Opini

Isra’ Mi’raj, Salat dan Rekreasi Nabi

Sedih, galau, gundah adalah hal yang wajar dalam perjalanan hidup seorang manusia, siapa pun itu. Tandanya, ia butuh rekreasi untuk merenggangkan otot, menyegarkan pikiran, serta menanam kembali semangat hidup yang sempat pudar digerus hal-hal yang silih berganti datang dalam lingkaran takdir.

Termasuk panutan agung, Nabi Muhammad SAW, pernah melewati hari-hari berat yang penuh dengan kesedihan ketika dua sosok yang paling militan mendukung dan membela perjuangannya, yang juga memiliki kekuatan untuk menangkal segala cobaan yang datang dipanggil sang Khaliq ke pangkuan-Nya, yaitu pamanda beliau, tidak bukan adalah Abu Thalib (ayah dari sayyidina Ali). Lalu kemudian istri tercinta sayyidah Khadijah al-Kubra.

Bisa kita bayangkan, betapa kesedihan yang hadir di dalam hidup Nabi. Di saat sedang butuh penguatan dari orang-orang terdekat untuk terus eksis berdakwah menyebarkan ajaran agama, beliau justru dihadapkan dengan duka cita yang datang bertubi-tubi. Jelas ini membuka peluang untuk mereka yang selalu merintang-halangi perjuangan dakwah Nabi untuk berbuat bullying yang semakin menjadi. Hujatan, caci maki, penolakan, dan segala bentuk propaganda negatif yang dilancarkan kepada Nabi pun semakin masif.

Adalah ‘amul huzn atau tahun kesedihan (-3 H/619 M) yang dicatat sejarah sebagai masa-masa berat untuk Nabi Muhammad yang membuat dakwahnya semakin menemui batu cobaan dan kerikil gangguan yang menumpuk. Betul, Nabi adalah sosok agung penuh kemuliaan yang tak ada habisnya ditulis oleh tinta-tinta para penulis, dimuat di ribuan karya oleh para pencinta, diingat dalam memori otak manusia yang tertera berapa giga.

Beliau adalah manusia bukan sembarang manusia. Sosoknya seperti lautan tak bertepi dan sumur tanpa dasar yang tidak akan habis kata-kata untuk menyuguhkan pujian dan keagungannya. Bahkan sampai ada penyair Arab yang tidak ragu memuji keindahannya dengan syair masyhur; “Engkau diciptakan tanpa aib, seakan dirimu diciptakan sesuai selera keinginanmu (kesempurnaan)”. Kendati demikian, beliau tetap seorang manusia. Beliau juga memiliki perasaan layaknya manusia pada umumnya. Bahagia, senang, gembira, khawatir, bahkan sedih dan gundah. Nah, di tahun itu lah beliau mengalaminya, gundah gulana.

Apa yang lebih dibutuhkan seseorang jika merasa sedih dan bad mood? Benar, rekreasi dan hiburan untuk menetralisir serta melarutkan kesedihan itu. Kita misalnya, akan pergi ke pantai untuk berekreasi, traveling ke tempat yang instagramable untuk menghibur diri, berlibur ke destinasi-destinasi menarik untuk piknik, atau bisa jadi naik gunung untuk menenangkan kembali pikiran-pikiran yang terus bergerak jalan.

Namun, tujuan wisata Nabi Muhammad SAW jauh dari kata pantas untuk kita bandingkan dengan destinasi-destinasi di atas, beliau diperjalankan Allah dari masjidil Haram ke masjid al-Aqsho dengan transportasi buroq dipandu oleh Malaikat Jibril lalu kemudian membelah langit malam ke baitul Ma’mur setelah melewati 7 lapis langit yang di setiap langitnya beliau bertemu dengan beberapa nabi dan rasul, sampai pada terminal akhir di sidratul muntaha, Malaikat Jibril tidak lagi mampu menjadi guide-nya­ guna melanjutkan perjalanan menuju Arsy untuk melihat dan berdialog  dengan Tuhan semesta alam, Allah SWT. Luar biasa !! Paket wisata plus-plus. Shollu ‘alaih !!

Di masjid Al-Aqsho beliau mengimami salat para nabi dan rasul. Masjid yang terletak di Palestina itu adalah satu di antara masjid termulia di muka bumi di samping masjidil Haram dan masjid Nabawi. Di tanah Palestina itu pula jejak-jejak sejarah terekam. Nenek moyang Nabi Muhammad dahulu juga berdakwah di sana. Tapi mengapa Nabi Muhammad yang menjadi Imam salat di kesempatan itu ?? Padahal beliau adalah Nabi yang paling terakhir diutus ke muka bumi. Iya, karena sejatinya beliaulah Nabi yang pertama kali diciptakan walaupun menjadi yang paling terakhir dikeluarkan, dan dari cahaya cerlangnya itu cikal bakal adanya jagad semesta yang termasuk di dalamnya para nabi dan rasul terdahulu. Maka pantas saja beliau yang maju menjadi Imam.

Selesai berkunjung ke masjid Al-Aqsho, beliau meroket ke atas langit. Dari langit ke langit. Di langit pertama beliau menyapa induknya dari segala jenis manusia (abul basyar), Nabi Adam as. Naik sedikit ke langit kedua, beliau bertamu kepada seorang Nabi yang terkenal dengan keahliannya menghidupkan orang mati, Nabi Isa as dan Nabi yang sejak kecilnya sudah diperintah untuk mempelajari Kitab Taurat dengan sungguh-sungguh, Nabi Yahya as. Lalu di langit ketiga, beliau dijamu oleh Nabi tampan nan idaman yang kisahnya direportase khusus dalam sebuah surat di Al-Qur’an yang juga sesuai dengan namanya, Nabi Yusuf as.

Setelah itu, di langit keempat beliau berjumpa dengan Nabi yang terkenal dengan kegagahan dan keberaniannya, Nabi Idris as. Kemudian di langit kelima, giliran Nabi Harun as yang menerima beliau, saudaranya Nabi Musa yang diakui lebih fasih lisannya. Lanjut ke langit keenam, beliau berkunjung ke Nabi yang terkenal dengan tongkat ajaibnya, Nabi Musa as. Dan di lapisan langit terakhir, langit ketujuh, beliau bertemu dengan bapaknya para nabi dan rasul, Nabi Ibrahim as.

Setelah puas bercengkrama dengan para pendahulu-pendahulunya, Nabi Muhammad yang telah sampai di langit ketujuh itu ditunjukkan oleh malaikat Jibril sebuah tempat istimewa untuk para malaikat, Baitul Ma’mur kiblatnya para penduduk langit. 70.000 malaikat setiap harinya datang berkunjung ke sana.

Sejurus kemudian, beliau diajak ke alam terujung dan batas akhir kehidupan para Malaikat, Sidratul Muntaha. Sebuah pohon super besar yang satu daunnya saja dapat menutupi dunia seisinya. Di sana terdapat triliunan malaikat, hanya Allah saja yang tahu jumlah pastinya. Tepat di tengah-tengahnya itu, merupakan kapling khusus untuk malaikat Jibril.

Destinasi selanjutnya adalah yang paling ditunggu-tunggu, meluncur ke Arsy, berbicara dengan Allah dan melihat-Nya. Betapa bahagianya beliau, kesedihan yang dirasakan sebelumnya seakan terlupakan dengan rekreasi menembus ruang dan waktu ini, Isra Mi’raj.

Menuju Arsy, malaikat Jibril tidak lagi dapat menemaninya, karena memang batas terakhir alam para malaikat adalah Sidratul Muntaha. Malaikat Jibril hanya mengantarkan ke hijab terdekat saja, selanjutnya menjadi perjalanan eksklusif Nabi. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa Nabi Muhammad lebih mulia dari siapapun dan apapun, termasuk malaikat Jibril itu sendiri.

Hanya beliau yang diperkenankan sekaligus satu-satunya penduduk langit dan bumi yang dapat mengunjungi arsy. Perjalanan ke Arsy menaiki bantal hijau yang cahayanya seperti cahaya matahari, membuat pandangan mulia beliau silau. Dan waw, sampai lah beliau ke Arsy. Lebih luas dari yang pernah ada. Sulit untuk dibayangkan. Di momen itu pula lah, sejarah bacaan tahiyyat dalam salat tercatat. Dan yang paling penting untuk diingat, rekreasi ini bukan sekadar rekreasi, Allah memberi oleh-oleh untuk beliau berupa syariat salat sebanyak 50 waktu sehari semalam.

Pasca resmi mengantongi perintah salat, beliau sudah ditunggu di Sidaratul Muntaha oleh malaikat Jibril untuk diajak keliling menikmati tempat yang sama sekali belum pernah dilihat mata, didengar telinga, dan terlintas dalam benak seseorang. Tempat itu bernama Surga. Istana-istana super megah, bangunan-bangunan super mewah, gunung yang terbuat dari intan permata indah, pepohonan dari emas merah, harum semerbak keluar dari tanah, semua kenikmatan di sana melimpah ruah.

Selanjutnya beliau ditampakkan neraka. Terlihat begitu banyak belenggu dan rantainya yang siap menghunjam. Api terpanas yang ada di dunia hanya pembukaan dari panasnya api neraka. Wal ‘iyadzu billah.

Perjalanan hampir berakhir, beliau mulai menuruni langit-langit hendak kembali ke bumi Mekkah. Tapi, drama terjadi di sana. Selepas menerima amanat berupa syariat salat yang berjumlah 50 waktu sehari semalam tadi, beliau memang sama sekali tidak keberatan dan tidak meminta keringanan.

Di tengah perjalanan turun, beliau dipengaruhi Nabi Musa untuk meminta dispensasi karena sudah pernah diuji coba pada masa Bani Israil dan jauh dari kata berhasil. Beliau naik kembali, dan diberikan keringanan berupa pengurangan 5 waktu menjadi 45 salat sehari semalam. Beliau kembali turun dan bertemu Nabi Musa, lalu naik lagi sebab alasan yang sama dan diberikan pengurangan 5 waktu salat pada setiap naik-turunnya sampai pada jumlah final 5 waktu dan beliau malu untuk kembali menawar jumlah waktu salat tersebut kepada Allah. (Ada riwayat yang mengatakan diberikan pengurangan 10 waktu setiap naik-turunnya).

Subhanallah. Tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Berbicara mukjizat harus menanggalkan hukum kebiasaan. Sebab mukjizat, api yang panas menjadi dingin untuk Nabi Ibrahim. Sebab mukjizat, lautan mudah saja terbelah dengan tongkat Nabi Musa. Sebab mukjizat, unta Nabi Saleh dapat keluar dari batu yang besarnya jauh lebih kecil dari unta itu sendiri. Dan sebab mukjizat, Nabi Muhammad melakukan perjalanan supra rasional bumi-langit dalam satu malam. Ini lah rekreasi Nabi Muhammad !!

Imamuddin Muchtar
Mahasiswa PBA Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim, PP Al Awwabin Depok.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini