jejak forensik dalam al-quran

Forensik adalah ilmu yang membahas tentang fakta-fakta medis yang berkaitan dengan hukum. Namun secara lebih luas bisa dimaknai dengan jejak-jejak kejahatan yang ditinggalkan oleh si pelaku, sehingga dengan jejak-jejak tersebut sebuah kasus bisa ditelusuri dan dijadikan data untuk mengejar pelaku kejahatan tersebut. Secara khusus keahlian ini dimiliki oleh kepolisian yang memiliki ‘segudang perangkat’ untuk membongkar suatu kejahatan. Namun jauh sebelum adanya pihak kepolisian yang bertugas untuk melakukan identifikasi terhadap jejak kejahatan, jejak forensik sebenarnya sudah diinformasikan oleh al-Quran.

Al-Quran secara langsung tidak mengatakan bahwa cerita yang disampaikannya adalah tentang forensik. Akan tetapi konten yang ada di dalamnya bisa dikatakan sama, yaitu sama-sama menelusuri jejak kejahatan untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya. Kisah yang disampaikan al-Quran adalah tentang perjalanan nabi Yusuf saat serumah dengan majikannya. Saat itulah peristiwa kejahatan tersebut terjadi, yaitu kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh orang yang belum jelas. Apakah yang ingin memperkosa adalah Yusuf, atau sebaliknya. kesimpang-siuran inilah yang menjadikan jejak forensik dikisahkan oleh al-Quran.

Sebelum masuk kepada kasus kejahatan yang terjadi, alangkah baiknya memahami tentang dua sosok yang terlibat dalam kasus tersebut. Pertama, orang yang terlibat adalah Yusuf. Yusuf adalah seorang budak yang dirawat dengan baik oleh majikannya dari muda hingga dewasa. Yusuf dianugerahi wajah yang sangat tampan sehingga tidak heran banyak orang terkesima dengan ketampanannya. Kedua, seorang istri raja yang menjadi majikan Yusuf. Al-Quran hanya menyebut imra’ah al-aziz (istri seorang raja) yang tidak disebutkan namanya. Namun para ahli tafsir menjelaskan bahwa namanya adalah Zulaikha’.

Kisah bermula pada saat rumah sepi dan Yusuf berada di dalamnya. Saat itu Zulaikha’ mengunci rumah tersebut supaya aman terkendali. Lalu Zulaikha’ berkata ‘Kemarilah mendekat kepadaku’. Kemudian Yusuf menjawab ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku memperlakukan aku dengan baik’. Dalam kondisi tersebut, sebenarnya Yusuf dengan Zulaikha’ sama-sama ‘tidak kuat nahan’. Akan tetapi karena Allah melindungi Yusuf dari peristiwa tersebut, sehingga masalah besar tidak terjadi.

Baca Juga:  Ketika Mereka Mempertanyakan Akhlak Penghafal Al-Qur’an

Karena jawaban dari Yusuf itulah akhirnya keduanya sama-sama bergegas lari menuju pintu. Yusuf lari ingin keluar sementara Zulaikha’ lari untuk mempertahankan pintunya agar tetap terkunci. Disinilah kemudian terjadi adegan penarikan baju. Zulaikha’ menarik baju Yusuf hingga koyak di bagian belakang. Tidak lama berselang, ternyata suami dari Zulaikha’ tersebut datang dan dapat membuka pintu. Dengan sigap Zulaikha’ berkata ‘Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau disiksa dengan pedih?’.

Mendengar ucapan tersebut, suami Zulaikha’ secara otomatis menyangka bahwa istrinya akan diperkosa oleh budaknya sendiri. Namun sebelum menjatuhkan hukuman, kasus tersebut di bawa ‘ke ranah hukum’ untuk diselidiki apa sebenarnya yang terjadi dan siapa yang bersalah?. Dalam peristiwa tersebut ada saksi, namun al-Quran tidak menyebutkan apakah saksi itu saksi ahli atau saksi kejadian. Kalau dilihat dari pernyataan ayat selanjutnya, nampaknya saksi tersebut adalah saksi ahli.

Orang yang menjadi saksi tersebut mengatakan ‘Jika yang koyak adalah baju bagian depan, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang yang berdusta’. Namun jika yang koyak itu baju bagian belakang, maka wanita itu yang dusta dan Yusuf orang yang benar. Ketika bukti baju tersebut dilihat oleh suaminya Zulaikha’, ternyata yang koyak adalah bagian belakangnya. Lalu ia meminta agar Yusuf melupakan hal tersebut dan meminta agar istrinya memohon ampunan kepada Tuhan karena dia bersalah.

Dari peristiwa tersebut yang cukup mengherankan adalah kejanggalan tentang orang yang dihukum. Meskipun bukti sudah kuat dan tersangkanya adalah Zulaikha’, namun yang dihukum justru Yusuf. Peristiwa dihukumnya Yusuf dalam kasus ini – padahal ia terbukti benar – adalah karena tiga faktor: Pertama, untuk menjaga nama baik keluarga istana, jangan sampai terdengar bahwa sang majikan, istri raja berusaha memperkosa budaknya. Kedua, Yusuf adalah seorang budak yang tidak memiliki ‘tameng’ saat dijebloskan ke penjara. Oleh karena itu, tidak akan ada pihak yang membela dia meskipun dipenjara karena keluarganya tidak diketahui. Ketiga, tabiat seorang penguasa yang tidak akan mengalah meskipun bersalah.

Baca Juga:  Parenting dalam Al-Quran: Pentingnya Peran Ayah dalam Mendidik Anak

Serapi apapun kasus tersebut ditutup-tutupi, ternyata tetap viral. Para penduduk Mesir menjadikan kasus tersebut gunjingan ‘masak istri raja tertarik kepada budaknya sendiri’. Mendengar desas-desus di luar istana tersebut, Zulaikha’ tidak terima dengan para wanita tukang gosip. Para wanita Mesir tukang gosip tersebut diundang supaya menyaksikan langsung ketampanan Yusuf yang membuat dia tergila-gila.

Para wanita Mesir akhirnya berkumpul untuk memenuhi undangan tersebut dan diberikan jamuan buah beserta pisau untuk mecincang buah tersebut. Saat mereka semua sudah memegang buah dan pisau cincangnya, Yusuf diminta untuk menunjukkan diri dihadapan para wanita Mesir itu. Melihat ketampanan Yusuf itu para wanita Mesir tidak terasa melukai tanganya sendiri-sendiri seraya mengatakan ‘Ini bukanlah manusia, ini adalah malaikat yang maha mulia’. Itulah ‘dendam’ yang dilakukan oleh Zulaikha’ untuk mengobati luka hatinya atas gosip miring yang dialamatkan kepadanya.

Lantas di mana letak jejak forensik di dalam kasus ini?. Pertama, saat ada dua orang laki-laki dan perempuan berdua di dalam satu kamar dan terkunci, hal itu memberikan indikasi ‘tidak beres’ dan harus ditelusuri lebih lanjut. Kedua, adanya peristiwa penarikan baju yang membuat baju belakangnya Yusuf koyak merupakan bukti kejahatan yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Ketiga, pada saat mereka berdua kepergok suaminya Zulaikha’, dia langsung berkata ‘Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau disiksa dengan pedih?’. Ucapan spontan tersebut membuktikan psikologis orang yang panik. Orang yang paling panik atas kejadian tersebut memberikan indikasi bahwa dialah orang yang bersalah. Sementara orang yang benar (dalam kasus tersebut) justru menjadi tenang dengan datangnya orang lain karena dirinya merasa aman dari upaya kejahatan yang dilakukan.

Baca Juga:  Ketika Al-Quran Membicarakan Kematian Ringan

Setidaknya ada dua upaya ‘perlindungan diri’ yang dilakukan oleh Zulaikha’. Pertama, umumnya kasus pemerkosaan dilakukan oleh kaum pria, dan kedua, ucapannya yang spontanitas tadi. Serapi apapun kasus tersebut ditutup-tutupi, di kemudian hari akan terbukti juga. Begitulah sebuah kejatahan tidak akan bisa dihilangkan 100% oleh pelakunya. Minimal ada bekas-bekas yang tertinggal supaya bisa ditelusuri lebih dalam mengenai kasus tersebut agar dapat diungkapkan peristiwa yang sebenarnya. Jadi, Tuhan memberikan informasi awal mengenai disiplin ilmu forensik. Yaitu sebuah kasus yang menyisakan barang bukti berupa baju yang koyak pada bagian belakang dan juga adanya saksi ahli yang dibutuhkan dalam mengungkap fakta kejahatan tersebut. [HW]

Abdur Rohman
Dosen Pascasarjana IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Praktisi Hypno Forensic ISH (International Scientific Hypnotherapy)

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini