“Ramadan perlu terus dijaga kemuliannya, sehingga bisa berkontribusi untuk membentuk insan kamil” – Rochmat Wahab

Secara fitrah manusia itu diciptakan oleh Allah swt dalam bentuk yang terbaik atau sempurna. Kemudian dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali yang beriman dan beramal sholeh. Di sinilah manusia diciptakan dan kejadian berikutnya benar-benar dinamis. Manusia sendiri yang menentukan kehidupan selanjutnya, mau menjadi tetap baik, atau justru menjadi tidak baik. Manusia lahir terbekali dengan spirit malaikat dan spirit syaitan. Untuk supaya manusia dalam proses hidupnya tetap baik, lebih jauh dari itu menjadi utuh, Allah swt menghadirkan bulan Ramadan dapat memberikan kontribusi yang bermakna.

Manusia itu pada hakekat kejadiannya berproses mulai dari tanah atau segumpal darah, yang selanjutnya menjadi segumpal daging dan akhirnya ditiupkan ruh ke dalamnya oleh malaikat dengan empat ketentuan, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya (HR Bukhori). Kejadian manusia pada esensinya terdiri atas unsur jasmaniah dan ruhaniyah yang secara detail berupa fisik, akal, emosi, sosial, dan spiritual merupakan suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Setiap unsur tidak bisa dipisah-pisahkan, karena jika dipisah-pisahkan martabat manusia menjadi turun. Karena itu kejadian manusia harus diarahkan menuju bangunan yang utuh. Yang satu dan lainnya saling terkait dan saling mendukung dengan dilandasi oleh unsur spiritual, moralitas, atau religiusitas. Manusia yang beriman lebih mulia daripada makhluk mati, tumbuh-tumbuhan, dan hewan, bahkan manusia yang tak beriman.

Bulan Ramadan hadir diharapkan mampu berkontribusi untuk menjaga dan meningkatkan kemuliaan manusia. Mengapa demikian, karena Ramadan berpotensi mendorong berbagai amalan yang mampu meng-upgrade harkat umat beriman ke derajat lebih tinggi yang ditandai dengan perbaikan semua unsur kehidupan manusia.

Baca Juga:  Mengenal Al-Jili dan Teori Al-Insan Kamil (2): Kemunduran Islam dan Kitab Al-Jili

Pertama, dengan berpuasa yang sungguh-sungguh manusia bisa meningkat derajat taqwanya. Allah swt berfirman dalam QS Al Baqarah, 183) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Kemudian dengan taqwa itu manusia bisa berada di sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al Hujurat,14, yang artinya “...sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu…” Dengan demikian manusia mendapatkan maqam yang terpuji (Maqaaman mahmuuda).

Kedua, Rasulullah saw bersabda “Berpuasalah, niscaya kamu sehat” (shumu, tashihhu), HR Imam at-Thabarani dari Abi Hurayrah RA dan Ibn Adiyy dari Sayyidina Ali dan Ibn Abbas RA. Selanjutnya Rasulullah, bersabda“Segala sesuatu ada zakatnya. Zakatnya tubuh adalah puasa (likulli syay’in zakah, wa zakatul jasad as-shawmu),” HR Imam Ibn Majah dari Abi Hurairah ra (No 1745). Betapa pentingnya terwujudnya badan yang sehat. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr Ari Fahrial Syam mengatakan pada saat puasa akan terjadi pembatasan asupan makan dan pembatasan kalori (restriksi kalori). Dampak pembatasan makan dalam hal ini pembatasan asupan kalori akan membawa manfaat bagi kesehatan bagi seseorang yang menjalani ibadah puasa tersebut. Pembatasan makan akan membuat tubuh melakukan penghancuran lemak tubuh. Pembatasan makan juga menyebabkan pengurangan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Dengan adanya pembatasan makan, berat badan akan turun, kolesterol akan turun, kadar gula darah juga menjadi lebih terkontrol.

Ketiga, Puasa meningkatkan kecerdasan. Quraisy Sihab (2019) mengemukakan bahwa puasa mampu berkontribusi meningkatkan kecerdasan jamak, yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual. Liza N (2016) mengemukakan berpuasa selama bulan Ramadan ternyata dapat meningkatkan kecerdasan otak dan membuat kita dapat berpikir lebih tajam dan lebih kreatif. Dengan berpuasa maka neurotropik yang diturunkan otak dapat mengalami peningkatan, yang membantu tubuh dalam produksi lebih banyak sel-sel otak, dan dapat meningkatkan fungsi otak. Saat berpuasa pun kita akan mengalami yang namanya penurunan jumlah hormon kortison yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal dapat membuat seseorang menurunkan tingkat stres selama dan setelah bulan Ramadan. Puasa juga dapat membuat kita dapat berpikir lebih tajam dan lebih kreatif karena saat puasa maka rasa lapar itulah yang akan memaksa kita untuk berpikiran lebih tajam dan lebih kreatif. Karena menurut penelitian, pikiran yang melambat maka akan membuat otak bekerja lebih tajam. Memperhatikan sumbangan puasa Ramadan terhadap kecerdasan, ternyata puasa mampu membuat kita menjadi lebih kreatif dan inovatif.

Baca Juga:  Mengenal Al-Jili dan Teori Al-Insan Kamil (1): Perjalanan Riwayat Hidup

Keempat, puasa Ramadan sangat potensial mampu mengendalikan dan menyelesaikan emosi. Peperangan yang paling berat bukanlah menghadapi lawan dengan senjata lengkap, melainkan melawan dan mengatasi gejolak emosi kita. Dari Sahabat Abu Hurairah Nabi saw bersabda: Apabila salah seorang dari kalian dalam keadaan berpuasa pada suatu hari, maka janganlah ia berbuat keji dan jangan pula berbuat hal yang sia-sia. Lalu apabila ada yang mencelanya atau menantangnya, maka hendaklah ia mengatakan, “sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR Muslim).

Kelima, puasa Ramadan selain diharapkan dapat membangun bubungan secara vertikal juga membangun hubungan horizontal, Yang memperhalus rasa mahabbah (kecintaan) kepada sesama, yang akan mampu menjalin hubungan persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah), persatuan umat Islam. Umat berpuasa yang bergelar taqwa sebagaimana Allah janjikan “la’allakum tattaquun”, akan menjadi manusia yang gemar menolong dengan hartanya, baik pada waktu lapang maupun pada waktu sempit, dapat menahan amarah, mudah memaafkan kesalahan orang lain, serta suka berbuat baik. Juga tak kalah pentingnya, menegakkan dan gemar melakukan sholat berjamaah, baik di masjid, di musala, maupun di rumah (di era Covid-19). Selain daripada itu dampak puasa yang bisa dipelajari adalah terbangunnya ukhuwwah islamiyah. Saling menguatkan yang seakidah, Tidak mudah dipecahbelah hanya karena persoalan furu’iyah. Ingat firman Allah dalam QS Ali Imran:103), yang artinya sebagai berikut:”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai…”.

Akhirnya sesuatu yang patut disyukuri dan indah sekali bila siapapun yang menunaikan ibadah puasa di tengah-tengah kesulitan ini bisa memetik banyak hikmah dan kebaikan dari seluruh Agenda Ramadan. Kendatipun rangkaian ibadah di bulan Ramadan saat ini tidak semeriah dan sehikmat tahun sebelumnya. Sekiranya kita bisa petik banyak kebaikan sesuai dengan kondisi yang ada, maka secara langsung atau tidak langsung kita menuju ke bangunan insan utuh. Profil insan yang menjadi impian dan obsesi. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah