Hasil Mondok Imam Hatim al-Asham Selama 30 Tahun

Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. biasanya seorang santri setelah mondok di sebuah pesantren akan membawa hasil mondok berupa manfaat atau faedah yang akan dibawa pulang ke kampung asal. Lama mondoknya pun bervarisai, ada yang 3, 6, 10 bahkan sampai 20 tahun.

Kita dapat mengambil ilmu dari kisah Imam Hatim al-Asham yang belajar hingga 30 tahun pada gurunya yang bernama Imam Syaqiq al-Balkhi. Perlu diketahui “al-Asham” adalah julukan untuk Imam Hatim yang memiliki arti “Tuli”. Dikisahkan asal muasal julukan tersebut, suatu ketika ada seorang perempuan datang berbelanja kepada Imam Hatim, ketika memilih barang “ini berapa harganya?” tanya si perempuan, pada waktu bersamaan perempuan tersebut kentut keras. Imam Hatim seolah-olah tidak mendengarnya. Berkali-kali perempuan tersebut mengulangi pertanyaan yang sama kepada Imam Hatim, dari peristiwa itu Imam Hatim langsung di juluki “Imam Tuli”. Hingga akhir hayat perempuan tersebut, Imam Hatim baru menceritakan kejadian itu, dengan tujuan menjaga kehormatan perempuan  agar tidak malu.

Kembali dalam hal faedah atau manfaat ilmu yang diperoleh imam Hatim yang mondok selama 30 tahun. Suatu hari, gurunya yaitu imam Syaqiq bertanya kepadanya “kamu sudah 30 tahun mondok denganku Tim Hatim, apa yang engkau dapat dariku selama ini?”  tanya Imam Syaqiq kepada Imam Hatim. “Yang saya hasilkan ada 8 faedah dari ilmu, yang sudah mencukupiku dan saya berharap dari delapan itu dapat menyelamatkanku dan menjadikanku beruntung”, jawab Imam Hatim. Kemudian Imam Syaqiq bertanya kembali “8 itu apa sajakah?”. Jawab imam Hatim:

Baca Juga:  Dicari, Santri Jagal Sapi

(Faedah Pertama). aku melihat setiap makhluk saling menyukai dan merindu segala hal, mereka mengira sesuatu yang disukai dan dirindukan itu bisa dibawa ketika ajal menjemput. Padahal apa yang disukai dan dirindukan itu meninggalkan seseorang ketika mati. Kemudian, aku berfikir dalam hati, “bukankah sebaik-baiknya perkara yang disukai seseorang itu yang bisa dibawa ke kubur, dan menentramkan kubur. Setelah itu, aku menemukannya perkara yang bisa dibawa didalam kubur, yaitu amal saleh. Karena amal saleh dapat menerangi kuburku, dapat menentramkanku dan tidak meninggalkanku.

(Faidah kedua). Aku melihat setiap makhluk mengikuti hawa nafsunya dan buru-buru menuruti kemauannya. Kemudian aku berangan-angan firman Allah Swt:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ (40) فَإِنَّ ٱلْجَنَّةَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ (41)

Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut  kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. (QS. An-Nazi’at: 40-41)

Aku  kemudian yakin bahwa al-Quran itu benar dan jujur. Maka, aku buru-buru menghindari hawa nafsu, memeranginya dan mencegahnya. Sehingga aku berusaha taat kepada perintah Allah Swt.

(Faedah Ketiga). Aku  melihat setiap manusia berbondong-bondong mengumpulkan harta dan menguasainya. Kemudian aku kembali berangan-angan firman Allah Swt :

 ۗمَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ

Artinya : “Segala sesuatu yang ada pada dirimu akan hilang dan segala sesuatu yang ada pada Allah itu kekal…..”. (QS. An-Nahl: 96)

Dari ayat tersebut, aku mencurahkan hasil jerih payahku dari dunia untuk Allah Swt dengan cara membagikannya ke orang-orang miskin, sebagai bekalku kelak jika sudah waktunya di panggil Allah Swt.

(Faedah Keempat). Aku melihat sebagian dari makhluk, menduga kemuliaan itu didapatkan dari banyaknya pengikut dan banyaknya keluarga, padahal tidak. Makhluk lain juga menduga kemuliaan itu dari banyaknya harta, banyaknya anak dan bisa menguasai harta orang lain bahkan sampai mengalirkan darah manusia. Sehingga sebagian golongan meyakini sesuatu yang bisa menjadikan mulia itu dengan menghambur-hamburkan hartanya. Kembali aku berangan-angan firman Allah Swt:

 ۚإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ

Artinya : “….. Sesungguhnya yang paling mulia dihadapan Allah adalah orang yang takwa …..”. (QS. Al-Hujurat:13)

Kemudian aku memilih takwa dan meyakini bahwa al-Quran itu benar dan jujur. Sehingga apa yang diduga dari sebagian makhluk itu hanya fatamorgana.

Baca Juga:  Ketika Halal-Haram Bercampur

(Faedah Kelima). Aku melihat manusia saling mencela dan membenci, sehingga menjadikan mereka saling hasud baik dalam hal harta, jabatan, maupun ilmu. Aku berfikir dalam ayat al-Quran:

 ۚنَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا
Artinya: “….. Aku (Allah) sudah membagi kehidupanmu di dunia …..”. (QS. Az-Zukhruf:32)

Ayat diatas, menjelaskan pembagian didunia sudah dicatat oleh Allah Swt sejak zaman azali, hal ini menjadikan aku tidak hasud kepada seseorang dan ridha terhadap bagian dari Allah swt.

(Faedah Keenam). Aku melihat sebagian manusia saling memusuhi kerena ada kepentingan tertentu. Kemudian aku berfikir atas apa yang di perintahkan al-Quran:

 ۚإِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
Artinya : “Sesungguhnya setan adalah musuhmu, maka jadikanlah setan itu musuhmu ….”. (QS. Fatir:6)

Kemudian aku jadi mengerti, bahwa tidak ada yang patut dimusuhi kecuali setan.

(Faidah Ketujuh). Aku melihat setiap seseorang saling berusaha dan bersungguh-sungguh dalam mencari bahan pokok dan kebutuhan hidup,  sampai-sampai mereka terjerumus dalam kesyubhatan dan keharaman, bahkan mereka sampai melebihi batas kemampuannya. Sehingga aku berangan-angan firman Allah Swt :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya : “Tidak ada makhluk di bumi ini, kecuali Allah yang telah menanggung rizkinya …..”. (QS. Al-Hud:6)
Kemudian aku mengetahui bahwa Allah Swt telah menanggung rizkiku. Sehingga aku menyibukkan beribadah kepada Allah Swt dan memutus tamakku dari selain Allah.
(Faidah Kedelapan). Aku mengetahui setiap orang berpegangan atau bergantung kepada sesuatu yang diciptakan oleh Allah Swt. Baik dalam hal uang, harta, jabatan, pekerjaan maupun perusahaan, bahkan bergantung kepada orang lain. Padahal Allah telah berfirman dalam firmannya:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

Artinya : “….. Barang siapa yang berserah diri kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya, sesungguhnya Allah adalah Zat yang menyampaikan sesuatu dan menjadikan ukuran/perkiraan setiap sesuatu”. (QS. Ath-Thalaq:3)

Maka aku berserah diri kepada Allah yang telah mencukupiku dan memberi nikmat.

Baca Juga:  Filsafat dan Hasrat Kebenaran Absolut

Setelah Imam Hatim menyampaikan kedelapan faidah tersebut, gurunya Imam Syaqiq berkata “semoga Allah menolongmu Imam Hatim, aku melihat dari kedelapan faidah tersebut jika kamu amalkan semuanya, maka kamu telah mengamalkan 4 kitab, yaitu Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. [HW]

Referensi: disarikan dari “kitab Ayyuhal Walad” pada pengajian Ramadhan 1441 H di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum, Blora.

Ahmad Muwafi Nur Hasan
Santri Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah