Sudahkah Kita Memahami Hadis Sahih sebelum Menuduh Orang Lain Tidak Nyunnah

أولها صحيح وهو ما اتصل # إسناده ولم يشذ أويعل

Kawitane Shohih kang sambung sanade # Ora ilal lan syadz iku terusane

يرويه عدل ضابط عن مثله # معتمد في ضبته و نقله

Kang podo adil lan dhobit rowine # Den percoyo apalan lan tukilane

Dewasa ini begitu banyak hadis bertebaran di media sosial. Modelnya dengan mengutip sebagian matan, tanpa adanya penjelasan mengenai sanad kemudian dijelaskan maknanya. Dengan embel-embel sahih, hadis tersebut bisa saja langsung menyalahkan pemahaman islam sebagian dari kita. Saya pribadi sangat tercengang melihat penyampaian hadis model begini, bagaimana tidak, kesahihahnya saja belum dibuktikan dan langsung saja menuding golongan sesat bagi yang tidak mengamalkan hadis tesebut.

Kita sebagai masyarakat islam yang cerdas haruslah bisa selektif dalam menerima informasi hadis seperti ini. Patut kita tau bahwa hadis sahih memiliki banyak syarat dan diantara para ulama syarat tersebut menuai banyak sekali perbedaaan. Menurut Sayyid Muhammad Maliki hadis sahih adalah hadis yang mengandung lima tinggi-tingginya sifat kabul. Lima sifat inilah yang akhirnya menjadi syarat dari hadis sahih itu sendiri. Mengenai lima sifat ini mari kita simak beberapa paparan di bawah ini dengan seksama.

Pertama, sambungnya sanad, maknanya setiap rawi dari seluruh periwayatnya benar-benar menerima hadis itu dari orang diatasnya secara langsung. Keadaan ini haruslah terjadi dari awal hingga akhir sanad.

Kedua, adilnya setiap periwayat, maknanya bahwa diwajibkan bagi seluruh periwayat hadis sahih dari awal hingga akhir sanad memiliki sifat adil. Adil disini yang dimaksud adalah beragama Islam, telah baligh dan berakal sehat.

Ketiga, dhabitnya setiap periwayat, maknanya bahwa setiap periwayatnya haruslah memiliki kekuatan untuk menjaga (baca: mengingat) dan menunjukan hadis. Dhabit  ini terbagi menjadi dua. Satu dhabit dengan hafalan dan dua dhabit dengan tulisan. Maksud dari dhabit ini adalah apabila ia ditanya mengenai hadist tentang suatu hal ia bisa langsung menunjukan hadist yang menjelaskan hal tersebut dengan cepat dan tepat.

Baca Juga:  Abadilah, Siapa Mereka?

Empat, tidak adanya ‘illat, ‘illat adalah penyebab yang samar dan tersembunyi yang dapat merusak kesahihan hadis. Walaupun sebenarnya secara dhohir hadis tersebut terlihat sahih.

Kelima, sepi dari syadz. Syadz adalah bertentangannya sebuah hadis dengan hadis yang diriwiyatkan oleh periwayat lain yang lebih terpercaya dari periwayat hadis tersebut.

Contoh hadis sahih dan penjelasannya adalah sebagaimana perkataan Dr Mahmud Thahan dalam kitabnya Taysir fi Musthalahil Hadis:

قال البخارى (حدثنا عبدالله بن يوسف قال أخبرني مالك عن إبن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطور)

Hadis ini sahih karena :

  • Sanadnya Muttasil, setiap periwayatnya benar-benar menerima hadis langsung dari orang di atasnya dan bersambung sampai kepada Nabi SAW. Adapun ‘an’anah Malikmalik, ibnu Shihab dan Jubair termasuk bersambung karena mereka bukan seorang mudallis (pendusta).
  • Setiap periwayatnya adil dan dhabit, berikut komentar para ulama mengenai periwayat hadist ini:
  • Abdullah bin Yusuf : Terpercaya
  • Malik bin Anas : Seorang imam yang mencapai kedudukan hafidz, yakni gelar bagi seorang yang hafal tak kurang dari 100.000 hadis.
  • Ibnu Syihab Az-Zuhri : Ahli Fiqih yang hafidz dan disepakati keagungan kecerdasannya
  • Muhammad bin Jubair : Terpercaya
  • Jubair bin Mut’im : Sahabat, setiap sahabat yang meriwayatkan hadist dihukumi adil
  • Hadis tersebut tidak menyalahi riwayat periwayat yang lebih terpercaya dari periwayat hadis tersebut
  • Hadis tersebut tidak mengandung illat yang dapat merusak kesahihan hadist

Hukum mengamalkan hadis sahih adalah wajib menurut kesepakan ahli hadis. Akan tetapi walaupun begitu kita tidak boleh menyalahkan orang yang tidak mengamalkan hadis yang kita yakini sebagai hadis sahih. Sebab bisa jadi mereka memiliki rujukan hadis yang menurut mereka lebih sahih daripada hadis yang ada pada kita ini. Lana a’maluna wa lakum a’malukum.

Berikut kitab-kitab yang mengandung banyak sekali hadis sahih :

  • Kitab Sahih Bukhari karya Imam Bukhari, Seorang ahli hadis yang bernama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin bardizbah Al-Bukhari. Lahir pada Jum’at 13 Syawal 194 H dan wafat pada malam Sabtu 256 H. Kitab sahih milik beliau ini adalah kitab yang disepakatii para ulama bahwa kesahihannya di bawah Kitab Suci Al-Quran.
  • Kitab Sahih Muslim karya Imam Muslim, Seorang ahli hadis kelahiran Naisabur ini bernama asli Abu Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi. Lahir pada 206 H dan wafat pada 261 H. Dalam metode penulisan kitab Sahih Muslim ini dikatakan lebih baik dari pada Sahih Bukhari, hal ini dikarenakan sistematikanya yang menyebutkan satu hadis kemudian menyebutkan beberapa hadis yang berhubungan dengannya.
Baca Juga:  Rekonstruksi Ilmu Hadis di Abad Pertama dan Kedua Hijriah

Dalam tingkatannya, hadis Sahih terbagi menjadi dua yaitu hadis Sahih lizatihi dan hadis sahih lighairihi. Hadis Sahih lizatihi adalah hadis sahih seperti pengertian di atas. Sedangkan hadis sahih lighairihi adalah hadis hasan yang memiliki periwayatan lain yang sama atau lebih terpercaya darinya. Untuk contoh hadis sahih lighairi, saya ambil dari kitab Syarah Bulughul Umniyah karya salah satu doktor ilmu hadis Indonesia, berikut penjelasannya.

قال الترمذي حدثنا كريب قال حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال( لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل الصلاة)

Ada salah satu periwayatnya yaitu Muhammad bin Amr, ia termasuk orang yang tingkat keterpercaanya lebih rendah dibanding dengan periwayat hadis sahih lainnya. Oleh karena hal tersebut hadis ini menduduki kedudukan hadis Hasan. Akan tetapi ada banyak periwayatan lain yang mendukung makna hadis ini, maka dengan itu hadis ini naik pada tingkatan hadis sahih lighairi. Adapun hadis pendukung lainnya terdapat dalam  riwayat Imam Bukhari nomor 847, Imam Muslim nomor 252, lmam Abu Dawud nomor 46, Imam Nasa’i nomor 7 dan Imam Ahmad nomor 7335.

Dari paparan ringkas di atas, akhirnya kita bisa sedikit mengetahui betapa untuk satu fan ilmu, semisal Hadis saja, nyatanya memiliki kompleksitas yang sedemikian rupa. Oleh karena itu, kita tidak boleh terburu-buru menjastifikasi sebuah hadis bila kita tidak memiliki ilmunya. Lebih-lebih menghujat orang lain karena perbedaan pendapat. Apalagi jika kita tidak memiliki perangkat keilmuan yang memadai namun terlalu bersemangat menyalah-nyalahkan orang lain yang justru memiliki kepakaran di bidang agama. Semoga kita tergolong sebagai orang yang lebih fokus menyibukkan diri pada keilmuan bukan pada tindakan gemar menyalah-bid’ahkan amaliah orang lain. [HW]

Muhamad Rofiq Maulana
Siswa MANPK Jombang, pegiat di Pena PeKa Denanyar dan admin akun IG @Muhibbin.Sunnah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini