Kiai As’ad: Karomahnya yang bisa memecah badan hingga mengetahui turunnya hujan

Di timur Pulau Jawa masyhur sesosok figur kenamaan, seorang kiai karismatik, dengan asma mulia KHR. As’ad Syamsul Arifin (Kiai As’ad). Ya, nama besar kiai yang wafat tahun 1990 itu banyak hal yang melatarbelakangi, diantaranya adalah anugerah karomah yang melekat pada jiwa mulianya.

Ikhwal karomah pada seorang Kiai As’ad, bagi sejumlah orang mungkin tak asing dengan kelebihan-kelebihan luar biasa, yang tak sama layaknya insan pada umumnya. Banyak orang, santri, bahkan beberapa kiai menutur, bercerita, perihal fenomena yang bisa dikatakan “langka”, namun “fakta” pada pengasuh ke dua Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo itu.

Kisah yang dirasakan Mas’ud, misalnya. Konon, santri yang biasa bertugas melayani keperluan Kiai As’ad itu dibuat takjub secara berulang kali, saat mengetahui kelebihan pada sosok mediator berdirinya NU itu.

Suatu ketika, Mas’ud diajak Kiai untuk melihat pekerja yang tengah membangun gedung madrasah disebelah barat kantor asrama. Kiai As’ad yang termasuk tipikal kiai perokok, melihat kantong bajunya sudah kosong dari sebiji rokok pun, beliau langsung menyuruh Mas’ud di sampingnya, untuk mengambilkan sebungkus rokok yang bertempat tepat di atas pintu kamar beliau.

Mendengar titah itu, dengan sigap nan cepat Mas’ud berlari menuju dalem, tepatnya menuju kamar pribadi kiai, tempat penyimpanan rokok kiai tadi. Jarak antara pembangunan gedung madrasah dengan kamar bisa dibilang sedikit jauh, kurang lebih berkisar 300 meter. Sehingga Mas’ud sebelum menggenggam sebungkus rokok itu, ai harus melewati sudut-sudut madrasah dan asrama santri putri.

Keanehan mulai Mas’ud rasakan, tak jauh saat mendekati kamar pribadi beliau. Bagaimana tidak, kiai yang baru saja memerintahnya untuk mengambil rokok di tempat pembangunan, waktu itu juga Mas’ud jumpai beliau di dekat kamar, guna memberi pengarahan perihal kebersihan pada santri putri kala itu.

Kekagetan itu segera Mas’ud hentikan, karena perintah untuk mengambil rokok harus dengan segera ia tunaikan. Dengan perasaan yang masih ganjil, Mas’ud meneruskan derap langkahnya menuju kamar kiai, untuk mengambil sebungkus rokok. Tepat di bibir kamar, Mas’ud benar-benar terkejut dan kaget bukan kepayang, pasalnya ia “juga” jumpai sosok Kiai As’ad sedang membaca kitab di dalam kamar pribadi beliau.

Baca Juga:  Menjelang 100 tahun NU, Tingkatkan SDM Bidang Sains-Teknologi dan Perkuat Kolaborasi

Semakin kaget dan terus bertanya-tanya seorang Mas’ud di tempat itu. Terdiam sejenak, lalu ia pun mengurungkan niatnya untuk mengambil sebungkus rokok yang diamanahi kiai. Karena di tengah rasa takjubnya, Mas’ud beranggapan bahwa Kiai As’ad sudah mengambil sendiri rokok yang sebelumnya diamanahkan padanya.

Mas’ud sedikit lega, karena titah kiai selayang pandang ia anggap telah purna. Mas’ud kemudian kembali, berjalan menyusuri madrasah dan asrama putri untuk menuju ketempat semula, tempat pembangunan gedung madrasah yang sebelumnya ia bertempat dengan Kiai As’ad.

Perasaan yang sempat sedikit lega, kembali harus memuncak saat Mas’ud tak jauh dari tempat pembangunan menyaksikan Kiai As’ad di dekat material bangunan. Bagaimana tidak, beberapa detik yang lalu ia menyaksikan kiai sedang memberi wejangan di dalem, kemudian membaca kitab dikamar beliau, kali ini ia “kembali” melihat sosok kiai, berdiri di dekat pembangunan madrasah. Dan itu, ia rasakan dalam kurun “waktu yang sama”.

Kali ini, Mas’ud benar-benar merasakan hal yang tak wajar, sebuah pengalaman yang tak pernah ia rasakan semasa hidupnya. Kembali, untuk kedua kalinya Mas’ud menuju kamar kiai, tempat rokok sebagaimana amanah awal padanya. Beberapa depah di kamar beliau, kali ini seorang Mas’ud tak tau ingin mengungkapkan apa, ketakjupan yang sungguh besar ia rasakan pada sosok mulia Kiai As’ad.

Kembali, untuk yang kesekian kalianya Mas’ud menyaksikan Kiai As’ad sedang membaca sebuah kitab di hadapannya. Kali ini, dengan sedikit percaya diri Mas’ud berdehem, memberi isyaroh dikamar beliau beberapa saat sebelum tangannya mengambil sebungkus rokok diatas pintu kamar.

Dengan posisi tak berubah masih di hadapan kitab, Kiai As’ad pun sontak bertanya, “Ada apa Ud?” dawuh kiai dengan nada agak keras. Mas’ud yang sebelumnya telah diterpa rasa takjub diluar nalar sebab karomah yang luar biasa ini, sepontan langsung gemetar, rasa canggung bercampur aduk dengan rasa takut ia emban, tepat disamping Kiai As’ad.

Baca Juga:  Refleksi Hari Santri, Ilmu Pengetahuan, dan Embodied Islamic Piety

“Sobung kiai (tidak ada kiai)” tanggap lentur Mas’ud, usai mendengar pertanyaan Kiai As’ad tadi. Dirasa kiai tak kembali bertanya, perlahan Mas’ud melangkahkan kakinya, keluar dari kamar pribadi kiai. Tak lama berselang, ia pun bercerita, mengungkapkan pada teman-temannya ikhwal rasa heran dan takjub terhadap Kiai As’ad tersebut.

Itu, sebuah karomah Kiai As’ad yang pernah dialami oleh salah seorang santrinya. Tak kalah mengejutkan dari cerita Mas’ud, sebuah cerita non fiksi perihal karomah kiai, juga datang, yang disaksikan sejumlah pasang mata, lebih tiga dekade silam. Tepatnya di ujung tahun 1984.

Ya, Tahun 1984 bisa dikatakan tahun bersejarah bagi pesantren Kiai As’ad, Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Bulan Desember di tahun itu, pesantren yang menampung ribuan santri itu menjadi tuan rumah pagelaran muktamar NU yang ke-27. Dalam acara akbar ini, sudah hal yang wajar kedatangan deretan ulamak, kiai, petinggi negara, bahkan orang nomer wahid di tanah air kala itu, presiden Suharto.

Desas-dedus ikwal kedatangan presiden kedua itu usai sampai ke Pesantren Sukorejo, para pengurus dan segenap panitia waktu itu, tentu kian bergegas dengan berbagai persiapan matang, guna menyambut deretan undangan. Wabil khusus tamu spesial, presiden Suharto.

Persiapan dari segala sektor pun dengan cepat dilakukan, salah satunya dengan merapikan dan meyiram sepetak Lapangan Sodung –sebuah tanah lapang yang tak jauh dari Pesantren Sukorejo–, guna menyambut pendaratan helikopter rombongan presiden Suharto yang akan menghadiri momentum prestitesius 5 tahun itu.

Nah, pada baris cerita ini, karomah Kiai As’ad mulai hampir terasa oleh deretan pasang mata, sejumlah orang yang ikut andil untuk merapikan dan menyiram lapangan. Kiai yang menyetahui beberapa petugas dan simpatisan tengah menyiram lapangan, dengan cepat langsung mendekati petugas, dan beliau berdawuh:

Baca Juga:  Sinergikan Madrasah Diniyah Nahdlatul Ulama dengan Pesantren

“Pakai uang siapa menyiram lapangan seluas ini? Kalau pemerintah banyak uang, lebih baik untuk memperbaiki jalan diutara sana” tanya beliau, sembari tangan mulianya menunjuk ke arah utara. “Percuma saja kalian meyirami lapangan ini. Toh, sebentar lagi akan turun hujan. Lagi pula Pak Harto tidak akan mendarat di sini” sambung kiai, guna memberi tahu petugas yang telah terlanjur membasahi sebagian lapangan, dengan sebuah trus tangki air.

Mendengar dawuh beliau, para petugas langsung tertegun, terselimuti dengan rasa ketidak nyamanan pada pimpinan tertinggi Pesantren Sukorejo itu. Dengan hanya memberi tangap singkat pada kiai, bahwa mereka hanya menjalankan tugas dari atasan. Tak lama di tempat ini, kiai pun beranjak, kembali ke area Pesantren Sukorejo.

Hal luar biasa pun terjadi, kira-kira langkah kiai mulai sampai ke Sukorejo. Para petugas dan segenap simpatisan, pun masyarakat yang hadir kala itu dibuat kaget dan takjup bukan main. Hanya berselang durasi yang sebentar usai Kiai As’ad meninggalkan lapangan, tempat yang digadang-gadang mendaranya presiden Suharto itu tiba-tiba dengan cepat, rintihan hujan turun dengan begitu lebat.

Dengan serentak para petugas dan sejumlah warga yang hadir langsung berhamburan, mencari tempat teduh meninggalkan sebilah lapangan. Fenomena “unik” ini bagi publik kian berkesan tinggi, karena kala itu daerah Sukorejo dan sekitar dalam cuaca retik matahari yang menyala-nyala. Lebih “luar biasa”nya lagi, bias air hujan hanya membasahi area lapangan, dan helikopter rombongan presiden tak jadi mendarat di tempat ini. Dan sekali lagi, itu semua sama, layaknya Kiai As’ad mendawuhkan sebelumnya. [HW]

Sumber: Buku Riwayat hidup dan perjuangan Kiai As’ad.

Muhammad Fauzan
Mahasiswa Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Semoga bisa melahirkan insan-insan mulia, dan bisa mewujudkan visi dari sang prakarsa, murobby “KHR. As’ad Syamsul Arifin”. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Karamah