Melindungi Anak

Melindungi anak adalah kewajiban orangtua dan keluarga. Kewajiban pendidik dan sekolah. Kewajiban pemerintah daerah dan Pemerintah. Kewajiban tokoh agama dan masyarakat. Karena itu tepat sekali bahwa Hari Anak Nasional 2020 yang jatuh pada hari ini tanggal 23 Juli mengambil tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, ketika saat ini anak seluruh dunia, utamanya anak Indonesia sedang menghadapi ancaman Pandemi Covid-19.

Laporan Pandemi Covid-19 menyatakan bahwa pada awalnya, virus ini hanya mengena orang-orang usia tua dan lanjut. Namun pada kenyataannya pada pertengahan Mei 2020 ditemukan bahwa kasus pandemi mengena pada semua golongan manusia. Adapun anak yang berusia hingga 17 tahun proporsinya sekitar 5 persen. Jika di akhir ini kejadiannya konsisten, dengan jumlah orang Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19 sekitar 80-an ribu, maka diduga jumlah anak yang terdampak sekitar 4.000 anak. Angka yang tidak kecil untuk anak-anak yang relatif bersih dari kontaminasi lingkungan.

Dalam laporan berjudul COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia (PDF) yang dirilis pada 11 Mei lalu, Unicef menyebut jika tak segera diambil tindakan yang tepat, pandemi ini “dapat beralih menjadi krisis pemenuhan hak anak” dan dampaknya “bisa jadi melekat seumur hidup pada sebagian anak.” “Krisis kesehatan bisa menjadi krisis yang lebih luas sehingga menghambat, bahkan menimbulkan kemunduran dari kemajuan kondisi anak yang sudah dicapai Indonesia melalui kerja keras selama bertahun-tahun,” kata perwakilan Unicef untuk Indonesia Debora Comini dalam keterangan tertulis.

Anak pada dasarnya memiliki kebutuhan dasar (kesehatan), baik biologis maupun fisiologis, kebutuhan keamanan (sosial), kebutuhan harga diri (pendidikan), dan kebutuhan beragama. Kebutuhan ini sering di-claim sebagai hak asasi anak. Dengan adanya pandemi Covid-19, kebutuhan-kebutuhan anak sangat terancam. Orangtua berkurang nafkahnya, sehingga kebutuhan anak tak terpenuhi. Kehidupan pandemi Covid-19 membuat kehidupan kesehatan sangat beresiko. Apalagi dalam prakteknya, sekitar 5% anak dari 79,5 juta anak sangat pontensial terancam oleh virus Covid-19. Berkenaan dengan kesehatan, bukan saja anak itu dilindungi dari ancaman Covid-19, melainkan juga perlindungan anak dari kurangnya makanan bergizi. Jika hal ini kurang mendapatkan perhatian, maka kesehatan anak semakin terancam. Pemerintah dan masyarakat perlu bergandeng tangan selamatkan anak-anak untuk bisa tumbuh dan berkembang optimal menyongsong terbentuknya generasi yang lebih sehat dan produktif.

Baca Juga:  4 D: Metode Pendidikan ala Sayyidina Umar (Dolanan, Didik, Dulur, Dewasa)

Pada kenyataannya, anak tidak bisa belajar secara konvensional, karena kegiatan belajar di Sekolah hampir semuanya ditiadakan dan diganti dengan sistem pendidikan jarak jauh (baik sistem luring maupun daring). Hanya dalam jumlah terbatas sekolah yang menyelenggarakan pendidikan konvensional, terutama di Sekolah yang berada di zona hijau, dengan tetap mengikuti Protokol kesehatan. Untuk itu diperlukan penyesuaian rombongan kelas dengan membagi dua rombongan belajar dan pembagian waktu pagi dan siang dengan adaptasi waktu pelajaran untuk setiap jam pelajarannya. Boleh jadi, setiap jam pelajaran, bisa dilakukan dengan minus 10 sampai 15 menit, tanpa mengurangi substansi dengan tambahan bimbingan khusus bagi yang membutuhkan. Perlindungan terhadap anak tentang pendidikannya, bukan semata-mata akses pendidikan secara kuantitatif, melainkan juga secara kualitatif.

Selanjutnya bahwa dampak negatif pandemi Convid-19 terhadap dinamika sosial tidak bisa dihindari. Kegiatan bersama, hajatan masal, terus dibatasi, sehingga penguatan rasa kebersamaan dan kesatuan semakin menipis. Di sisi lain rasa individualitas dan ego semakin tumbuh dan berkembang. Kondisi ini juga secara langsung atau tidak langsung mengimbas terhadap kehidupan anak. Apa lagi dengan belajar dari rumah membuat anak kurang mendapat kesempatan belajar dan bersama teman lainnya. Anak-anak harus dilindungi dari kehidupan yang egosentris dan individualis. Sekolah dan keluarga bertanggung jawab dan perlu terus mengupayakan peningkatan kecakapan sosial anak, baik melalui media virtual maupun kehidupan riil dengan tetap memperhatikan Protokol kesehatan. Selain itu anak juga perlu sekali dilindungi dari tindakan kekerasan berhak, fisik dan seksual. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius, karena dampaknya berat sekali bagi masa depannya.

Demikian juga belakangan ini ada kecenderungan ajaran agama yang menyesatkan, baik menimpa orang dewasa, kaum muda maupun anak-anak. Kita bisa melihat fenomena yang terjadi belakang ini bagaimana kehidupan beragama anak-anak yang ada kecenderungan terjadi penyimpangan. Dengan kondisi pandemi Covid-19, anak-anak mengalami hambatan yang lebih berarti untuk mendapatkan bimbingan beragama. Karena itu sudah menjadi kewajiban orangtua, tokoh agama, Sekolah dan Pemerintah melakukan perlindungan kehidupan beragama anak, sehingga memperoleh bimbingan beragama yang benar.

Baca Juga:  Respon Fikih Sosial terhadap Kekerasan Orang Tua dalam Mendidik Anak di Masa Pandemi

Akhirnya bahwa anak-anak dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks dewasa ini dan ke depan, memiliki hak akan perlindungan dari berbagai ancaman dan tantangan yang tak bisa dihindari. Anak berhak memperoleh bekal yang cukup baik untuk kehidupan pribadi, pengembangan potensi dan dukungan fasilitas, sehingga bisa keluar dari kesulitan dan bisa hidup mandiri secara ekonomis maupun sosial. Bahkan yang paling penting adalah mandiri secara spiritual. Semoga semua pihak atau stakholders bisa mengambil hikmah dari peringatan HAN, dengan mengharapkan Ridha Allah swt mampu memberikan perlindungan seluruh aspek kehidupan untuk persiapan menuju Indonesia Maju. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini