H. Andi Syamsul Bahri Galigo, MA di bantu beberapa orang. Tafsir ini di tulis oleh dua orang sekertaris, yaitu murid Anregurutta H. Abdul Rahman Ambo Dalle, bernama sultan dan khatimah. Sejumlah ulama ini yang membantu Anregurutta tetapi kejutan dalam penulisan tafsir ini di lakukan sekitar 70% oleh Anregurutta, hal inilah yang boleh jadi di katakan bahwa penulis utama dari tafsir adalah Anregurutta Muin.

Namun beliau tetap mencantumkan nama-nama ulama lainnya yang memiliki kontribusi sebagai bentuk penghargaan kepada mereka dan agar masyarakat Sulawesi Selatan dapat mengetahui tafsir ini yang merupakan karya yang lahir dari semangat persatuan ulama Sulawesi Selatan.

Dan boleh jadi karena ketawadhuannya dalam tafsir ini nama Anregurutta H. Abd Muin Yusuf sendiri tidak di cantumkan sebagai penulis utama. Kecuali setelah beliau wafat dan di terbitkan atas kerjasama pemerintah kabupaten sidrap dan PP. Al- Urwatul Wutaso Kab. Sidrap dengan cover yang baru dengan nama tafsir al-muin pada penerbitan tahun 2008.

Terjadinya perubahan nama judul tafsir itu sejak 2008 menurut abd. Kadir M. Didasari oleh beberapa pertimbangan dan alasan anatara lain. 1. Adanya permintaan dari pihak pemerintah daerah dan di setujui serta diamini oleh pihak keluarga PP. Urwah al-Wusttaqa untuk mengabdikan nama Anregurutta sebagai  tokoh ulama kharismatik dan muffasir yang berasal dari Sidrap. 2. Setelah di konfirmasi dari orang-orang yang ikut terlibat atau tim penyusun dalam penulisan  tafsir ini mereka tidak merasa keberatan dan tidak mengajukan protes atas perubahan nama itu karena mereka meyakini bahwa pemberian nama tersebut memang sangat layak untuk kitab tafsir itu sebab Anregurutta yang lebih mendominasi dalam penyusunan tafsir ini bahkan anggota lain hanya sekedar teman curhat dari penulis itu.

Baca Juga:  Tafsir Al-I'jaz Fi Taisir Al-I'jaz Al-Anbiya': 30-31

Dari segi hukumnya, maksud dan tujuan penulisan tafsir ini adalah fardhu kifayah, majelis Ulama melalui MUI bertanggung jawab melakukan penafsiran al-Qur’an untuk membantu umat islam memahami kitab sucinya. Pandangan inilah yang memotivasi MUI untuk melakukannya secara kolektif.

Selain untuk meringankan pelaksanaannya juga karena menafsirkan al-Qur’an merupakan kewajiban kolektif maka upaya menafsirkan al-Qur’an di lakukan bersma tim dari para ulama. Sebagai ulama, menafsirkan al-Qur’an di lakukan bersama tim dari para ulama. Sebagai ulama, menafsirkan al-Qur’an merupakan tanggung jawab soal keagamaan, al-Qur’an di turunkan dalam bahasa arab yang tentu saja tidak semua orang mampu memahaminya, khususnya non arab.

Umat Islam harus di dekatkan kepada al-Qur’an agar dapat di pahami dalam konteks budaya dan sosial dan latar belakangnya, dengan dasar ini MUI melakukan penafsiran al-Qur’an dengan menghimpun potensi-potensi ulama dengan kepada beberapa kitab tafsir standar.

Dalam kata pengantarnya disebutkan, Anregurutta termotivasi dari QS. Al-Hajj (22): 40 Terjemahnya: Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Ayat inilah sebagai pendorong dirinya untuk melakukan kegiatan penafsiran ini. Ayat ini dijadikan dasar ideologi untuk melakukan pekerjaan yang sulit, yaitu kegiatan tafsir al-Qur’an

Dalam perjalanannya, tafsir ini ternyata tidak digunakan kepada kegiatan yang berorientasi akademik, karena terbukti bahwa tafsir ini tidak menjadi referensi atau bacaan wajib di Pesantren Al-Urwatul al-Wutsqa sendiri, justru yang digunakan adalah tafsir al-Jalalain, penelusuran ini sesuai dengan informasi yang didapatkan penulis dari alumni pesantren Al-Urwatul al-Wutsqa, Abdul Wahid S, bahwa kitab tafsir ini tidak pernah diajarkan secara khusus bahkan tidak masuk dalam kurikulum pesantren, hanya saja digunakan sebagai bahan dakwah dan masyarakat.

Baca Juga:  Tafsir Surat An-Nisa Ayat 3: Hikmah Poligami yang Dilakukan Rasulullah

Dengan demikian kehadiran kitab tafsir ini diharapkan agar masyarakat muslim suku Bugis dapat mempelajari serta memahami al-Qur’an dengan mudah dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dan tafsir ini diperuntukkan untuk masyarakat luas khususnya muslim suku Bugis. Di samping itu, penulisan tafsir ini juga atas desakan berbagai pihak, seperti pemerintah provinsi, pengurus dan anggota MUI serta masyarakat.

Secara spesifik tujuan dari penulisan tafsir ini, sebagaimana di paparkan oleh muhammad yusuf yaitu sebagai penjelasan al-Qur’an untuk memudahkan pembacanya, upaya melestarikan khazanah budaya lokal, untuk  mengatasi kelangkaan tafsir berbahasa bugis, dan untuk menjadi sumber inspirasi generasi sesudahnya. Sebagaimana di uraikan bahwa tafsir ini sebagai: a. Penjelasan yang bertujuan memudahkan umat islam khususnya orang bugis dalam memahami al-Qur’an, penulisan tafsir ini di dorong oleh sebuah realitas bahwa mayoritas umat islam di sulawesi  selatan saat itu mengalami kesulitan dalam memahami al-Qur’an, dan melalui tafsir berbahasa arab sehingga bahasa bugis di harapkan menjadi media  yang memudahkan bagi mereka untuk melestarikan bahasa bugis. []

Neny Muthiatul Awwaliyah
Dosen IAIN Salatiga (Fakultas Usuluddin Adab dan Humaniora)

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka