السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنا محمد ابن عبد الله

وعلى اله واصحابه ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا الى يوم النهضة، اما بعد

 

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. Berdasarkan ketentuan organisasi, hari lahir NU ditetapkan berdasarkan kalender Hijriyah, yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 28 Februari 2021 M. Rangkaian peringatan hari lahir NU akan dimulai pada 31 Januari 2021 dan puncaknya akan digelar pada 16 Rajab 1442/28 Februari 2021 M. Berdasarkan kalender miladiah, NU telah menginjak usia 95 tahun Masehi dan usia 98 tahun menurut kalender Hijriah. Beberapa tahun lagi NU berusia seabad.

Berusia hampir seabad membuat NU melalui banyak hal, diantaranya NU menjadi ormas sosial keagamaan, pernah menjadi partai politik lalu kembali ke khittah sebagai jam’iyah dîniyah ijtimâ’iyah. Dari dinamika tersebut berbagai peran dimainkan oleh NU, baik sebagai kekuatan civil society maupun partai politik. Hal demikian tak lepas dari komitmen NU yang memikul tanggung jawab ganda yaitu tanggung jawab keagamaan (masûliyah dîniyah) sekaligus tanggung jawab kebangsaan (masûliyah wathaniyah). Tanggung jawab keagamaan NU diwujudkan dalam dakwah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah berdasarkan prinsip tawassuth (moderat), tawâzun (proporsional), tasâmuh (toleran), i’tidâl (adil) dan iqtishâd (wajar) untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kebatilan (amar ma’ruf nahi munkar). Tak hanya itu, tanggung jawab kebangsaan NU dituangkan dalam perjuangan tanpa henti untuk mengawal tegak dan utuhnya NKRI sebagai mu’âhadah wathaniyah (konsensus kebangsaan) yang final dan mengikat.

Sebagai perwujudan roh keagamaan dan kebangsaan, NKRI yang berdasarkan Pancasila merupakan titik temu terbaik dari nilai-nilai agama dan negara. Pancasila sebagai dasar negara bukan pengganti syariat Islam, namun syariat Islam bisa dilaksanakan dalam naungan Pancasila. Pancasila juga menjamin setiap pemeluk agama lain untuk menjalankan keyakinannya masing-masing. Nasionalisme bukan ideologi yang mengganti kesetiaan kepada agama tertentu dengan kesetiaan kepada negara, karena kesetiaan kepada negara justru bagian dari kesetiaan kepada agama an sich. Penjelasan tersebut merupakan makna dari ungkapan حب الوطن من الإيمان. Syariat Islam menuntut ketaatan kepada ulil amri dan menentang keras bughat kepada otoritas dan kepemimpinan politik yang sah.

Baca Juga:  Apa yang Salah dengan NKRI? (Menelisik Paham Kebangsaan KH Marzuki Mustamar)

NU berkomitmen untuk terus mengawal tegaknya konsensus dasar di atas sebagai basis penyelenggaraan kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. Di tengah ancaman krisis kesehatan dan krisis ekonomi, nasionalisme religius adalah jangkar untuk mengatasi berbagai potensi perpecahan (disintegrasi) akibat SARA dan kesenjangan ekonomi. Seluruh komponen bangsa diharapkan bergotong royong mengatasi pandemi, saling bahu-membahu menyokong kaum papa yang paling terdampak secara ekonomi serta berhenti mengoyak persatuan dengan narasi kebencian, berita palsu (hoaks), fitnah dan insinuasi.

NU berharap masyarakat mampu bijak dalam menggunakan media sosial sebagai alat perajut silaturahim, perekat persatuan dan media penyebar kebaikan dengan ilmu dan informasi yang bermanfaat. Alangkah baiknya bila menggunakan kaidah “saring sebelum sharing, posting yang penting, jangan yang penting posting”. Dimensi digital harus menjadi panggung dakwah bil hikmah wal mauidhatil hasanah. Tak akan ada artinya konten-konten digital yang telah dihasilkan kecuali dalam rangka mengajak kebaikan dan rekonsiliasi. Al-Qur’an menegaskan:

﴾لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ ۗ  ﴿النساء : ۱۱۴ ۞

Bangkitnya semangat belajar agama harus dikawal dengan ilmu agama yang memadai. Maka, dakwah harus berorientasi pada pendalaman ilmiah atau tafaqquh fid dîn. Semangat tafaqquh inilah yang dulu mengantarkan Islam pada era keemasan menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang abad ke-7 hingga abad ke-13 M. Islam tak hanya melahirkan ilmuwan-ilmuwan cemerlang dalam ilmu-ilmu agama, tetapi juga cendekiawan-cendekiawan masyhur dalam bidang filsafat, kedokteran, kimia, matematika, musik, sejarah hingga astronomi. Islam tak hanya menyumbang para ahli bidang fikih dan hadis seperti Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Bukhari (810-870 M), tetapi juga para filsuf dan ilmuwan seperti Jabir ibn Hayyan (721-815 M), Al-Fazari (w. 796/806 M), Al-Farghani (w. 870 M), Al-Kindi (801-873 M), Al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Farabi (874-950 M), Al-Mas’udi (896-956 M), Ibn Miskawaih (932-1030 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al-Razi (1149-1209 M) dan Ibn Khaldun (1332-1406 M). Dakwah Islam harus dibimbing menuju arah tafaqquh agar Islam tidak berhenti sebagai jargon, sentimen dan fatwa-fatwa hitam putih semata. Islam adalah agama dan peradaban. Islam bukan sekadar hukum dan aturan, tetapi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Baca Juga:  Kesadaran Pers Kiai NU Menolak Perkumpulan Buta Tuli

Maka dari itu, NU juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk mendukung langkah-langkah Pemerintah dalam mengatasi pandemi, termasuk dengan menggalakkan vaksinasi. Hal yang demikian merupakan ikhtiar bersama untuk mewujudkan kemaslahatan umum yang sejalan dengan tujuan agama untuk memelihara agama (حفظ الدين), jiwa (حفظ النفس), nalar (حفظ العقل), harta (حفظ المال), keturunan (حفظ النسل), dan martabat (حفظ العرض) manusia.

Jelang satu abad, NU akan terus berkhidmat untuk agama, negara, dan peradaban dunia dengan konsep Islam mutamaddin yaitu Islam moderat yang menjunjung prinsip wasathiyah dîniyah, wasathiyah siyâsiyah, wasathiyah iqtishâdiyah, dan wasathiyah tsaqafiyah. Sikap moderasi dalam agama, politik, ekonomi dan budaya adalah kunci paduan serasi antara Islam dan nasionalisme, demokrasi dan pembangunan ekonomi, agama dan budaya dan dialog Timur dan Barat. Islam harus hadir dan menjadi tandem bagi nasionalisme dalam mendorong demokrasi sekaligus kemajuan ekonomi, pembangunan sekaligus pemerataan, keadilan hukum sekaligus keluhuran akhlak, dan patriotisme sekaligus humanisme. Dengan konsep trilogi ukhuwwah yaitu persaudaraan keislaman (ukhuwwah Islâmiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyah) dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariah/insâniyah), NU akan terus mendorong Islam yang maju, bangsa yang unggul dan dunia yang aman untuk semua orang.

Harlah NU pada 2021 M/1442 H jatuh di tahun yang berat ketika semua bangsa di seluruh dunia tengah bergelut melawan pandemi Covid-19. Hal tersebut diperberat dengan munculnya berbagai bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Air, mulai dari gempa bumi di Sulawesi Barat, longsor di Jawa Barat, banjir di Kalimantan Selatan hingga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu. Bermacam bencana alam dan non-alam harus menjadi titik tolak bagi kaum beriman untuk bertaubat dan makin mendekatkan diri kepada Allah SWT, termasuk memperbaiki kebijakan publik yang merusak keseimbangan alam. Keseimbangan ekosistem harus dijaga dari sistem yang menghalalkan kerakusan ekonomi. Ekonomi harus dibangun berdasarkan prinsip wasathiyah, di antara orientasi pertumbuhan dan pemerataan, di antara sektor padat modal dan padat karya, di antara eksploitasi sumber daya alam dan ekonomi berbasis pengetahuan.

Baca Juga:  Peran Pesantren dalam Menangkal Radikalisme

Selamat Harlah NU. Semoga bangsa kita selalu dijaga dan dilindungi oleh Allah SWT.

شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح، والله الموفق إلى أقوم الطريق

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 31 Januari 2021

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA.

Redaksi
Redaksi PesantrenID

Rekomendasi

profesi terbaik
Hikmah

Profesi Terbaik

Satu ketika ada seorang manusia, yang pasti bukan jin atau malaikat, ingin mendapat ...

Tinggalkan Komentar

More in Berita