“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.(QS Al Baqarah:155)
“He who has overcome his fears will truly be free”. Aristotle
“Fear doesn’t exist anywhere except in the mind”. Dale Carnegie
Generasi millenial merasakan di satu sisi suatu yang spesial, membanggakan, karena menghadapi era yang mengagungkan, menyenangkan, dan membahagiakan, karena kehidupan yang nampak baru dan tak pernah terjadi secara masif di dunia. Namun di sisi lain, generasi millenial dibayang-bayangi ketakutan, karena dengan kemajuan ipteks, terjadi perubahan sosial dan perilaku. Ketakutan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat negara sedang berkembang dan terbelakang saja, melainkan juga mengena masyarakat negara maju.
Berdasarkan hasil polling the Global Shapers Survey tahun 2017, bahwa penyebab ketakutan generasi millenial dimulai dari yang paling berat, di antaranya: (1) Perubahan iklim/Kerusakan alam (48.8%), (2) Konflik berskala besar, perang (38.9%), (3)
Ketidaksamaan (30.8%), (4) Kemiskinan (29.2%), (5) Konflik Agama (23.9%), (6) Akuntabilitas pemerintah dan Transparansi/Korupsi (22.7%), (7) Kekurangan air dan makanan (18.2%), (8) kurangnya pendidikan (15.9%), (9) Keamanan (14.1%), dan (10) Kurangnya kesempatan ekonomi dan pekerjaan (12.1%). Secara selintas bahwa data ini bias negara maju, karena untuk negara berkembang, terutama Indonesia dengan sistem politik dan pemerintahan yang yang ada, persoalan korupsi, kurangnya kesempatan pendidikan dan kurangnya peluang pekerjaan, juga relatif cukup menakutkan.
Generasi millenial yang mengalami ketakutan yang cukup serius ini dapat berakibat pada kehidupan yang tidak menentu, tidak tenang dan penuh kegalauan. Jika mentalnya lemah, maka mereka akan tak berdaya, powerless menghadapi tantangan hidup yang menakutkan itu. Tidak sedikit yang mengalami kegagalan hidup secara struktural. Sangat disayangkan jika ada yang solusinya itu melakukan tindakan mengakhiri hidupnya di tangan sendiri atau keluarga.
Sebaliknya jika mentalnya kuat, maka hidupnya merasa tertantang. Mereka akan berkreasi sehingga menghasilkan ide-ide kreatif untuk bisa mengatasi ketakutan dan keluar dari berbagai kesulitan yang memajukan. Tidak sedikit lebih orang yang dengan mental kuat mampu sendiri mengatasi ketakutan itu dengan menyadari takdir bahwa Dia tidak akan membebani hamba-Nya di luar kemampuannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah: 286, yaitu “Laa Yukallifullaaha Nafsan Illaa Wus’ahaa”, yang artinya bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Inilah yang menyemangati bangkitnya generasi milenial dalam menghadapi tantangan dewasa ini dan insya Allah untuk selanjutnya.
Memang apapun masalah yang terbentang di hadapan kita, tak seorangpun generasi milenial harus dan dapat menghindar dari ketakutan yang melingkupi hidup kita. Dunia pendidikan perlu dan wajib menanamkan kemampuan menghadapi berbagai persoalan yang berpotensi menimbulkan ketakutan. Karena ketakutan yang tidak segera diatasi, akan cenderung menjadikan korban generasi milenial.
Kita sangat berharap generasi milenial mampu mantapkan religiusitas, integritas kepribadian, stabilitas emosi, kecerdasan sosial dan peduli terhadap lingkungan serta proaktif terhadap perubahan serta memiliki kelenturan menghadapi dinamika sosial. Dengan kemampuan-kemampuan ini insya Allah akan terhindar dari ketakutan yang tidak perlu.
Akhirnya, kita dan terutama generasi milenial seharusnya menyadari bahwa tidak ada daya dan kekuatan, kecuali kekuatan dari Allah yang Maha Tinggi dan Agung. Karena itu sebenarnya kita tidak ada alasan untuk takut terhadap apapun. Semoga generasi milenial mampu membekali diri untuk bisa menghadapi berbagai tantangan kini dan mendatang.