Ali bin Abi Thalib Sang Dambaan Hati

Ali bin Abi Tholib adalah anak dari  Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf dan Abu Tholib bin Abdul Mutholib bin Abdul Manaf Paman Nabi Muhammad saw. Jadi secara silsilah Ali masih sepupu dengan Rasulullah. Ia dilahirkan di Kakbah tepatnya di area Masjidil Haram tanggal 13 Rajab sekitar 32 tahun setelah nabi Muhammad lahir dengan nama kecil Haidharah. Abu Tholib adalah seorang yang mempunyai banyak anak tapi perekonomiannya tidak mencukupi kebutuhan oleh karena itu Rasulullah mengambil Ali untuk diasuh sekaligus meringankan beban pamannya tersebut. Selanjutnya Ali tinggal bersama Rasulullah dan beliau mengajarkan semua hal pada Ali.

Sejak kecil Ali sudah menunjukkan perbedaan dari anak kecil pada lainnya. Ia memiliki kecerdasan dan pemikiran yang kritis dan brilian. Ia sangat percaya pada Rasulullah. Ketika rasulullah mendapatkan wahyu untuk pertama kalinya usia Ali masih sepuluh tahun dan tanpa bertanya apa pun Ali langsung mempercayai dan menyakini ajaran Rasulullah sehingga ia termasuk dalam golongan assabiqunal awwalun (orang orang yang pertama masuk Islam).

Ali bin Abi Tholib adalah pemuda yang memiliki kesederhanaan, rendah hati,  wawasan yang luas yang bersumber dari Al-Quran membuat ia memiliki keistimewaan dibanding sahabat yang lain. Sehingga nabi mempercayai Ali sebagai penjaga putri kesayangannya Fathimah az Zahra dengan menikahkan putrinya dengan Ali bin Abi Tholib dan semenjak itu hubungan mereka menjadi lebih istimewa.

Kisah cinta Ali dan Fatimah pun menjadi kisah yang romantis dan mengharukan. Sabarnya Ali memendam gejolak perasaannya pada Fatimah sejak kecil sadar akan dirinya yang tidak pantas meminang Fatimah sebab dirinya tidak memiliki apa apa dibanding para sahabat yang terlebih dahulu meminang pujaan hatinya tersebut. Tetapi Rasulullah menolak semua lamaran itu dan beliau sendiri yang meminta Ali untuk menjadi menantunya. Meski awalnya merasa malu karena tidak memiliki mahar selain pedang dan baju perang tapi Rasulullah sudah rida bahkan jika Ali hanya meminang Fatimah dengan dua cincin besi. Setelah berkeluarga pun mereka selalu melalui suka duka bersama meski perekonomian mereka terbilang pas pasan tapi Fatimah tetapi dia tetap sabar dan setia pada suaminya sehingga mereka dikaruani dua orang putra yang menjadi cucu kesayangan Rasulullah yakni Hasan dan Husen.

Baca Juga:  Kisah Kecerdasan Sayyidina Ali; Sepuluh Jawaban yang Membuat Orang-orang Khawarij Masuk Islam

Tidak hanya itu saja ketika sahabat yang lain mendapat gelar Radhiallahu ‘Anhu, Ali bin Abi Tholib muncul dengan gelar “Karramallahu Wajhah” yang memiliki arti semoga Allah memuliakannya dan itu bukan hanya sebuah doa tapi ada alasan alasan tertentu yang membuatnya mendapat gelar Karramallahu Wajhah, berikut beberapa alasan mengapa sayyidina Ali diberi gelar Karramallahu Wajhah;

Pertama, Ali bin Abi Tholib tidak pernah menyembah berhala ketika belum masuk Islam.

Kedua, Ali bin Abi Tholib tidak pernah melihat kemaluannya sendiri selama hidupnya.

Ketiga, Ali bin Abi Tholib dikenal dengan seorang pemuda yang gagah dan memiliki sifat yang rendah hati, tangguh, cerdas dan berkemauan keras.

Ali bin Abi Tholib sangat menghormati dan menyayangi Rasulullah. Ia rela mengorbankan nyawanya demi Rasulullah buktinya ia yang menggantikan Nabi tidur diranjang ketika Nabi hijrah padahal para orang kafir sedang mengawasi rumah Nabi dari luar dan mereka berniat untuk membunuh Nabi Muhammad tapi dengan sigap Ali meminta supaya dirinya yang menggantikan Nabi tidur di ranjang sehingga beliau bisa pergi hijrah bersama sahabat yang lain.

Setelah Nabi wafat kepemimpinan Islam diserahkan pada Khulafaur Rasyidin dan Ali bin Abi Tholib adalah Khalifah terakhir setelah Usman bin Affan. Dia adalah Khalifah pertama dari kalangan Bani Hasyim. Dan masa kepemimpinannya merupakan masa tersulit karena pada masa itulah pertama kali terjadi perang saudara dalam lingkungan umat islam.

Ali bin Abi Tholib dibaiat pada tanggal 25 Zulhijjah tahun 35 Hijriyah. Ia memerintah selama enam tahun dari 35 sampai 40 Hijriyah atau 655 – 660 Masehi. Ali bin Abi Tholib menggantikan posisi Khalifah Utsman bin Affan yang sudah wafat, Suasana pengangkatan Ali pun menemui berbagai pergolakan terutama setelah Khalifah Utsman bin Affan wafat. Khalifah ke tiga itu mewarisi Ali pemerintahan yang penuh dengan gejolak dan permasalahan akut. Namun Ali berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah-masalah yang ditinggalkan semasa pemerintahan Utsman bin Affan mulai dari sistem pemerintahan sampai kondisi sosial. Banyak sekali cobaan yang dialami Ali semasa pemerintahannya banyak juga yang mengadakan pemberontakan terhadap dirinya, seperti pemberontakan yang datang dari Talhah, Zubair, dan Aisyah. Dan masa pemerintahan Ali sebagai Khalifah menjadi masa pertama kalinya terjadi perang saudara dalam sejarah Muslim Makkah. Namun semuanya dilewati Ali dengan sabar dan tawakal kepada Allah meski ribuan beban ada dipundaknya ia masih dijuluki si kunci ilmu karena kepintarannya. [HW]

Nafisah Salsabila
Mahasiswi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Al-Hawra, yang berarti ibu dari bencana, Beliau mendapati julukan ini karena Beliau menyaksikan banyak kemalangan, mulai dari kematian datuknya, Nabi Muhammad SAW, kematian ibunya Fathimah al-Zahra, kematian ayahnya, Ali bin Abi Thalib, menyaksikan saudaranya Hassan bin Ali yang diracun hingga peristiwa besar membuat saudaranya, Hussein bin Ali, mulai awal peperangan hingga akhir. Selain itu dia juga menyaksikan terbunuhnya kedua putranya di depan matanya, ‘Aun dan Muhammad bersamaan dengan saudara Beliau. Dia membawa tawanan dari Karbala ke Kufah, menuju ke hadapan Ibn Ziyad yang kala itu dihauskan oleh rasa kebencian dan kekejaman terhadap keluarga Sahabat Ali bin Abi Thalib. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah