Memperluas Akses Literasi Kaum Milenial di Zaman Digital Melalui Aplikasi.

Seperti kita ketahui bersama, kritik itu sangat bermanfaat sebagai mekanisme kontrol sosial, sehingga dapat mengubah dan mempengaruhi pandangan publik terhadap dampak isu tertentu, dalam hal ini mengenai strategi memperluas akses literasi dan meningkatkan minat membaca di era literasi digital terhadap generasi muda milenial.

Dengan berkembangnya teknologi maka akan berpengaruh terhadap minat baca masyarakat. Meskipun setiap orang punya hobi dan minat masing-masing. Bayangkan bila satu persen saja membaca, akan kaya sekali keragaman dan cara pandang kita terhadap suatu hal.

Dalam kondisi masyarakat modern hari ini, dimana banyak hal memudahkan pekerjaan manusia, seperti dengan memanfaatkan platform media sosial Instagram selain sebagai sarana berkomunikasi, berinteraksi dan menunjukkan eksistensi. Pengguna aktif medsos yang notabene-nya adalah anak-anak muda, mereka dari Instagram saja sudah bisa mendapatkan pengetahuan secara gratis dengan mau membaca tentang topik pembahasan apa saja, bisa dengan konten kuliner, promo menarik dari toko buku online, bahkan berita.

Namun, pada kenyataannya kemudahan-kemudahan itu tidak menjadikan manusia modern memiliki motivasi hidup yang lebih tinggi. Terlebih lagi dalam hal membaca.

Maka dibutuhkan pula sinergisitas dari berbagai pihak guna mewujudkan generasi peduli literasi, melek huruf, minat baca yang tinggi dan kemampuan menghasilkan kualitas SDM yang baik. Seharusnya TBM (Taman Bacaan Masyarakat) diharapkan dapat mendorong minat baca anak-anak.

Meskipun fakta di lapangan dapat dijumpai anak-anak sekarang “Kids Zaman Now” lebih suka bermain gadget, seru sendiri dengan sosial media dan game online. Oleh karenanya perlu menanamkan budaya baca anak sejak dini itu penting untuk membentuk karakter anak.

Tantangan penyediaan dan akses buku tentu memiliki tingkat kesulitan berbeda agar animo masyarakat tertarik membeli buku dan membaca. Hal inilah yang menjadi concern IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) dengan secara rutin mengadakan perhelatan pameran “Indonesia International Book Fair” (IIBF) 2022 di JCC, Senayan, Jakarta pada beberapa hari yang lalu.

Mengutip Cambridge Dictionary, literasi adalah “The ability to read and write…” dan “Knowledge of a particular subject or a particular type of knowledge”. Sementara, menurut UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. (sumber : https://www.ikapi.org/2022/06/11/tantangan-penyediaan-dan-akses-buku/ )

Kegemaran membaca masyarakat Indonesia secara keseluruhan ditentukan berdasarkan akses bahan bacaan, artinya seberapa besar minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan. Tetapi persoalannya ialah benarkah bahwa masyarakat Indonesia memang malas membaca buku?, ataukah minat baca masyarakat Indonesia justru tinggi dengan membangun kebiasaan membaca di TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang sudah ada.

Hanya saja kemungkinan besar harga buku-buku masih tergolong mahal, serta akses terhadap buku yang masih minim dan tidak merata.

Tetapi setelah memasuki era digitalisasi. Sebagaimana dukungan penuh pemerintah DKI Jakarta terhadap kegiatan pengembangan minat baca yang diselenggarakan oleh pegiat literasi dan masyarakat seperti pameran buku, diskusi buku, pelatihan menulis, subsidi pembelian buku dan menyediakan perpustakaan digital.

Sebagaimana Taman Literasi yang berlokasi di kawasan Jakarta Selatan saat ini, koleksinya ada sekitar 300 buku milik Perpustakaan DKI Jakarta yang akan terus ditambah. Di beberapa sisi bangunan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu terdapat juga titik-titik barcode, hanya dengan memindai masyarakat yang berkunjung sudah bisa baca sekian koleksi buku di lokasi taman yang berada di kawasan Blok M, Jakarta Selatan tersebut.

Melihat kemudahan akses bahan bacaan dan merebaknya toko-toko buku online tentu masyarakat yang tadinya dipengaruhi oleh keberadaan jarak toko buku di daerah masing-masing. Kini semua menjadi efisien dengan kehadiran toko-toko buku online.

Dengan kita men-download platform menulis dan membaca online berbasis aplikasi di play store kita sudah bisa membaca sebuah karya cerpen (cerita pendek) atau novel tersebut berikut dengan fitur-fiturnya yang menarik, sambil duduk santai di teras rumah dan menikmati secangkir kopi, atau barangkali membacanya saat berdiri menunggu kedatangan kereta api di peron stasiun.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kehadiran aplikasi membaca atau menulis di era literasi digital. Sebagaimana KBM App adalah aplikasi membaca dan menulis online yang bermula dari Komunitas Bisa Menulis (KBM) dan diluncurkan pada Mei 2021. Aplikasi yang dapat meningkatkan ghirah (semangat) masyarakat untuk membaca dan menulis melalui ponsel.

Dengan membaca puluhan karya sastra dari para penulis di platform menulis KBM App melalui ponsel akan membuat kita terkagum-kagum melihat bagaimana para penulis itu “bekerja”, the power of words katakanlah begitu. Dengan adanya peran dari komunitas menulis online seperti KBM (Komunitas Bisa Menulis) tentu akan memperluas akses literasi di kalangan milenial guna membangun budaya baca dan meningkatkan minat mereka terhadap dunia literasi.

Merupakan suatu pemandangan yang langka melihat demonstrasi para mahasiswa, guru-guru Bahasa Indonesia, atau bahkan para penulis dan pegiat literasi misalnya, menuntut pihak pemerintah setempat agar memberi dukungan penuh untuk membangun sebuah “perpustakaan mini” di tingkat RT/RW, kemudian aksi memprotes untuk penghentian praktik plagiasi, atau unjuk rasa menggugat pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang kurang baik, atau kurang terobosan dan belum bisa meningkatkan minat baca serta belum dapat membangun budaya literasi.

Maka dari itu peran keluarga sangat penting untuk membangun ketertarikan anak-anak pada bahan bacaan, dan menunjukkan betapa buku itu sangat menarik. Kampanye budaya membaca mesti selalu digaungkan, dan budaya membaca yang digitalkan akan menambah wawasan serta menumbuhkan daya minat membaca masyarakat. Sehingga kesadaran literasi pun terbangun dan kemudahan mengakses literasi itu akan berdampak pada pengembangan mencerdaskan masyarakat melalui penguatan ekosistem literasi di zaman digital.

Salah satu bukti konkret dari dinamika keilmuan adalah dengan berkembangnya bidang literasi, termasuk di era digitalisasi pada dewasa ini. Dengan semua pihak konsisten untuk bersinergi menggelorakan budaya membaca di berbagai kalangan. Maka perpustakaan, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) atau perpustakaan keliling menjadi “titik sentrum” peradaban literasi dan meluasnya kemudahan akses literasi hingga ke pelosok negeri.

Kendatipun demikian kritik melalui tulisan acapkali (masih) tidak dianggap sebagai bentuk kritik, karena dinilai terlalu pasif untuk menekan sebuah perubahan yang signifikan.

Tangerang Selatan, 04 Januari 2023. (Penulis merupakan Alumni Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat dan Finalis Duta Baca Kota Tangerang Selatan 2022-2023)

Abdul Majid Ramdhani
Penulis merupakan lulusan Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok dan melanjutkan mondoknya di Pesantren Al-qur'an Syihabudin Bin Ma'mun, Caringin Banten. Bagi diri penulis, "Menulis bisa menjadikanmu optimis, romantis & humanis". Penulis juga lulusan KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) di kampus STAI INDONESIA JAKARTA dan Penulis buku "Jurnal: Jurus Nulis Anak Milenial".

    Rekomendasi

    Rebo Wekasan
    Opini

    Rebo Wekasan

    (Karena menyambut rebo wekasan, saya putuskan untuk mengunggah kembali tulisan beberapa tahun yang ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini