Aktivitas keseharian al-Būtī tidak hanya terpusat di Suriah. Kiprah al-Būtī di dunia akademis dan non-akademis sangat signifikan di dunia Islam. Terbukti, al-Būtī diangkat menjadi anggota dalam Lembaga Pengkajian Peradaban Islam (al-Majma’ al-Mulūki li al-Bukhūts al-Hadhārah al-Islāmiyyah) di Amman yang disponsori oleh pihak kerajaan Jordania.
Al-Būtī juga pernah menjabat anggota Majelis Penasehat Tinggi Yayasan Thâbah (al-Majlis al-Istisyâri al-A’la li Muassasah Thâbah) di Abu Dhabi, menjabat sebagai anggota Majelis Tinggi Senat Oxford di Inggris (al-Majlis al-A’la li Akadimikiyyah Oxford) dan menjabat sebagai Ketua Persatuan Ulama Syām (Rais Ittihād al-Ulamā al-Syām).
Selain jabatan di atas, al-Būtī juga seringkali berpartisipasi dalam berbagai seminar, simposium, muktamar dan diskusi-diskusi ilmiah baik di tingkat regional maupun internasional. Al-Būtī juga tercatat sebagai pembicara rutin dalam berbagai siaran di televisi nasional.
Misalnya di stasiun TV al-Suriah, beliau mengisi program acara Dirâsah Qur’aniyyah, di TV al-Risalah, beliau mengisi program acara al-Kalim at-Thayyib tentang bedah bukunya Kubra Yaqîniyât, di stasiun TV Iqra beliau mengisi program acara Fiqh al-Sîrah, Syarh al-Hikam ibn Athâiyah dan di stasiun TV Azharî beliau mengisi program acara Hâdzâ Huwa al-Jihâd.
Sebagai seorang ulama Muslim terkemuka, karya al-Būtī sangat melimpah dan beragam. Al-Būtī salah satu ulama kontemporer yang sangat produktif dalam melahirkan karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Menurut Andreas Christmann, hampir tidak mungkin melihat batasan topik dalam karya-karya al-Būtī.
Hasil penelusuran saya, karya-karya al-Būtī yang pernah diterbitkan tidak kurang dari 70 judul buku. Karya-karya al-Būtī tidak hanya dinikmati di Timur Tengah, tetapi juga telah banyak dikaji di benua Eropa dan Asia. Hal ini dikarenakan karya-karya al-Būtī berhasil diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia, kita bisa menikmati karya-karya al-Būtī yang telah diterjemahkan, misal buku berjudul Fiqh al-Sīrah al-Nabawiyyah, al-Lāmazhabiyyah, Lā Ya’tihi al-Bāthil, Hikam Ibn Ataiyah: Syarah wa Tahlīl, al-Hub fi Alqur’ân, Bātin al-Itsm, Aisyah Umm al-Mukminin dan buku lainnya.
Istimewanya, hampir seluruh bukunya selalu best seller. Bahkan, satu buku al-Būtī yang berjudul “Mamūzain” sudah diterbitkan lebih 20x cetakan. Uniknya, al-Būtī tidak mengambil royalti atas buku-bukunya sepeserpun. Semuanya, disumbangkan untuk kepentingan umum.
Bagi al-Būtī, menulis adalah bagian dari misi da’wah bil qalam, di samping janji al-Būtī kepada ayahnya untuk menyebarkan ilmu dan membela agama Islam. Selain itu, tujuan al-Būtī menulis adalah untuk meluruskan syubhat-syubhat (distorsi) yang sengaja dimunculkan oleh kaum orientalis untuk menyudutkan atau mendistorsi pemahaman syariat Islam.
Motivasi Al-Būtī dalam menulis pernah diungkapkan sebagai berikut:
وإني لأسأل نفسي: ما الذي يمسكني اليوم على الكتابة والتأليف؟ أما الشهرة فقد نلت منها أكثر مما كنت أتوقع وأطمع وأما المال فقد أكرمني الله منه بما يفيض عن الحاجة، وأما ثناء الناس فقد نالني منه ما لا أستحق وقد وجدت أخيرا أنه شيء لا ثمرة ولا طعم فيه إلا أن يكون دعاء أخ مسلم لي من خلف سحاف الغيب.
Maksudnya: “Saya bertanya-tanya pada diri sendiri, apa yang membuat saya tetap menulis dan menulis? Kalau tujuan popularitas, saya telah mendapatkan lebih dari yang saya harapkan. Kalau tujuan finansial dan kekayaan, Allah telah anugerahkan saya lebih dari apa yang saya butuhkan. Dan kalau untuk mendapat pujian orang, saya sudah memperoleh lebih dari yang layak saya terima. Pada akhirnya saya menyadari bahwa semua keinginan yang saya sebut tadi sia-sia dan hampa kecuali seuntai doa yang dihadiahkan kepada saya oleh seorang muslim yang tidak saya kenal.”
Ya, harapan doa untuk al-Būtī dari para penikmat buku-buku beliau adalah tujuan yang paling utama baginya. Al-Būtī tidak mengharap popularitas, finansial, pujian dari orang lain karena al-Būtī sadar apa yang ditulisnya adalah murni ilham dari Allah. Tanpa taufik-Nya dan inayah-Nya, al-Būtī tidak mungkin mampu menulis buku-buku “bergizi” tersebut. Begitu pengakuan al-Būtī dalam beberapa pengajian rutiannya.
Demikian kesibukan dan produktivitas al-Būtī dalam membina umat di Suriah maupun dunia. Pemikiran beliau dikaji hampir di seluruh belahan dunia, Timur dan Barat. Pemikiran al-Būtī yang merefleksikan arus pemikiran keagamaan yang moderat (tawassut) dan menolak ekstrimisme dalam memahami Islam memancarkan nuansa pemikiran yang ramah, teduh dan damai. Inilah inti ajaran Islam rahmatan lil ālamīn. Kepada pembaca, mohon berkenan mengirim doa untuk Syeikh al-Būtī. Al-Fātihah. Amīn. Wallāhu a’lam. [HW]
[…] menulis Al-Buthi tidak pernah pudar. Hingga di usianya yang senja, beliau pun masih terus aktif menulis buku maupun […]
[…] air untuk para ulama dan masyarakat Buthān. Berkat khidmat kepada ulama inilah, sang putra (al-Būtī) menjadi ulama […]