Kata “Ahad” berasal dari bahasa Arab, yang artinya yang satu, atau pertama (al-awwal). Dan kata ini, juga salah satu nama Allah, “Ahad” Yang Maha Esa.
Kata Ahad derivasi (muystaq) dari Wahid. Dulu orang Arab sebelum Islam datang, menamainya dengan “Awwal” untuk menunjukkan hari pertama dalam satu minggu (usbu’). Di beberapa negara Islam, hari Ahad menjadi hari kedua, setelah Sabtu. Sedangkan di Barat, hari Ahad (minggu) merupakan hari terakhir dari satu minggu (akhir pekan), karena mereka merayakan ibadah di gereja (kanais) pada hari tersebut. Di beberapa negara, memulai waktu awal pekan berbeda-beda, karena disesuaikan dengan peribadatan, hari libur, dan memulai hari aktif dalam beraktifitas (formal).
Hari Ahad, merupakan perubahan ketiga. Tahap pertama, orang Arab tidak memberi nama pada setiap harinya, hanya pada awal bulan ghurar (غرر). Pada tahap kedua, baru mereka memberi nama khusus, hari Ahad dengan nama Al-Awwal, hari Senin dengan nama Ahwan dan seterusnya (baca: sejarah Hari Sabtu, Halimi Zuhdy). Dan tahap ketiga, orang-orang Arab setelah datangnya Islam mengganti menjadi hari “Ahad”.
Imam Al-Suyuti dalam “Al-Shamarikh fi ‘ilm Al-Tarikh”, Ahad adalah hari pertama (al-awwal). Dalam syarah kitab Al-Muhadzab”, Ahad adalah minggu pertama. Ibnu Asyakir meriwayatkan dalam “ta-Tarikh” dalam sanad Ibn Abbas, bahwa pertama kali Allah menciptakan sesuatu adalah hari Al-Ahad, sehingga disebut: Al-Ahad, dan orang-orang Arab biasa menyebutnya dengan al-Awwal (pertama).
Ada juga yang berpendapat, bahwa hari pertama dalam seminggu adalah hari Sabtu. Dalam kitab “Al-Sharh”, “Al-Rawdah” dan “Al-Minhaj” dalam Imam Muslim: “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, gunung-gunung pada hari Ahad, pepohonan pada hari Senin, kerusakan/kekejian pada hari Selasa, cahaya pada hari Rabu, dan Allah menyebarkan binatang di dalamnya pada hari Kamis, dan menciptakan Nabi Adam setelah sholat dzuhur pada hari jumat. Masih dalam Kitab “Al-Shamarikh fi ‘ilm Al-Tarikh”, Imam Syuyuthi menceritakan bawa Ibn Ishaq berkata, Ahli Taurat berkata “Tuhan memulai penciptaan pada hari Minggu, dan ahli Injil mengatakan pada hari Senin, dan kami (Muslim) sebagaimana yang kami dapatkan dari Nabi Kami -yaitu pada hari Sabtu.
Beberapa puluh tahun terakhir ini hari Ahad mulai lenyap, dan bahkan ketika kita bertanya kepada siswa atau mahasiswa atau khalayak umum, mereka sudah tidak lagi tahu asal-muasal hari Minggu yang sebelumnya adalah berasal dari hari Ahad. Dan banyak yang sudah tidak mengenal nama “Ahad”. Dan mereka dengan entengnya menyebut hari Ahad dengan hari Minggu. Banyak juga pembelajar yang tidak mengenal asal-usul hari bahwa hari- hari yang ada di Indonesia berasal dari bahasa Arab, Senin (isnain), Selasa (sulasa’), Rabu (arbia’), Kamis (khamis). Jumat (Jumuah), Sabtu (Sabt). Apakah salah dengan merubah menjadi Minggu?. Tidak juga, karena kebudayaan yang melemah, akan dikalahkan dengan budaya yang kuat.
Setelah penulis telisik dari berbagai leteratur bahwa hari Minggu adalah nama yang diambil dari bahasa Portugis, Domingo yang berarti “hari Tuhan kita”, dan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kemudian kata ini dieja sebagai Minggu. Hari tersebut. Bagi salah satu umat yang ada di dunia, yaitu umat Kristen, nama hari Minggu selain diidentikkan dengan Hari Tuhan, juga sebagai hari kebangkitan, hari peristirahatan dan hari untuk beribadah. Pada hari Minggu ini umat gereja memperingati hari Minggu sebagai hari perhentian bagi orang Kristen sekaligus hari peringatan akan kebangkitan Yesus. (Albalad)
Dalam laman Wikipedia (berbahasa Arab) kata Minggu dalam bahasa Latin berarti hari matahari; yaitu Demenich digunakan di Prancis, Domingo digunakan di Spanyol, dan Domonica di Italia. Ketiga nama ini berasal dari kata Latin Dais Dominica, yang berarti Hari Tuhan. Selama abad keempat Masehi pemerintah dan gereja secara resmi menyetujui hari Minggu sebagai hari istirahat di Eropa. Hari ini, hari Minggu adalah hari libur di semua negara Kristen, dan dalam banyak tradisi Kristen hari Minggu adalah Sabat Kristen, yang menggantikan Sabat Yahudi.
lembaga pendidikan Islam di Indonesia dan lembaga-lembaga lainnya memulai aktifitasnya dengan hari kedua, yang seharusnya (kalau mengikuti arti bahasanya) aktifitas atau kegiatan apa pun dimulai dari hari Ahad, bukan hari Senin. Mengapa? Karena hari Senin berarti hari kedua, dari satu pekan. Dari perubahan hari inipun, berubah seluruh budaya yang terkait dengan permulaan hari, banyak lembaga yang memulai kegiatan dengan hari Senin, karena pada hari Ahadnya aktifitasnya diliburkan mengikuti makna dari hari Minggu (hari Istirahat), yang “kalau mengikuti maknanya” seharusnya memulai aktifitasnya adalah hari Ahad (hari pertama dalam satu pekan).
Minggu menurut Wikipedia pada tanggal 7 Maret 321, Kaisar Konstatinus I, menetapkan hari Minggu sebagai hari peristirahatan bangsa Romawi. Para reformator gereja, Luther dan Calvi memandang hari Minggu sebagai institusi sipil yang dibuat oleh manusia, yang menyediakan waktu bagi manusia untuk beristirahat dan beribadah.
Dan saya masih salut pada beberapa pondok pesantren, madrasah dan lembaga-lembaga lainnya yang masih menerapkan hari libur, pada hari Jumat. Karena hari Jumat (bagi umat Islam) adalah sayyidul Ayyam, hari penuh berkah dan hari untuk banyak melakukan peribadatan kepada Allah. Hari liburnya hari Jum’at, seebagai persuapan untuk melakukan shalat Jum’at, dan dimulai kegiatan pada hari Sabtu atau Ahad.
Ternyata berubahnya nama hari sangat berpengaruh bagi berubahkan sebuah kebudayaan. bagi umat Islam sendiri, hari Ahad sudah banyak dilupakan, karena maraknya kalender dan media yang menggunakan hari Ahad dengan hari Minggu. Dan juga, banyak yang tidak mengetahui bahwa hari Ahad adalah hari pertama dalam satu pekan.
Perubahan hari Ahad menjadi hari Minggu ternyata sudah berjalan lama, sekitar tahun 1988. Apakah kita tetap menggunakan hari Ahad atau hari Minggu, itu terserah pembaca, tetapi kalau konsisten dengan hari dalam satu pekan di Indonesia, maka menggunakan hari Ahad lebih tepat dari pada hari Minggu.
Tulisan ini hanya sebuah refleksi sederhana saja, yang penulis sudah lama bertanya-tanya kenapa berganti hari Minggu, dan kebetulan penulis belum terbiasa menggunakan hari Minggu ketika di Pondok Pesantren, dan sampai hari inipun, penulis selalu menjawab hari Ahad ketika ditanya anak-anak mau berlibur kapan?.
Mudah-mudahan hari lain tidak tergantikan dengan nama yang lain lagi. cukup hari Ahad saja, dan penulis tetap menggunakan hari Ahad, walau pun hari Minggu selalu hadir di akhir pekan. karena hari Minggu adalah hari dipekan terakhir, bukan hari pertama sebagaimana dibeberapa kalender yang meletakkan hari Sabtu diakhir, dan hari Minggu di Awal.
Mudah-mudahan menjadi refleksi bersama. bukan untuk diperdebatkan, tetapi hanya untuk direnungkan. karena perubahan seperti di atas sering terjadi, jika suatu kaum latah, atau kalah dalam memasarkan keilmuannya, atau kalau dalam perpolitikan dunia, atau latah pada sebuah kemajuan dari sebuah peradaban tertentu. Maka, nama-nama itu pun akar tergantikan, sebuah keniscayaan.