Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang sama, yaitu menjadi khalifah di muka bumi. Manusia adalah makhluk yang merepresentasikan peran Tuhan di bumi. Seperti yang tertulis dalam firmannya:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ – ٧٢
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”
Sebagai makhluk yang kedudukannya dijamin persamaannya dalam mengemban amanah, akan tetapi proses penciptaan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan menjadi perdebatan di kalangan para ulama. Perdebatan yang muncul tersebut berangkat dari firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 1:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا – ١
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
Dalam menafsirkan kata khalaqa pada ayat tersebut, sebagian ulama salaf menggunakan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
استوصُوا بالنِّساءِ خيرًا، فإنَّهنَّ خُلِقْنَ مِن ضِلَعٍ، وإنَّ أعوجَ شيءٍ في الضِّلع أعلاه، فإنْ ذَهبتَ تُقِيمه كَسَرْتَه، وإنْ تركْتَه لم يزلْ أعوج، فاستوصُوا بالنِّساء خيرًا
Akan tetapi hadis ini tidak diriwayatkan dalam bentuk redaksi yang tunggal. Ada redaksi (matan) lain yang berbunyi:
المرأة كالضِّلَع، إنْ أقمْتَها كسرْتَها، وإن استمتعتَ بها استمتعتَ بها وفيها عِوجٌ
Dalam menyikapi hal ini, ada beberapa perbedaan pendapat antara Ulama dalam mengartikan redaksi hadis tersebut:
- Makna hakikat: perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Pendapat ini diutarakan oleh beberapa mufassir dalam kitab tafsir yang mu’tabar seperti Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (Al-Qurthuby), Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim (Ibnu Katsir), Tafsir Al-Kasysyaf (Az-Zamakhsyari), Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an (Ath-Thabary).
- Makna majazi (metafora).
Prof. Dr. Quraish Shihab mengatakan bahwa tulang rusuk yang bengkok dalam redaksi hadis tersebut harus dipahami sebagai peringatan terhadap para laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, yang mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu merubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Tidak satupun ayat Alquran yang mengatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Para ulama yang mengatakan demikian (perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki) melandaskan argumentasi pada hadis yang pertama (makna hakikat), sedangkan pendapat yang kedua mendasarkannya pada hadis dengan redaksi yang kedua (makna metafora). Implikasi pemahaman pendapat pertama adalah menempatkan perempuan sebagai the second creation (ciptaan kedua), laki-laki lebih utama dari perempuan (superior), perempuan hanya bagian dari laki-laki dan bukan sebagai entitas makhluk.
Jika ditelisik lebih mendalam, Prof. Dr. Nasarudin Umar mengklasifikasikan istilah-istilah dalam Alquran yang menceritakan asal-usul kejadian manusia dalam 12 istilah, yaitu الماء (air), الأرض (tanah, bumi), التراب (tanah gemuk), الطين (tanah lempung), طين لازب (tanah lempung yang pekat), صلصال كالفخار (tanah lempung seperti tembikar), صلصال من حمإ مسنون (tanah lempung dari lumpur yang dicetak), نفس واحد (diri yang satu/single person), سلالة من طين (sari pati lempung), مني يمنى (mani yang ditumpahkan), نطفة أمشاج (cairan mani yang bercampur), ماء مهين (cairan yang hina).
Kesemua istilah itu digunakan dalam Alquran bukan tanpa alasan, karena setiap ayat yang diturunkan tidak mungkin bersifat hampa kultural. Tuhan memiliki maksud dan tujuan di balik penggunaan istilah-istilah tersebut. Di antaranya adalah menggambarkan bahwa dalam proses penciptaannya, setiap manusia berasal dari asal-usul yang sama. Tidak ada yang mengutamakan satu makhluk dengan makhluk lain atas dasar gendernya. Karenanya, keadilan Tuhan semakin tampak bahwa setiap manusia diciptakan dari unsur yang sama. [HW]