Sayyid Abû Bakar b. Muhammad Syathâ al-Dimyâthî al-Makkî, atau yang dikenal dengan nama Sayyid Bakrî Syathâ (w. 1310 H/ 1890 M) adalah seorang ulama besar dunia Islam yang mengajar di Masjidil Haram, Makkah. Sosoknya terkenal sebagai pengarang kitab “Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn ‘alâ Syarh Fath al-Mu’în” sekaligus sebagai mahaguru ulama Nusantara yang belajar dan bermukim di kota suci Makkah pada akhir abad ke-19 M.
Kitab “I’ânah al-Thâlibîn” karangan Sayyid Bakrî Syathâ berisi kajian dalam bidang ilmu fikih madzhab Syafi’i. Di lingkungan lembagan pendidikan Islam tradisional di Nusantara (pesantren), karya tersebut hingga saat ini masih dikaji dan dijadikan bahan rujukan.
Ketika Snouck Hurgronje berada di Makkah pada tahun 1885, ia sempat berjumpa dengan sosok Sayyid Bakrî Syathâ sebagai salah satu ulama besar yang sangat populer di Makkah. Forum intelektual dan kelas pengajiannya senantiasa dipenuhi oleh para pelajar yang haus akan ilmu pengetahuan. Di Makkah, Sayyid Bakrî Syathâ juga memiliki keistimewaan dan kedekatan hubungan dengan para mukimin asal Nusantara. Di antara salah satu ulama asal Nusantara yang menjadi murid kesayangan Sayyid Bakrî Syathâ adalah Syaikh Mahfuzh Tremas (w. 1920).
Kedekatan hubungan antara sosok Sayyid Bakrî Syathâ dengan para ulama dan pelajar Nusantara di Makkah dapat terbaca dalam dua buah karya intelektualnya, yaitu “I’ânah al-Thâlibîn” dan “al-Durar al-Bahiyyah”. Dalam kitab “I’ânah al-Thâlibîn”, terdapat sebuah taqrîzh (semacam endorsement) yang ditulis oleh salah satu muridnya yang berasal dari Nusantara, yaitu Syaikh Ahmad Patani (w. 1908). Sementara dalam kitab “al-Durar al-Bahiyyah”, terdapat sebuah taqrîzh yang ditulis oleh seorang murid Nusantara lainnya, yaitu Syaikh Muhammad Azhari Palembang (w. 1938).
Salah satu cucu Sayyid Bakrî Syathâ ternyata ada yang berhijrah dari Makkah ke Nusantara pada awal abad ke-20 M. Cucu tersebut bernama Sayyid Bakûr (Abû Bakar) b. Ahmad b. Bakrî (Abû Bakar) Syathâ al-Dimyathî yang pada akhir hayatnya bermukim di Kaliwungu, Kendal (Jawa Tengah) hingga wafat dan dimakamkan di sana pada tahun 1385 Hijri (1965 Masehi).
Makam Sayyid Bakûr Syathâ terletak di kompleks pemakaman Kiyai Asy’ari Kaluwungu (Kiyai Guru) yang wafat pada awal abad ke-19 M. Di samping makamnya, terdapat pula makam istrinya yang bernama Sayyidah Fathimah bt. ‘Alî al-Jufrî (w. 1989), juga anaknya yang bernama Sayyid Ahmad b. Bakûr Syathâ (w. 2012).
Saya mendapatkan sedikit tentang jejak sejarah sosok Syaikh Bakûr Syathâ dalam manuskrip kitab berjudul “Minhah al-Hannân fî Tarjamah Ibn ‘Abd al-Mannân” karya KH. Abu Choir b. Abdul Mannan Kaliwungu (w. 1977).
Dalam manuskrip kitab tersebut disebutkan, jika Sayyid Bakûr Syathâ adalah salah satu dari guru KH. Abu Choir Kaliwungu. KH. Abu Choir menyebut dirinya belajar kepada Sayyid Bakûr Syathâ dan mendapatkan ijâzah atas tiga buah periwayatan kitab, yaitu kitab “I’ânah al-Thâlibîn”, “al-Sirr al-Jalîl”, dan “al-‘Atâqah al-Kubrâ”.
Tertulis di sana:
ومنهم السيد أبو بكر المشهور عند الناس بالسيد بكور. طلبت منه أن يجيزني إجازة عامة بما احتوى عليه إعانة الطالبين على فتح المعين. فأجازني عن والده السيد أحمد عن جده السيد أبي بكر محمد شطا الدمياطي المؤلف
(Di antara guru-guruku adalah Sayyid Abû Bakar yang terkenal di antara orang-orang dengan sebutan Sayyid Bakûr. Aku meminta kepadanya untuk memberikanku ijâzah ‘âmmah atas apa yang termuat dalam kitab I’ânah al-Thâlibîn [Hâsyiah] ‘alâ [Syarh] Fath al-Mu’în. Maka beliau pun memberiku ijâzah yang ia riwayatkan dari ayahnya, yaitu Sayyid Ahmad, dari kakeknya, yaitu Sayyid Abû Bakar [Bakrî] Syathâ al-Dimyâthî sang pengarang)
KH. Abu Choir dalam manuskrip karyanya yang berjudul “Minhah al-Mannân” itu juga menuliskan titimangsa wafatnya Sayyid Bakûr Syathâ, juga letak pusara makamnya. Tertulis di sana:
وتوفى السيد أبو بكر الشهير بباكور بن السيد أحمد بن صاحب إعانة الطالبين السيد البكري شطا ليلة الاثنين واكي العاشرة من ذي الحجة (ليلة عيد الأضحى) سنة 1384 هـ / 12 أفريل 1965 م. ودفن بجانب الغرب من ضريح الولي الصالح كياهي أشعري الشهير بكياهي كورو كالي وغو
(Telah wafat Sayyid Abû Bakar yang terkenal dengan nama Bâkûr b. Ahmad b. pengarang kitab I’ânah al-Thâlibîn yaitu Sayyid Bakrî Syathâ, pada malam Senin Wage, 10 dzulhijjah [malam Idul Adha] tahun 1384 Hijri atau 12 April 1965 Masehi. Jasad beliau dimakamkan di sisi sebelah barat dari makam seorang wali yang salih, yaitu Kiyai Asy’ari yang terkenal dengan julukan Kiyai Guru Kaliwungu)
Sayyid Bakûr Syathâ yang wafat di Kaliwungu (Jawa Tengah) ini memiliki saudara kandung yang wafat di Makkah, yaitu Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ (w. 1980). Dalam artikel berjudul “al-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Bakrî Syathâ: Awwal Su’ûdî Hâshil ‘alâ al-Duktûrâh” yang dimuat dalam portal al-Makkâwî (www.makkawi.com) bertanggal 01/06/2011, disebutkan jika Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ adalah warganegara Saudi Arabia yang pertamakali meraih gelar akademik doktoral.
Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ disebutkan lahir di Makkah tahun 1323 H (1905 M) dan wafat di kota suci itu pada tahun 1401 H (1980 M). Beliau menempuh pendidikan di rumahnya, di mana belajar kepada ayahnya, yaitu Sayyid Ahmad b. Bakrî Syathâ, juga kepada pamannya, yaitu Sayyid Shâlih b. Bakrî Syathâ. Selain kepada keduanya, Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ juga belajar kepada ulama-ulama lainnya yang mengajar di Masjidil Haram, seperti Syaikh Ahmad b. ‘Abdullâh Nâzhirîn, Syaikh ‘Îsâ b. Muhammad Rawwâs, Syaikh ‘Abdullâh b. Ibrâhîm Hammûdah, Syaikh Muhammad al-‘Arabî al-Tabbânî al-Jazâ’irî dan lain-lain.
Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ juga tercatat belajar hingga lulus dari Madrasah al-Falâh di Makkah. Beliau kemudian disebut pergi melawat ke Nusantara dan bermukim di Kedah (Malaysia) selama beberapa tahun lamanya. Setelahnya, beliau melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar di Mesir pada jurusan Hukum Islam, serta selesai pada jenjang doktoral pada jurusan Tarbiyyah dan Adab.
Selintas biografi Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ di atas, utamanya semenjak masa kanak-kanak hingga dewasanya, bias menjadi bahan perbandingan untuk melacak jejak sejarah hidup saudara kandungnya, yaitu Sayyid Bakûr b. Ahmad b. Bakrî Syathâ yang wafat di Kaliwungu (Jawa Tengah).
Selain Sayyid Bakûr Syathâ cucu sang pengarang kitab I’ânah al-Thâlibîn, terdapat pula beberapa ulama Makkah lainnya yang berhijrah, menetap hingga wafat di Kendal pada kurun masa yang tak jauh berbeda. Di antaranya adalah Sayyid Hasan b. Shadaqah b. Zainî Dahlân (w. 1921), keponakan dari Sayyid Ahmad b. Zainî Dahlân (w. 1885), mufti madzhab Syafi’i di Makkah yang juga mahaguru ulama Nusantara pada zamannya. Selain itu, ada juga Syaikh Ismail Abû Thâhir al-Kûrânî (w.?), cicit dari Syaikh Ibrâhîm al-Kûrânî (w. 1690).
Juga di Kendal, terdapat seorang ulama besar Nusantara yang juga menjadi murid Sayyid Bakrî Syathâ, yaitu Syaikh Abû Hâmid b. al-Qâdhî Ilyâs al-Qandalî al-Jâwî, atau yang dikenal dengan Mbah Wali Hadi (w. 1925). Beliau tercatat mengarang sebuah karya dalam bidang ilmu morfologi Arab (ilmu sharaf) berjudul “al-Salsal al-Madkhal fî ‘Ilm al-Sharaf”. Karya tersebut diselesaikan pada tahun 1884 M dan dicetak pada masa yang sama oleh percetakan al-Mîriyyah di Makkah (Mathba’ah al-Mîriyyah al-Kâ’inah bi Makkah al-Mahmiyyah).
Pada hari Rabu (24/3) kemarin, saya berkesempatan menziarahi makam Sayyid Bakûr Syathâ ini di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Ziarah ini ditemani oleh Ustadz Mabda Dzikara Mabda Dzikara dari Sanadmedia, juga Gus Syafiq Ainurridlo Syafiq Cokrow Zastrow Prawirow dan Gus Tubagus Bakri Tubagus Bakri Benu Ngamadexs (cucu KH. Abu Choir) dari KOPIKUMANIS (Komunitas Pecinta Karya Ulama dan Manuskrip) Kaliwungu, Kiyai Ahmad Qusyairi Ciawi (Bogor), Kiyai Asep Abdul Qodir Jaelani (Bogor) dan lain-lain.
نفعنا الله تعالى بهم وبعلومهم في الدارين آمين
Wallahu A’lam. []