Pentingnya untuk Mengenal Moderasi Beragama

Moderasi Beragama

Covid-19 merupakan wabah yang mengguncang dunia beberapa waktu lalu dan hingga saat ini belum juga menemukan titik terang. Virus tersebut berdampak pada segala aspek kehidupan manusia. Salah satunya adalah aspek sosial kehidupan manusia.

Wabah ini tidak hanya ada Indonesia saja, namun hampir seluruh dunia. Sehingga setiap Negara memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatasi masalah tersebut.

Selain menyebar hampir keseluruh dunia, wabah ini juga menyasar seluruh manusia tanpa mempertimbangkan ras, suku, budaya dan agama. Siapapun bisa terjangkit virus ini jika keadaan tubuh tidak kuat dan tidak mematuhi protokol yang ada. Seseorang yang terjangkit virus covid-19, jika tubuhnya lemah akan mengalami kematian.

Selain berpengaruh terhadap kesehatan, virus ini juga berdampak pada beberapa aspek kehidupan manusia.

Dampak yang paling mencolok dari wabah ini adalah kehidupan keberagaman manusia, khususnya umat Islam. Jika beberapa waktu lalu pemerintah membuat kebijakan dengan menutup tempat-tempat ibadah untuk sementara waktu, saat ini telah dibuka kembali namun tetap dengan kebijakan yang baru pula. Seperti halnya dengan tetap menjaga jarak dan memakai masker ketika sholat berjamaah.

Kebijakan ini tentu menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat Islam itu sendiri. Sebagian masyarakat memahami bahwa kebijakan tersebut merupakan hal yang wajar bahkan memang seharusnya untuk ditetapkan.

Namun sebagian yang lainnya mengesampingkan dampak dari virus ini dengan dalih bahwa aturan memakai masker dan merenggangkan saf sholat tersebut menghilangkan keutamaan sholat.

Melihat kejadian seperti itu, moderasi beragama menjadi sesuatu yang harus dimaksimalkan dalam menghadapi situasi saat ini. Lantas apa moderasi beragama itu ?

Dalam bahasa Arab kata Moderasi diartkan al-wasathiyyah. Secara bahasa al-wasathiyyah berasal dari kata wasath. Menurut Al-Asfahaniy kata wasathan didefinisikan dengan sawa’un yang artinya tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar atau yang biasa-biasa saja (Mohammad Fahri, dkk, Jurnal Intizar, No. 2, Desember 2019: 96).

Moderasi beragama juga dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil jalan tengah, bertindak adil, dan tidak ektrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri dalam beragama. Agar tidak tergolong ekstrim dalam beragama, cara pandang, sikap, dan perilaku kita harus diperbaiki dengan berlandaskan pada sumber-sumber terpercaya, yaitu nas Al-Qur’an, sunah, aturan dalam konstitusi Negara, dan kearifan local pada suatu tempat serta kesepakatan bersama. (Abdul Syatar, dkk, Junal KURIOSITA, No. 1, Juni 2020: 4-5).

Baca Juga:  Pentingnya Beragama Secara Radikal-Moderat

Masyarakat Indonesia khususnya umat Islam mempunyai kebiasaan sholat berjamaah di masjid, salah satu contohnya adalah sholat jum’at. Namun dengan adanya pandemi saat ini masyarakat harus patuh kebijakan pemerintah dengan terus memakai masker ketika keluar rumah dan ketika sholat berjamaah.

Sebagian masyarakat sadar bahwa mematuhi protokol itu penting karena virus ini akan menyasar semua kalangan, jika mengabaikan justru akan menimbulkan kerusakan dan membahayan diri sendiri maupun orang lain. Namun sebagian lainnya tidak peduli dengan adanya virus covid-19 dan tetap melakukan rutinitas seperti biasanya.

Disinilah pentingnya mensosialisasikan gerakan moderasi beragama. Dalam melakukan edukasi, masyarakat juga membutuhkan pendekatan khusus agara tidak terjadi konflik. Dalam hal ini Kementrian Agama mengambil peran dalam menghadapi pandemi covid-19 dengan berbagai kebijakan yang berdasarkan moderasi beragama. Dalam kondisi seperti ini Kemenag menerbitkan aturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid di Masa Pandemi. (detikcom, 30 Mei 2020).

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pengayom umat Islam juga mengeluarkan fatwa-fatwa yang dapat menghambat penyebaran virus covid-19. Misalnya Fatwa Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Jumat dan Jemaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19 (CNNIndonesia.com, 05 Juni 2020). Meskipun demikian para pemangku kebijakan harus lebih keras lagi dalam mensosialisasikan tentang pentingnya moderasi beragama, agar kebijakan dan fatwa-fatwa yang dikeluarkan tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat (Abdul Syatar, dkk, Junal KURIOSITA, No. 1, Juni 2020:6).

Agar tidak terjadi konflik, kebijakan dan fatwa tersebut diterbitkan berdasarkan konsep moderasi beragama yang ada di Indonesia. Konsep moderatisme keislaman dalam konteks pemikiran keislaman di Indonesia memiliki lima karakteristik, antara lain :

Pertama, ideologi non-kekerasan dalam mendakwahkan Islam. Kedua, mengadopsi pola kehidupan modern beserta seluruh derivasinya, seperti sains dan teknologi, demokrasi, HAM dan lainnya. Ketiga, penggunaan pemikiran rasional dalam mendekati dan memahami ajaran Islam. Keempat, menggunakan pendekatan kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam. Kelima, penggunaan ijtihad dalam menetapkan hokum Islam (istimbat) (Mohammad Fahri, dkk, Jurnal Intizar, No. 2, Desember 2019: 98).

Baca Juga:  Moderatisme Beragama dalam Upaya Membendung Liberalisasi dan Ekstremisme di Indonesia

Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut ?

Sebagian umat Islam yang tidak melaksanakan kebijakan dari pemerintah dan fatwa ulama dalam menghadapi covid-19, dan beranggapan bahwa covid-19 tidak perlu ditakuti dan kewajiban kepada Allah SWT harus tetap diprioritaskan dengan melaksananakan sholat berjamaah (sholat Jumat) di masjid dengan tidak memakai masker. Maka, umat yang demikian perlu belajar kembali tentang fiqih seputar pandemic. (Abdul Syatar, dkk, Junal KURIOSITA, No. 1, Juni 2020: 9)

Pada dasarnya hukum Islam memiliki ruang yang sangat fleksibel. Ketika ada bahaya dan membahayakan orang lain, maka ibadah yang dilakukan seperti biasanya dapat berubah. Fiqih harus memperbarui hukum yang sudah ada secara actual dan kontekstual tanpa mengabaikan fiqih yang konvensional, agar hokum yang dijalakan sesuai dengan keadaan yang sekarang serta tidak keluar dari maqasid syari’ah.

Maqashid syari’ah didefinisikan oleh Al-Ghazali sebagai menarik mashlahah dan menolak mafsadah. Mashlahah sendiri diartikan sebagai menjaga lima tujuan syari’ah, antara lain menjaga agama (hifz al-din), menjaga jiwa (hifz al-nafs), menjaga akal (hifz al-‘aql), menjaga keturunan (hifz al-nasab), dan menjaga harta (hifz al-mal). Dalam al-Ihkam fi Ushul al-ahkam, Al-Amidi menjelaskan bahwa tujuan Syari’at adalah untuk mendatangakan kemaslahatan atau menolak kerusakan atau kombinasi dari keduanya. (Umdah el Baroroh, dkk, 2016 : 78-79)

Shalat jumat memang wajib bagi umat Islam khususnya kaum laki-laki yang sehat, berakal, tidak terhalang uzur syar’i dan tidak dalam perjalanan (muqim). Namun kewajiban shalat jumat dapat gugur bila ada uzur seperti hujan lebat atau wabah yang melanda. Wabah covid-19 itu termasuk penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan, maka wabah ini tergolong dalam uzur syar’i. Bedasarkan data tanggal 19 November 2020, kasus postif covid-19 bertambah 4.789 sehingga menjadi adalah 483.518 orang. Pasin sembuh bertambah 4.265 menjadi 406.612 orang. Dan angka kematian bertambah 93 menjadi 15.600 orang. (merdeka.com, 19 November 2020)

Melihat fakta tersebut, maka kita wajib mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena kebijakan tersebut sesuai dengan salah satu tujuan maqashid syari’ah yaitu untuk menjaga jiwa seluruh umat khususnya di Indonesia. Selain mengkaji hokum fiqih secara kontekstual, dalam kondisi seperti ini juga perlu memahami kaidah-kaidah fiqih untuk tetap menjaga moderasi beragama. Kaidah fiqh yang dimaksud atara lain :

  1. لا ضرر ولا ضرار (Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain)
  2.  الضرر يدفع بقدر الإمكان (Bahaya harus dicegah sedapat mungkin)
  3. الضرر يزال (Bahaya harus dihilangkan)
  4. الدفع أقوى من الرفع (Mencegah lebih baik dari menghilangkan/mengobati)
  5. درء المفاسد مقدم على جلب المصالح (Mencegah kerusakan didahulukan dibanding menarik manfaat/kebaikan)
  6. الضرورة تبيح المحظورات (Situasi darurat dapat membolehkan apa yang dilarang). (dakwahnu.id, 25 September 2020)
Baca Juga:  Moderatisme Beragama dalam Upaya Membendung Liberalisasi dan Ekstremisme di Indonesia

Pentingnya Moderasi Beragama :

Agar tidak terjadi perpecahan antar umat, moderasi beragama sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal yang perlu dipahami untuk menumbuhkan sikap moderat antara lain :

  • Menyadari bahwa perbedaan merupakan sunnatullah
  • Keanekaragaman merupakan fitrah bangsa
  • Pancasila merupakan cerminan nilai asli masyarakat
  • Bangsa Indonesia adalah beragama

Sikap Moderasi di Masa Pandemi :

Dalam menghadapi situasi pandemi seperti saat ini, kita harus sadar bahwa apa yang tetapkan oleh pemerintah itu demi kemaslahatan umat. Sikap yang harus kita lakukan agar dapat membantu pemerintah dalam memutus mata rantai covid-19 antara lain :

  • Sabar dalam menghadapi pandemi covid-19 dengan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu patuhi protokol kesehatan, karena sesuai dengan tujuan maqasid syari’ah yaitu menjaga jiwa.
  • Selalu mengikuti anjuran pemerintah, pakar kesehatan, dan pihak yang berwenang dalam penanganan covid-19. Karena ini juga merupakan perintah agama. Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ … (النساء:59

“Wahai orang-orang yang berikan taatilah Allah dan taatilah Rasul serta pemangku kebijakan di antara kalian…” (QS. An-Nisa`: 59). (dakwahnu.id, 25 November 2020)

  • Mengutamakan keselamatan jiwa, menghilangkan kemudharatan itu harus didahulukan dari pada menarik kemanfaatan.
  • Tolong menolong dalam mengatasi pandemic dengan tidak memandang suku, agama, ras, dan antar golongan. (academia.edu, 17 November 2020). IZ

 

 

 

Nafi'atun Ni'mah
Mahasiswa IPMAFA

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini