Dalam setiap acara wisuda ataupun tasyakuran hataman sebuah kitab, bapak tidak pernah lupa untuk mengingatkan tentang penyempurnaan proses. Bagaimana beliau selalu menekankan bahwa prosesi wisuda bukanlah titik akhir. Beliau selalu mendorong para santri untuk terus berlanjut menyempurnakan proses.
Dalam mauidzohnya kemarin pun sama, beliau mengingatkan kepada para santri, dan terutama pada para khotimin betapa hebat dan agungnya Al-quran. Didalamnya kaya akan kandungan keilmuan dan pengetahuan. Namun sebagaimana semua hal yang masih terkandung, butuh waktu dan usaha untuk menyingkapnya.
Bapak sekali lagi mengingatkan: “Sakestu njenengan mendet ayat utowo surat seng disenengi. Bab rizqi enek dewe, pamane moco surat waqiah, utowo surat fatihah niku. Terus bab urusan ben gampang disenengi wong, geh enten. Innahu min sulaimana, niku lak geh mahabbah to. Buingung golek mahabbah nengdi, hehhh sampean ki wes gowo (sungguh, anda harus memanfaatkan Al-quran dengan cara mengambil ayat atau surat yang anda sukai. Yang digunakan untuk berikhtiar batin dalam masalah rezeki itu ada sendiri, seperti membaca surat waqi’ah. Atau surat fatihah juga bisa. Kemudian yang berurusan dengan agar disenangi orang, juga ada. Seperti innahu min sulaiman, itu kan juga mahabbah sulaimaniah to. Kadang bingung mencari mahabbah dimana, hehhh anda itu sudah membawa hafalan Al-quran yang mengandung itu semua)”.
Bapak kembali mengingatkan: “Rausah bingung-bingung. Olehe bingung lak yo kerono durong ngerti. Ben iso ngerti sampean ojo kesusu muleh ndisek (jangan bingung-bingung. Kebingungan muncul karena memang belum mengerti. Agar bisa tambah pengertiannya, anda jangan terburu-buru pulang dulu)”.
Tak hanya bagi para penghafal Al-quran. Bahkan bagi para santri tarbiyah, atau yang sekolah madin di Kwagean. Bapak pun sering mengingatkan mereka untuk tidak terburu-buru pulang. Bapak bahkan menghimbau dengan serius, agar mereka mau berkhidmah dulu. Minimal tiga tahun. Himbauan ini untuk melengkapi bekal para santri sebelum pulang kerumah, dan mulai berjuang dimasyarakatnya. Karena keilmuan tak hanya tentang teori, tapi bagaimana melengkapi ilmu teori tersebut dengan barokah. Dan salah satu jalan mengisinya dengan barokah adalah dengan cara berkhidmah.
Sebenarnya khidmah ini pun bisa dilaksanakan ketika dirumah nanti, namun sebagaimana pesan para kiai sepuh yang dinukil bapak dalam lanjutan mauidzohnya: “Jare keterangan lintu ngoten, lek sampean mondok durong siap, ojo kesusu muleh (menurut keterangan lain itu berbunyi: kalau anda mondok, dan belum siap sepenuhnya. Maka jangan pulang terlebih dahulu)”.
Kesiapan ini memang relatif, sebagaimana kita menganggap cukup mempelajari Al-quran pun juga bersifat relatif. Inilah gunanya guru: untuk membimbin dan menentukan ukuran paling pas untuk muridnya. Jadi memang apabila bapak mengarahkan bagi santri untuk sekolah diniyah mulai dari bawah beberapa tahun, kemudian tamat. Dan disuruh menambah khidmah minimal tiga tahun, ini adalah sebuah formulasi ideal bagi seorang santri dalam berproses. Agar benar-benar siap menjadi santri yang kemudian mengemban amanah keilmuan islam, dan menjadi pejuang agama di masyarakat.
Memang tak harus menjadi kiai, dan memang tak semua kitab yang kita pelajari dipondok akan dugunakan nanti. Namun sudah pasti, semua keilmuan dan pengalaman yang kita dapatkan dipondok, akan menjadi titik-titik yang membentuk gambar kesuksesan kita di masa depan.
Dan kembali, bapak mencontohkan salah satu manfaat yang bisa digali dalam Al-quran, sebagai bekal untuk menjadi pengusaha sukses. Bapak ngendikan: “Dados kewontenanipun alquran niku geh, masyaallah. Pengen nduwe mantu ten quran niku enten. Ben ndang entuk bojo geh enten. Ngamalaken innahu min sulaimana wainnahu bismillahir rahman niraahim. Alla ta’lu alayya wa’tuuni muslimiin. Enten ingkang nambahi rabbana innaka jaami’un nasi liyaumil la raiba fiih. Innallaha la yukhliful mi’aad. Niku digawe tiang ingkang bakulan ben ten mriku laris, saget. (jadi memang keberadaan Al-quran itu sungguh masyaallah hebatnya. Ingin mempunyai menantu, ada disana. Ingin segera dapet jodoh, juga ada disana. Bahkan mengamalkan ayat: innahu min sulaimana wainnahu bismillahir rahmaan niraahim. Alla ta’lu alayya wa’tuuni muslimiin. Ada juga yang menambahi: rabbana innaka jaami’un nasi liyaumil la raiba fiih. Gabungan ayat ini dijadikan doa penglaris dagangan juga bisa)”.
Jadi memang butuh waktu yang lebih lama untuk mendalami satu keilmuan, kita tidak bisa terburu-buru dalam setiap prosesnya. Bila kita ingin mendapatkan banyak hal, namun tak mau bersabar dalam prosesnya, maka pada akhirnya kita hanya akan menghabiskan usia dalam sia-sia.
Semoga kita bisa mengetahui hakikat bimbingan guru bagi kesuksesan proses kita. Dan kita selalu sabar dalam tempaan usaha, juga doa yang kita jalankan dan langitkan disetiap harinya. []
#salamKWAGEAN