Hari ini, 9 Zhulhijjah, di Arafah, 15 abad lampau, Nabi Muhammad saw, menyampaikan pesan terakhirnya. Pesan itu ditujukan, bukan hanya kepada kaum muslimin yang hadir di sana, tetapi juga kepada seluruh umat manusia di mana saja dan untuk selama-lamanya.

Pidato ini disampaikan Nabi di atas untanya; al-Qashwa, saat matahari tepat berada di tengah langit Arafah. Panasnya membakari kepala Nabi dan 100 ribu orang yang hadir ketika itu. Nabi meminta seorang sahabatnya, Umayyah bin Rabi’ah, untuk mengulang kata-katanya dengan suara keras agar semua yang hadir bisa mendengarnya.

Kondisi fisik dan mental Nabi amat paripurna. Nabi memulainya dengan menanyakan : “Tahukah kalian, bulan apakah ini dan di tempat manakah kita berada saat ini”. Hadirin mendengarkannya dengan berdebar-debar, lalu menjawab serentak dan gemuruh : “Bulan yang dimuliakan dan di tempat yang dimuliakan Allah”. Isi dari pidato tersebut antara lain sebagai berikut:

Beliau melanjutkan :

“Wahai manusia, dengarkan dan perhatikan baik-baik kata-kataku ini, karena aku tidak tahu apakah aku akan bisa menjumpaimu lagi setelah tahun ini dan di tempat ini”.

Abu Bakar, Umar bin Khattab dan para sahabat yang lain menundukkan kepala, matanya mulai berkaca-kaca, dadanya bergemuruh dan jantungnya berdetak kencang. Suasana hati mereka bagai orang-orang yang akan ditinggal kekasih untuk selama-lamanya. Pikiran mereka tiba-tiba mengalirkan ingatan pada hari-hari yang indah bersama Rasulullah, orang yang paling dicintai dan dimuliakan Allah di muka bumi.

Nabi Saw melanjutkan pidatonya dengan suaranya yang tetap tenang tetapi dengan kewibawaan penuh:

ايهاالناس ان دماءكم واعراضكم واموالكم حرام عليكم كحرمة يومكم هذا وفى بلدكم هذا.

“Wahai manusia. Sesungguhnya hidupmu, kehormatanmu dan harta milikmu adalah suci dan mulia, sebagaimana suci dan mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini. (Sehingga tak seorangpun boleh merenggut, melukai atau merampasnya)”.

“Ketahuilah, sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan yang tercela (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya salah, buruk dan tidak boleh berlaku lagi, untuk selama-lamanya”.

“Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Ingatlah, Kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik”.

“Wahai manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat, (kepercayaan) penuh Allah, dan kalian dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang kokoh di bawah kesaksian Tuhan”.

Husein Muhammad
Dr (HC) Kajian Tafsir Gender dari UIN Walisongo Semarang, Pengasuh PP Darut Tauhid Arjowinangun Cirebon, Pendiri Yayasan Fahmina Institute

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Ulama