Mengenai kata Islamophobia, tentu tidak asing lagi yang kini viral kembali setelah presiden Prancis Immanuel Macron melakukan penghinaan kepada umat Islam, dan membuat karikatur Nabi Muhammad saw. Tentu hal ini mengundang amarah umat muslim di Prancis, bahkan seluruh dunia, karena dalam ajaran umat muslim sendiri dilarang untuk menggambarkan bagaimana paras Nabi Muhammad saw, apalagi membuat karikaturnya, tentu tidak layak untuk dipublikasikan.
Istilah Islamophobia sendiri merupakan istilah yang begitu kontroversional yang merujuk pada tindakan diskriminasi, prasangka, kebencian dan ketakutan terhadap islam dan muslim, baik itu islam sebagai agama, maupun muslim sebagai individu (pemeluknya). Dilihat dari sejarahnya sendiri, istilah ini mulai populer sejak tahun 1980-an. Namun, dalam lingkup negara Prancis sendiri, islamophobia dipopulerkan oleh Charlie Hebdo, sebuah majalah kecil.
Charlie Hebdo sendiri merupakan majalah satir, dan humor yang beraliran radikal, atau golongan kiri yang reputasinya yaitu membela otoritas, dan menghadapi apapun yang atau bahkan mempertanyakan berbagai macam kelompok yang menganggap paling unggul (supremasi). Tidak hanya itu, Charlie Hebdo juga kerap kali mengolok-olok symbol fundamentalisme agama Katholik, Yahudi dan juga Islam.
Tentu dalam hal ini, anti Islam dan perasaan takut terhadap islam dan muslim menjadi masalah tersendiri, yang mengakibatkan sebuah penyerangan terhadap Islam. Penyerangan tersebut baik itu kepada individu maupun penyerangan terhadap pemikiran. Tentu dari ketakutan non islam ini dipicu dari berbagai faktor yang menjadi munculnya istilah Islamophobia. Salah atunya yaitu munculnya segelintir kelompok yang ekstrimis, radikal, dan supremasi yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Biasanya islam radikal ini orientasinya yaitu protes dalam konteks politik dengan menerapkan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Inilah salah satu indokator munculnya istilah Islamophobia. Public begitu ditakutkan oleh kelompok islam semacam ini. Padahal pada dasarnya islam tidaklah menanamkan hal kekerasan dalam bentuk apapun, justru nilai yang terkandung didalamnya adalah unsur kedamaian.
Seperti halnya anti islam yang berkembang di Amerika semenjak terjadinya pengeboman di gedung WTC oleh jejaring kelompok teroris yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Dari adanya hal penyerangan yang dilakukan oleh segelintir muslim yang pada dasarnya keras mengakibatkan stigma terhadap muslim secara global. Dengan begitu juga muncullah istilah Islamophobia di Amerika.
Phobia sendiri disebut sebagai adanya sebuah upaya untuk mempersiapkan/mengantisipasi objek yang ditakuti. Maka dari itu, non muslim seperti di Eropa begitu mengantisipasi terjadinya pemberontakan dengan menyuarakan anti Islam yang menganggap islam keras secara keseluruhan, padahal tidak demikian.
Ada beberapa kelompok militant yang kerap kali memunculkan stigma negative Barat terhadap islam yang dianggap sebagai agama yang keras. Diantaranya: Jaringan teroris Al-Qaeda, Taleban, Hizbullah dan kelompok lainnya yang lebih condong keras dan ekstrimis. Jejaring teroris ini bahkan tersebar di seluruh dunia dengan komunikasi yang saling terkait satu sama lain secara tertutup.
Tentu hal ini merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi kalangan muslim progresif/moderat. Tidak hanya di belahan dunia Eropa, namun dalam konteks Indonesia, radikalisme Islam dengan jargonnya mengatasnamakan agama dengan tindak brutal, kekerasan dan sejenisnya merupakan hal yang tidak dibenarkan agama (Islam). Oleh karenanya istilah Islamophobia muncul karena munculnya kelompok-kelompok ekstrem tersebut.
Sebisa mungkin kalangan muslim inklusif dalam bingkai Indonesia (NU-Muhammadiyah) menjadi kiblat dalam menerapkan nilai-nilai Islam yang damai, moderat dan anti kekerasan. Dengan begitu harapannya kedepan pandangan masyarakat luar (non-Islam) tidak lagi menganggap Islam sebagaimana term yang dibangun saat ini, yakni dikaitkan erat dengan teroris dan kekerasan.[BA]
[…] Source link […]