Mengenal Sastra Pesantren Bersama Ning Khilma Anis

Di kalangan pesantren, siapa yang tidak mengenal Ning Khilma Anis? Iya, beliau merupakan penulis best seller novel Hati Suhita yang menceritakan kehidupan asmara antara Alina Suhita, Gus Birru, dan Rengganis.

Pada hari Minggu, 27 Juni 2021 PPI Maroko mengadakan webinar pelatihan menulis yang bertema “Menumbuhkan Sastra Pesantren dalam Menulis Bersama Ning Khilma Anis.” Webinar ini dilaksanakan melalui virtual zoom.

Novel Hati Suhita disebut sebagai salah satu bagian dari sastra pesantren, namun apakah itu definisi dari sastra pesantren?

Khilma Anis menyebutkan bahwa sastra pesatren adalah sebuah karya yang ditulis oleh santri atau seorang yang memiliki watak kesantrian dan karyanya dapat dinikmati oleh setiap kalangan. Khilma Anis juga menyebutkan bahwa menulis merupakan sebuah afdhol, keistimewaan atau anugerah serta menulis adalah mengaji dalam bentuk lain.

Dalam menulis sastra pesantren, hal yang perlu diterapkan pertama adalah klungsu-klungsu wathon udhu, yang artinya lebih baik berbuat sedikit daripada tenggelam dalam angan-angan berbuat banyak.

Mengapa sastra pesantren harus dinikmati setiap kalangan? Karena, pada hakikatnya sastra dapat menembus batas dan zaman.

Dalam menulis sebuah karya, tentunya setiap penulis memilki tujuan yang ingin dicapai, seperti Ning Khilma Anis yang mempunyai tujuan dalam menulis sebuah karya sastra pesantren, yakni:

Pertama, himmah. Menulis merupakan sebuah himmah. Karena seberapa lantang suara kita bersuara akan lebih berpegaruh dan efektif ketika diolah dalam sebuah bentuk tulisan. Contohnya, di dalam novel Hati Suhita yang memberikan pembelajaran tentang kesabaran, birrulwalidain, perempuan, jurnalistik, pewayangan, dan lain sebagainya.

Kedua, dakwah. Menulis merupakan sebuah sarana berdakwah. Karena berdakwah adalah bagian dari kehidupan pesantren. Menurut Khilma Anis, lebih baik bergerak daripada sibuk mengkritik.

Baca Juga:  Kiprah Internasional Ulama Nusantara

Ketiga, nasihat. Menulis merupakan sarama memberikan nasihat. Semar, yaitu salah satu tokoh pewayangan berkata bahwa  ojo mati tanpa aran, yang artinya jangan mati tanpa meninggalkan sebuah karya.

Setelah mengetahui, tujuan menulis sebuah karya sastra pesantren. Selanjutnya,  Khilma Anis memberikat kiat-kiat dalam menulis sastra pesantren, yaitu:

Pertama, cinta, karena ketika sudah cinta, maka tidak akan ada kata sambat dalam melakukannya.

Kedua, senang membaca sampai ingin membuat sebuah karya, karena pada hakikatnya penulis lahir dari rasa cinta membaca.

Ketiga, mengawali minat membaca dengan menulis, karena di dalam realitanya setiap orang bisa menulis, seperti  menulis status di whastapp, menulis status di facebook, atau pun menulis caption di instagram.

Keempat, memodernisasi karya-karya dahulu, karena zama era milenial membutuhkan karya-karya yang sudah dimodernisasi.

Kelima, bertanggung jawab dengan tidak melakukan plagiarisme.

Kenenam, belajar tentang jurnalistik.

Ketujuh, berdoa.

Khilma Anis menceritakan bahwa salah satu hal yang tidak pernah saya tinggal sejak menulis adalah tawasul, salah satunya bertatawasul kepada Dewi Suhita, karena nama beliau digunakan sebagai nama tokoh novel Hati Suhita.

Khilma Anis juga memberikan metode-metode yang dilakukan dalam menciptakan sebuah karya sastra, khususnya sastra pesantren.

Pertama, Menciptakan kerangka karangan cerita.

Kedua, Menciptakan karakter tokoh yang kuat intelektual dan karakter.

Ketiga, Menciptakan romantika yang diselipkan dengan pengetahuan.

Keempat, Memperbanyak membaca, karena menulis diibaratkan seperti memasak, bahan-bahannya diperoleh dari proses banyak membaca.

Kelima, Melakukan diskusi kepada orang-orang yang seseuai dalam karakter tokoh di dalam novel.

Terakhir, Ning Khilma berpedapat bahwa setiap penulis memiliki proses kreatif yang berbeda-beda. Jadi, tidak ada teori yang mutlak dalam menulis karya sastra. Karena, yang terpenting dalam menulis adalah kenyamanan. [HW]

Rif'atul Maula
Alumni Pondok Pesantren Khas Kempek Cirebon, sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Perlu diketahui syair Ya Thoybah adalah sebuah lagu atau syair. Bagi yang menjiwai syair pasti tidak asing dengan bahasa Majaz atau metafora, bahasa kiasan dan sastra. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini