Tahun 2009 sampai 2010 penulis melanjutkan Program Strata 2 di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang berlokasi di Ciputat Tangerang Banten. Saat itu Rektornya adalah KH. Dr. Ahsin Sakha Muhammad, MA, pakar qiraat, Dan Direktur Pasca Sarjananya Prof. Dr. Chuzaimah Tahido Yanggo, MA, pakar perbandingan mazhab, jebolan Al-Azhar Mesir.
Saya memilih kuliah di IIQ karena mata kuliah Dan dosennya persis seperti di pesantren. Artinya, di IIQ ini saya bisa thalabul ilmi (nganggu kaweruh) dengan ulama-ulama dengan spesialisasi yang berbeda yang sesuai dengan disiplin ilmu di pesantren.
Alhamdulillah di IIQ ini saya belajar banyak dengan Prof. Dr. Hj. Chuzaimah Tahido Yanggo, Prof. Dr. Amin Suma, Prof. Dr. Jaih Mubarok, KH. Prof. Dr. Mustafa Ali Ya’qub, Prof. Dr. Hidayat, Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, KH. Dr. Ahmad Munif Suratmaputra, Dan KH. Prof. Dr. Habib Said Agil Husein Munawar, MA.
Dalam kesempatan ini saya akan mengenang Prof. Dr. Habib Said Agil Husein Munawar, MA. Beliau mengampu mata kuliah Hadis Ahkam pada semester 1. Pada semester ini kuliah dilaksanakan dengan sistem presentasi makalah. Sedangkan semester 2 beliau mengampu mata kuliah Qawaid Fiqhiyyah dengan sistem bandongan ala pesantren.
Beliau menjelaskan kitab Qawaid Fiqhiyyah Dr. Ali Ahmad An-Nadwi, teman beliau kuliah di Madinah, dengan hafal di luar kepala. Beliau menjelaskan semua masalah secara mendalam, detail, dan luar biasa.
Beliau adalah sosok Hafidhul Quran, Qariul Quran Karena bacaan Alqurannya merdu, ahli hadis (muhaddits), pakar ushul fiqh, pakar fikih, Dan ilmu keislaman lainnya.
Disertasi beliau adalah tahqiq kitab Al-Hawi Al-Kabir karya Imam Mawardi. Tesis beliau tentang pemikiran Imam Syafi’i.
Beliau menguasai Alquran Dan Hadis dengan penguasaan mendalam terhadap ulumul Quran Dan ulumul hadis, khususnya rijalul hadis lengkap lahir dan wafatnya, Dan dilengkapi dengan kompetensinya yang besar dalam ilmu ushul fiqh Dan fiqh.
Beliau pernah menjadi Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Menteri Agama, Dan Katib Am Syuriyah PBNU saat Rais Am dipegang oleh KH. MA. Sahal Mahfudh, yaitu produk Muktamar Lirboyo tahun 1999.
Beliau salah satu promotor pemberian gelar Doktor Honoris Causa KH. MA. Sahal Mahfudh dari UIN Syarif Hidayatullah bersama Prof. Dr. Chuzaimah Tahido Yanggo.
Pemikiran
Pertama, ijtihad manhaji. Beliau salah satu penggerak ijtihad manhaji di lingkungan NU, khususnya saat Forum Bahtsul Masail Diniyah. Salah satu terobosannya adalah mendatangkan narasumber yang ahli di bidangnya ketika membahas masalah-masalah yang luar kepakaran ulama.
Beliau mencontohkan saat Muktamar atau Munas NU membincang masalah vasektomi dan tubektomi, maka didatangkan ahlinya, yaitu dokter yang menguasai masalah tersebut, sehingga ketika para ulama memberi status hukum sudah sesuai dengan realitas obyektif mahkum alaih yang sedang dibahas.
Masalah ini dibahas dalam Muktamar NU di Yogyakarta tahun 1989 di Mana beliau menjabat Ketua Komisi Bahtsul Masail Diniyah.
Kedua, fikih Syafi’i tidak tertandingi dalam masalah ibadah.
Beliau pada kesimpulan ini setelah melakukan penelitian mendalam terhadap fikih Syafi’i yang dibandingkan dengan mazhab lain. Fikih Syafi’i dalam ibadah sangat detail, mendalam, Dan kuat hujjah-nya.
Ketiga, hukum fikih harus fleksibel
Beliau selalu menyebut kaidah:
الاحكام تتغير بتغير الأحوال والأمكنة والأزمنة
“Hukum berubah dengan perubahan kondisi, tempat, Dan masa”
Meskipun beliau selalu mengingat bahwa kaidah ini dibatasi pada hukum yang berpijak kepada adat (kebiasaan) Dan dalil dhanni, bukan hukum yang berpijak pada dalil qath’i.
Memberi Ijazah Am
Di akhir studi, beliau memberikan sanad ilmu kepada seluruh mahasiswanya terhadap semua sanad ilmu yang beliau terima dari guru beliau, yaitu Syaikh Yasin bin Isa al-Fadani.
Sungguh seorang guru yang dermawan dalam memberikan ilmu, sanad, Dan keteladanan dalam perilaku.
Semoga panjang umur, sehat, Dan berkah ilmunya Guruku, Amiin. [HW]