Dengan Puasa, Berarti Berkontribusi Menjaga Alam

Menjalankan puasa selalu dikaitkan dengan perintah Dogmatis, sebagai bukti ketaatan demi meraih derajat takwa. Tetapi, saya mencoba menawarkan dimensi lain untuk mengulas tentang hubungan puasa dengan menjaga alam. Asumsi saya sederhana, dengan menjalankan ibadah puasa, anda secara langsung ikut memperhatikan lingkungan anda.

Puasa merupakan bentuk menahan dari lapar dan haus dari adzan shubuh hingga adzan magrib, dari puasa kita bisa belajar soal sabar, berbagi kepada sesama. Tapi dibalik itu, ada dimensi ekologis yang turut mengiringi kita saat kita puasa.

Asumsi setiap orang 0,1 kg beras setiap tiga kali sehari menjadi dua kali sehari. Dengan asumsi setiap orang 0,1 kg beras setiap makan, maka untuk jumlah muslim 211,2 juta di Indonesia bisa menghemat konsumsi beras atau setara dengan 633,6 juta kh per tahun, penghematan beras berarti mengurangi ketergantungan pada beras. Mengurangi ketergantungan pada beras tak sekedar urusan angka.

Ini menyangkut pilihan hidup bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kita harus ingat, penduduk dunia makin bertambah, kebutuhan hidup yang terkait pangan semakin banyak. Disisi lain lahan produktif menyusut dan usia bumi telah menua, artinya beban bumi makin berat. Dengan berhemat menggunakan menggunakan beras berarti kita menjaga keseimbangan lingkungan.

Pola keseimbangan lingkungan, biang keladinya adalah pola konsumtif. Semakin cepatnya terkuras sumber daya alam dan degradasi lingkungan. Ini sejalan dengan pendapat dari Francis Fukuyama dalam bukunya The Great Disruption bahwa akar kerusakan di bumi bersumber dari empat yaitu, kemiskinan yang meningkat, kekayaan yang meningkat erosi kultural yang meluas termasuk kemorsotan religius, meningkatkan egoisme atau kepuasaan individualistis diatas kewajiban komunal.

Secara tidak langsung ini merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Talaa ingin menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta ini adalah entitas yang sejajar dengan manusia, buka alam ini bukan semata budak manusia. Sehingga perlu dilindungi dan dijaga sebagaimana layaknya umat manusia.

Baca Juga:  Bulan Ramadan, Bulan Suci Penuh dengan Pengampunan Dosa

Al-Qur’an selalu menyebut bahwa alam semesta ini merupakan mahluk ritual sebagaimana manusia, Mereka pun beribadah dan bedzikir kepada Allah swt. sebagaimana manusia berdzikir. Al-Qur’an disebutkan:

Bertasbihlah kepada-Nya langit-langit yang tujuh, bumi dan segala isinya dan tidaklah ada sesuatu kecuali ia bertasbih dengan pujian kepada-Nya, tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka, sesungguhnya Allah adalah Zat yang maha Penyantun dan Pengampun“. (Al-Isra:44)

Inilah pemahaman kita sebagai hamba Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan menjadikan puasa sebagai ritual tahunan saja. Pemaknaan semacam ini justru akan mempersempit pandangan tentang ibadah yang menjadi rukun Islam itu. Dimensi ekologis dalam puasa memberikan perpektif, bagaimana agama mengajarkan kepada kita semuanya untuk peduli kepada alam atau hablum minal alam.

Dalam konteks hablum minal alam ini yakni mengajak manusia untuk menjaga dan melestarikan alamnya. Puasa secara langsung menunjukkan sisi rehabilitatif sebagai bentuk memperbaiki diri.

Puasa merupakan wujud trandensi, mencoba berinteraksi dengan sang khaliq. Tetapi, ada titik bagaimana mendialog puasa dengan sesama alam. Artinya, derajat ketakwaan yang dirasakan di dunia dengan menjaga kelestarian dalam menjaga alam.

Manifestasi puasa dalam tindakan kepada alam seharusnya bisa tercermin terhadap pola perilaku dalam menjaga alam. Dengan berpuasa kita harus sadar kembali betapa pentingnya air bersih bagi kehidupan dan keberagamaan kita. Betapa banyak ibadah kita yang tergantung kepada air bersih seperti wudhu, mandi dan menghilangkan najis. Belum lagi untuk kebutuhan fisik kita untuk air dan sebagainya.

Apabila mengetahui makna puasa dapat dijalankan secara baik dan benar, bisa jadi pengetahuan manusia tentang pelestarian alam semakin meningkat. Ramadan telah menjadi peristiwa agama sebagai bukti pembuktian ketakwaan kita terhadap Allah subhanahu wata’ala.

Baca Juga:  Sedekah Desain Milenial Santri di Era Disrupsi

Menjalankan ibadah puasa menjadi peristiwa pelestarian alam. Moment puasa memberikan makna mendalam bagi alam untuk istirahat sejenak. Selama ini seluruh ekploitasi kepada Alam selalu saja diambil untuk kepentingan individu.

Pola konsumsi ini harus kita jaga dengan menahan lapar dan haus membuktikan bahwa tubuh kita juga membutuhkan keseimbangan yang harus dapat dijaga. Semangat bersedekah, dan bersikap dermawan kepada sesama manusia.

Tidak berarti memberikan santunan uang atau makanan kepada fakir miskin, tetapi bagaimana sedekah ini digunakan untuk menyumbangkan sesuatu yang dapat melindungi alam semesta di masa akan datang. Diantaranya menjaga alam dengan berperilaku  menyelamatkan alam dengan menanam pohon, mengambil dari alam secukupnya tidak berlebihan.

Puasa ini dimaknai sebagai cara ampuh untuk menanggulangi bencana alam dengan istiqamah berbuah positif untuk bumi. Seperti yang kita ketahui rusaknya lingkungan yang menyebabkan berbagai bencana terjadi akhir ini. Aktornya adalah manusia itu sendiri.

Dari konteks ini puasa sejati mengajak manusia untuk lebih baik. Puasa cara progresif yang nyata untuk menjaga keseimbangan alam. Dengan menjalankan puasa berarti kita telah berkontribusi menjaga alam. []

Athoilah Aly Najamudin
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Santri PP. Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.

    Rekomendasi

    IQDAM
    Hikmah

    IQDAM

    Bukan, ini bukan tentang gus yang sedang naik daun tersebut. Meskipun mungkin ada ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini