Mereka berlari dalam samudra,
menusuk rimbun padi
bersama senjata keramat nan sakti,
digenggam bumi dan hutan.
Suara bom mengunyah batu dan rumah-rumah
menyisakan debu dan api,
membelah gunung-gunung dan bukit-bukit
di belakang kota.
Setelah tersisa waktu tak usai
angin menyapu detik waktu
merayu semangat yang berkobar.
Wanita yang malang berlari di ekor barisan
berpegang pada keyakinan dan doa
bahwa esok akan menerkam matahari,
mengoyak keserakahan dan kefanaan
yang telah melanda tanah airnya.
Peluru dari mesiu menembus dada seorang gerilyawan
di sudut kemah yang luas.
Tetapi penuh rasa cemas
takut kalau peledak musuh menebas tanah
tempat bermukim sementara ini.
Seorang lelaki yang kedinginan di siang hari
menahan demam dingin di sekujur badannya
walau terus berlari menaiki jalan terjal
seluruh pemuda dan pasukan
berbaris di belakangnya dengan segenap peluh
serta rasa mendekati ketakutan yang akut.
Tetapi jangan salahkan ketika jubah yang panjang itu
menjadi tirai penghalang musuh-musuh
merekat kemenangan suatu hari nanti
setelah hidup mendapatkan cita-cita
menggapai kemenangan tanpa berkeluh kesah kembali.
Lihatlah, selubung air mata seluruh gerilyawan dan pemuda,
Pergi jauh dari rumah
tidak kembali ke dalamnya sebagai pemilik rumah.
Banyak nurani bertanya-tanya
pada nyawa dan kehidupan yang mereka sempat acuhkan
tapi juga mereka titipkan segenap gelombang asmara
menjala awan-awan mendung yang berak
berair di atas atap rumah
di samping tunas kelapa
tempat tumbuhnya kemandirian
serta anak-anak pelancong
yang teguh ingin merubah nasib.
Segenap martil dan pisau perjuangan
bersangkur di punggung musuh-musuhmu
mereka telah rasakan kini jeritan dan tikaman
dari rasa siksa dan pedih
telah tumpah pada bangunan kota lama
yang acapkali terbengkalai
karena perang dan perseteruan.
Sebagai seorang pemimpin yang menggendong segenap amanah
dari banyak saudara dan teman-temannya
dia terus berlari dan bersembunyi di dekat gubuk sawah
diiringi bunyi kicau burung yang bersiul tiap pagi dan sore
menusuk hama-hama pengganggu
mengusirnya pergi dari tempatnya memanen pangan.
Walaupun dadanya merasakan desakan udara yang kejam
tapi dia tetap bertahan
bersandar pada pundak para pejuang-pejuang
yang haus akan kemerdekaan
serta selalu menginap di rumah orang yang tak dikenal.
Untung saja nasib baik masih berpihak pada mereka,
Orang-orang itu mendukung segenap siasat untuk terus berlari
sembunyi dan muncul lagi di hutan-hutan.
Adakalanya rimbun jati menggosok kaki dan kulit
hingga merah dan terbakar,
sakit dan tertusuk duri telah menjadi kawan.
Berteman dengan alam dan sungai
telah menjadi kawan yang baik
sebab mereka tidak pernah menghianati
atau melapor pada musuh yang tangguh itu.
Nasib dan doa masih melebur di dada.
Mulut-mulut yang menghafal doa dan kalimat yang sama
tertulis dan terselip di kantong jimat keselamatan.
Mereka bunyikan suara
“Merdeka!”
Menggema di bawah pesawat tempur
melepaskan sayap-sayap perkasa
hingga berjatuhan menimpa gedung bersemen putih
mengamuk kota kembali.
Kini pemuda-pemuda itu bersiaga
melepaskan panah-panah api
membakar pohon-pohon
dengan amarah dan kebulatan tekad
mencabut lampu-lampu kota.
Suasana petang,
tangan meraba-raba
merebah pada tanah
merangkak di tembok
menyiapkan teriakan kembali
“Merdeka!”
Terdengar suara langkah kaki
menderu di jalan setapak.
Daun-daun kering berjatuhan
menyentuh debu-debu
yang dibawa angin
meraut wajah kawan-kawannya
yang sedang merangkak
memperjuangkan tanah air
bersama rimbun jati.
Masa depan masih belum sampai.
masih harus dibujuk rayu,
bergelut sampai usai
entah dibawa kemana.
Burung-burung melepaskan surat-surat berduri
pada kelopak bunga yang mekar.
Anak-anak dan ibu-ibu mulai keluar ke jalan
meneriakkan lagu dan suara yang terbungkam.
Kain-kain dan asap dapur mengepul
menjadi kabut
menutup jalan kembali
kini tak gentar
tak takut kembali
gelora hidup dan kemerdekaan menyala.
Berlayar kembali dongeng kejayaan
yang didendangkan sebelum tidur.
Anak-anak mulai pandai nyanyi lagu daerah.
Menyanyikan gending sendiri,
membuat ukiran sendiri,
melukis wajah dan dirinya sendiri.
Bumbu-bumbu dapur habis
dikunyah kecoa
sebab telah lama terbengkalai
ditinggal sembunyi di kolong jembatan,
tempat aman untuk menghindari intaian musuh.
Rupanya telah datang sekelompok bantuan
mengkibarkan bendera di atas tombak-tombak putih
menyusuri stasiun kereta tua
muncul dari gerbong-gerbong
mengalunkan melodi dan lagu daerah,
serta kembali meneriakkan
“Merdeka!”
Kini seorang pemimpin boleh bebas kembali
setelah dijauhkan dari rakyatnya.
Seorang ibu boleh kembali
setelah dijauhkan dari anaknya.
Guru-guru sekolah kembali ke sekolah
ditunggu murid-murid yang ingin belajar.
Pedagang kembali berjualan di pasar
setelah sepi dari pembeli.
Kakek dan nenek bersiul
merasakan tubuh dan jiwa mudanya kembali
menghirup udara segara dari samping rumah.
Seorang lelaki dengan memegang dada dan keris
melancarkan serangan ke musuh-musuhnya.
Dia gencarkan batu-batu belerang
dari kawah candradimuka
bersama pemuda-pemuda yang haus keberanian.
Pasir-pasir merata menjalar di akar-akar pohon.
Moncong tombak dan senapan bersiaga di tangan segenap pemuda,
begitu juga musuh tangguh
yang tak akan mudah menyerah.
Mereka kerahkan segenap keberanian yang tersisa
serta menuliskan segenap keberaniannya pada orang-orangnya
yang tersisa di museum-museum.
“Merdeka!”
Suara kemerdekaan telah mengaum
di gelombang-gelombang kehidupan anak cucu.
Berkibarlah niat baik dan ketulusan
dalam dada yang jernih
Harapan dan doa tiada terlupakan
kepada segenap pejuang yang membela saudaranya
sebangsa dan setanah air.
Apakah ini yang dinamakan merdeka,
Rasanya seperti meneguk harum bunga kasturi
mekar di antara taman-taman surga
san menjadi harum yang selalu wangi.
Seperti gerakan perjuangan di jalan setapak.
Muncul di desa, di kota, di hutan, di sawah
melintasi lautan dan pegunungan.
Setelah lama usai menaiki punggung kerbau
yang berjalan berkeliling kota.
Kini terengar lagi ringkik suara mobil dan delman
tanpa cemas dan takut,
berkeliling gedung-gedung tua
bekas pertempuran.
Pejuang tanah air
dan rakyat yang memeluk kemerdekaan serta keberanian.
Keadilan telah menjadi benih kehidupan
yang baru dan muncul di tanah air
yang mandiri dan indah
pada anak-anak yang menyanyikannya.
2021
Muhammad Lutfi