Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki keragaman organisasi keagamaan yang kaya, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua organisasi ini telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang kontribusinya melampaui batas-batas organisasi, menunjukkan bahwa esensi beragama sejatinya melampaui sekat-sekat formal.
Table of contents [Show]
1. Keikhlasan dalam Beragama
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mendirikan organisasi ini pada tahun 1912 dengan tujuan memperbarui cara berpikir dan beramal umat Islam sesuai dengan ajaran Islam yang murni . Di sisi lain, KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, dikenal sebagai ulama besar dan pahlawan nasional yang mendirikan NU pada tahun 1926 . Keduanya menunjukkan keikhlasan dalam berjuang demi kemajuan umat tanpa terikat pada sekat organisasi.  
2. Kemanusiaan dan Kesederhanaan
KH Abdur Rozak Fachruddin, atau Pak AR, memimpin Muhammadiyah selama 22 tahun (1968-1990) . Kesederhanaan dan kepeduliannya terhadap umat menjadi teladan bagi banyak orang. Sementara itu, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan Ketua Umum NU dan Presiden ke-4 Indonesia, dikenal sebagai “Guru Bangsa” yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme .  
3. Intelektual-Modernis
Prof. Agus Purwanto, Guru Besar Fisika Teori di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, aktif dalam Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah . Di NU, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) dikenal sebagai kiai dengan gagasan progresif dan konkret untuk kemajuan bangsa dan pesantren . Keduanya menunjukkan bahwa intelektualitas dan modernitas dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai keislaman.  
4. Memudahkan Umat dalam Beragama
Dr. Nurbani Yusuf dari Muhammadiyah dikenal melalui tulisan-tulisannya yang memberikan pemahaman agama yang mudah dipahami . Sementara itu, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dari NU dikenal dengan pendekatannya yang sederhana dalam menyampaikan ilmu agama . Keduanya berkontribusi dalam memudahkan umat memahami ajaran Islam.  
5. Nasionalisme dalam Beragama
Otto Iskandar Dinata, anggota Volksraad dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), terlibat dalam perumusan UUD 1945 . Di NU, KH Syam’un, seorang kolonel dan pendidik, aktif dalam perjuangan kemerdekaan dan pengembangan pendidikan . Keduanya menunjukkan bahwa semangat nasionalisme dapat sejalan dengan nilai-nilai keislaman.  
6. Pergerakan Kemodernan Islam
Prof. Kahar Muzakir, anggota Panitia Sembilan, memberikan pandangan intelektual dalam pengembangan konsep Pancasila . KH Wahid Hasyim, pada usia 31 tahun, telah menjadi tokoh nasional dan berperan dalam merumuskan dasar negara . Keduanya berkontribusi dalam membawa Islam ke arah yang lebih modern dan inklusif.  
7. Nasionalis yang Memimpin Perang
Jenderal Sudirman, seorang guru yang menjadi Panglima Besar TNI, dikenal sebagai kader Muhammadiyah yang taat . Di NU, KH Masykur, selain sebagai Menteri Agama, juga dikenal sebagai Komandan Sabilillah yang ahli dalam pertahanan negara . Keduanya menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam perjuangan fisik dapat sejalan dengan nilai-nilai keagamaan. 
8. Islam Progresif
KH Mas Mansoer, Ketua Muhammadiyah ke-4, dikenal sebagai tokoh Islam terkemuka yang memimpin Muhammadiyah dari tahun 1937 hingga 1942 . Di NU, KH Sahal Mahfudz dikenal sebagai ulama yang menginginkan kehidupan masyarakat diiringi dengan fiqh . Keduanya berkontribusi dalam memajukan pemikiran Islam yang progresif.  
9. Belajar sebagai Tarekat Tertinggi
Prof. Mukti Ali dari Muhammadiyah dikenal sebagai intelektual yang menekankan pentingnya pendidikan dan pembelajaran. Di NU, KH As’ad Syamsul Arifin dikenal sebagai ulama yang berperan dalam pengembangan pendidikan pesantren. Keduanya menunjukkan bahwa belajar dan mencari ilmu adalah bentuk tarekat tertinggi dalam Islam.
Dari uraian di atas, jelas bahwa tokoh-tokoh dari kedua organisasi ini memiliki kontribusi yang melampaui batas-batas organisasi. Mereka menunjukkan bahwa esensi beragama sejatinya adalah tentang keikhlasan, kemanusiaan, intelektualitas, dan kontribusi nyata bagi umat dan bangsa. Sekat-sekat organisasi hanyalah bentuk formal yang seharusnya tidak membatasi semangat persatuan dan kerja sama dalam membangun peradaban.