Berikut ini adalah manuskrip kitab “Fath al-Mulûk” karangan seorang ulama Banten yang hidup di abad ke-18 M, yaitu Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar al-Bantani. Judul lengkapnya adalah “Fath al-Mulûk li Yashil ilâ Mâlik al-Mulûk ‘alâ Qâidah Ahl al-Sulûk”.
Kitab “Fath al-Mulûk” berisi beberapa bidang kajian ajaran agama Islam, seperti teologi (ushûl al-dîn), yurisprudensi (fikih), ushul fikih, tasawuf, dan etika. Dari kesemua itu, yang paling dominan adalah kajian dalam bidang tasawuf.
Manuskrip kitab “Fath al-Mulûk” saat ini tersimpan sebagai koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Jakarta, dengan nomor kode A. 111. Dalam koleksi bernomor kode tersebut, terdapat pula sejumlah karya Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten lainnya.
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kitab ini adalah bahasa Arab, dengan jenis aksara Arab (khath) kombinasi antara ta’lîq dan naskhî. Warna tinta teks pada naskah adalah hitam dan merah. Dalam kolofon, didapati informasi jika karya ini selesai ditulis pada tahun 1183 Hijri (bertepatan dengan tahun 1769 Masehi) dengan tempat penulisan di area istana Kesultanan Banten.
Dalam kata pengantarnya, Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten mengatakan bahwa ia menulis karya ini karena diminta oleh penguasa Banten saat itu, yaitu Sultan Abu al-Nashr Muhammad Arif Zainul Asyikin (memerintah 1753-1773 M), putra dari penguasa Banten sebelumnya, yaitu Sultan Abu al-Fath Muhammad Syifa Zain al-Arifin (memerintah 1733-1750 M). Tertulis di sana:
وبعد. فإن بعض السادات والعرفان وأصحاب الأحباب من خلصان الإخوان والأصحاب من سيد السادة ملك المعظم المظفر المفخم المنصور بعناية مالك الغفار مولانا وسيدنا النسيب الحبيب الطاهرات الأصل والنسل من سلا(لة) بني هاشم وبني المطلب سلطان أبو النصر محمد عارف زين العاشقين السلطان بن السلطان المرحوم أبو الفتح شفاء زين العارفين خليفة الله تعالى في أرضه خليفة القادري والرفاعي وغيرهما قدس الله أسرارهم الجميع دام علاه <…>
(Wa ba’du. Sesungguhnya seorang tuan yang cerdas, serta sebagian sahabat yang tulus seperti saudara, seorang kawan yang berasal dari keluarga para tuan, seorang penguasa yang diagungkan, yang tangguh, yang berkuasa, yang meraih kemenangan atas pertolongan Allah Sang Malik Ghaffar, yaitu tuan kita dan penguasa kita, seorang yang memiliki nasab keturunan mulia, habib terkasih, berasal dari keluarga leluhur suci, dari trah Bani Hasyim dan Bani al-Muthallib, yaitu Sultan Abu al-Nashr Muhammad Arif Zainul Asyikin, seorang sultan putra almarhum Sultan Abu al-Fath Syifa Zainul Arifin, seorang wakil Allah Ta’ala di muka bumi, sekaligus seorang wakil Tarekat Qadiriah dan Rifa’iah dan lain sebagainya, semoga Allah senantiasa mensucikan rahasia mereka, dan senantiasa melanggengkan keluhurannya)
Selanjutnya, Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten menulis:
فيقول الفقير الحقير القادم الى مولاه الرحيم الكريم المعترف بالذنب والتقصير الراجي الى عفو ربه الغفار عبد الله بن عبد القهار الشافعي مذهبا الشاطري والقادري طريقة الأشعري والماتردي عقيدة خادم أهل تراب أقدام الصالحين قليل الزاد الى المعاد <…>
(Maka berkata seorang yang fakir hina, yang datang kepada Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Mulia, yang mengakui segala dosa dan kesalahannya, yang mengharap ampunan dari Tuhannya yang Ghaffâr, yaitu Abdullah b. Abdul Qahhar, seorang yang mengikuti mazhab Syafi’i dalam fikihnya, yang mengikuti masyrab Syathiriah dan Qadiriah dalam tarekatnya, yang mengikuti manhaj al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam akidahnya, yaitu seorang pelayan para ahli tanah yang menempel pada telapak kaki orang-orang salih, seorang yang sedikit bekalnya menuju hari akhir)
Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten kemudian melanjutkan:
وسميته هذه الرسالة بفتح الملوك ليصل الى مالك الملوك على قاعدة أهل السلوك. ولو كنت لست أهلا لذلك لكن راجيا لثواب ذلك خالصا لوجه الله الكريم. ورتبته على مقدمة وخمسة أبواب وفصول وخاتمة. ونزيد أيضا في رسالتي هذا شيئا من الفوائد والنوادر والنواكت ومسائل وفروع.
(Aku menamakan risalah ini dengan “Fath al-Mulûk li Yashil ilâ Mâlik al-Mulûk ‘alâ Qâidah Ahl al-Sulûk”. Aku menulis risalah ini, meskipun aku merasa bukan ahli di dalamnya. Namun, aku mengharap pahala yang tulus dari sisi Allah Ta’ala yang Mulia. Aku menyusun risalah ini kepada muqaddimah, lau lima buah bab dan pasal, serta penutup. Aku juga menambahkan di dalam risalahku ini beberapa faidah, hal-hal penting dan langka, serta beberapa masalah dan pembahasan).
Di antara faidah yang dituliskan oleh Syaikh Abdullah b. Abdul Qadir Banten dalam karya ini adalah silsilah dan sanad keilmuan beliau. Di sana, beliau menjelaskan jika beliau pernah belajar kepada Syaikh Ibrâhîm b. Muhammad Abû Thâhir al-Madanî ketika berada di Madinah. Sosok Syaikh Ibrâhîm b. Muhammad Abû Thâhir al-Madanî ini tak lain adalah cicit dari Syaikh Burhân al-Dîn Ibrâhîm b. Hasan al-Kûranî (w. 1690), mahaguru ulama Nusantara generasi abad ke-17 seperti Syaikh Abdul Rauf Singkel Aceh (w. 1693), Syaikh Yusuf Makassar (w. 1699), Syaikh Abdul Syakur Banten (w.?) dan Syaikh Abdul Mahmud Mataram (w.?).
Sementara di Makkah, Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten belajar kepada Syaikh Muhammad b. ‘Alî al-Thabarî al-Makkî, Syaikh Imâm ‘Abd al-Wahhâb al-Syâfi’î, Syaikh Sa’îd al-Syiblî, ‘Athâ al-Mishrî, dan Syaikh ‘Alî al-Yamânî. Selain itu, beliau juga tercatat belajar kepada ulama besar al-Azhar Mesir, yaitu ‘Abd al-Wahhâb al-Thanthâwî al-Mishrî al-Azharî. Keduanya kemungkinan berjumpa di Makkah.
* * * * *
Keberadaan sosok Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten telah cukup banyak dikaji dan diulas oleh beberapa peneliti, di antaranya ialah oleh Elyn Erlina dalam tesisnya di Pascasarjana UI (2007) dengan judul “Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani: Fath al-Mulk li Yasila ila Malik al-Mulk ‘alâ Qâidah Ahli Suluk: Citra Neo-Sufisme di Kesultanan Banten Abad XVIII (Suntingan Teks dan Analisis Isi)”.
Selain itu, terdapat juga Ade Fakih Kurniawan yang mengkaji sosok Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten dalam tesisnya yang berjudul “The Mystical Thought of ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani (an Analysis of the Masyahid al-Nasik fi Maqamat al-Salik)” di Universitas Paramadina (2010), juga dalam artikelnya yang berjudul “Dimensi Mistik Wujudiyyah Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani” (http://percikata.blogspot.com/2012/02/dimensi-mistik-wujudiyyah-abdullah-bin.html).
Sementara itu, Mahrus el-Mawa dalam disertasinya di Pascasarjana FIB UI (2015), juga menyinggung pengaruh ketokohan Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten dalam sejarah penyebaran Tarekat Syathariah di wilayah Cirebon.
* * * * *
Menurut Ade Fakih Kurniawan, informasi mengenai sosok Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten terbilang sangat minim sekalipun namanya cukup popular karena tercatat dalam beberapa karya biografi bermutu semisal Geischichte der Arabischen Literatur (GAL) karya Carl Brockelmann. Namun data-data yang disajikan dalam GAL ini hanya memuat perkiraan tahun wafat dan dua karya monumentalnya yang paling dikenal dunia yakni “Risâlah Syurûth al-Hajj” yang ia tulis selama ia berada di Makkah pada tahun 1748 dan “Kitâb al-Masâ’il”. Dalam catatan Brockelmann, karya Abdullah b. Abdul Qahhar Banten yang paling popular di dunia luar adalah “Risâlah fî Syurûth al-Hajj” yang ia tulis sewaktu di Makkah pada tahun 1748 M dan “Kitâb al-Masâ’il” yang ditulisnya pada tahun 1746 M.
Masih menurut Kurniawan, bahwa dalam silsilah “Sajarah Cianjur Sareng Raden Aria Wira Tanu Dalem Cikundur, Cianjur”, ditemukan nama Abdullah dengan tambahan nama al-Rifâ’î di belakangnya. Abdullah al-Rifâ’î ini adalah putera dari Syaikh Abdul Qahhar, seorang ulama Banten yang menikah dengan Ratu ‘Aisyah cucu Sultan Ageng Tirtayasa. Ayahanda Ratu ‘Aisyah itu sendiri adalah Syaikh Manshur yang dimakamkan di Cikadueun, Pandeglang (Banten). Selanjutnya, dinyatakan bahwa Syaikh Abdullah al-Rifâ’î ini menikah dengan Ny. Rd. Modjanagara, putri Raden Adipati Wiratanu Datar IV (Raden Sabirudin), seorang Adipati Cianjur. Adipati ini dikenal dengan seorang penguasa yang alim, luas pengetahuan agamanya dan sangat sholeh. Dari perkawinan Abdullah al-Rifâ’î dengan Ny. R. Modjanagara ini lahirlah beberapa putra dan putri, yakni” (1) R.A. Mangkupradja yang kemudian menjadi Patih Cianjur dan selanjutnya menurunkan silsilah Bupati Cianjur; (2) R.H. Muhamad Husen yang kemudian menjadi Panghulu Gede Cianjur; dan (3) Nyai Rd. Bodedar yang menjadi orang terkaya di zamannya dan telah mewakafkan berhektar-hektar tanah untuk keperluan kepenghuluan, salah satu wakafnya yang hingga kini masih ada dikelola oleh Badan Wakaf Masjid Agung Cianjur.
Dalam manuskrip kitab “Masyâhid al-Nâsik” karya Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten, demikian lanjut Kurniawan, terdapat sebuah keterangan yang menyatakan bahwa beliau pernah tinggal di Cianjur. Keterangan tersebut dapat dihubungkan dengan keterangan yang ada dalam “Sajarah Cianjur” di atas. Dari gabungan keterangan ini, didapati kesimpulan bahwa Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten adalah seorang ulama besar Banten yang masih merupakan keluarga kerabat kerajaan, sekaligus keluarga kerabat bangsawan Sunda-Cianjur.
Prof. Oman Fathurrahman dalam artikelnya yang berjudul “Aceh, Banten, dan Mindanao” (http://oman.uinjkt.ac.id/2012/03/aceh-banten-dan-mindanao.html) menyatakan bahwa jaringan intelektual Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar sampai ke kawasan Mindanao, Filipina Selatan. Menurut Fathurrahman, dalam salah satu manuskrip tasawuf berjudul “Sayyid al-Ma’ârif” karangan seorang ulama Mindanao, Syaikh Ihsân al-Dîn, disebutkan bahwa dirinya berguru kepada Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten.
Wallahu A’lam. [HW]
[…] sumber :Manuskrip Kitab “Fath al-Mulûk” Karya Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten Bertahun 1183 H (1… […]
[…] sumber :Manuskrip Kitab “Fath al-Mulûk” Karya Syaikh Abdullah b. Abdul Qahhar Banten Bertahun 1183 H (1… […]