Kisah

Kiai Asep yang Saya Kenal

Kiai Asep beserta Ibu Nyai bersama Presiden Joko Widodo Pengukuhan Guru Besar Kiai Asep dalam bidang Ilmu Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya/Doc.Istimewa

Asep… nama panggilan yg populer saat saya mengenalnya ketika menjadi teman kuliah doktoral di Fak. Adab IAIN Sunan Ampel pada 1983. Ia hidup serba paspasan. Walaupun demikian, -setahu saya- ia tidak pernah mengeluh dan minta bantuan kepada siapapun. Saya pernah tahu ia pernah menjadi kuli bangunan, hanya untuk menutupi kebutuhan hidupnya.

Sebagai teman, saya sering terlibat diskusi bahkan debat dengannya. Dalam beropini, perbedaan dan pertentangan lebih sering terjadi. Hal yg selalu saya ingat adalah obsesi dan cita-citanya untuk membuat lembaga pendidikan Islam bertaraf inernasional. Jika Petra bisa membuat gedung tingkat delapan, kita harus bisa membangun gedung tingkat sembilan; ucapnya padaku. Ucapan dan cita-cita “gila” menurutku saat itu. Jadi, walaupun ia hidup serba “kekurangan”, itu tidak menghalangi untuk bercita-cita setinggi langit. Antara 1983-984 saya tahu Asep… menjadi guru kelana di SMP dan SMA Swasta antara Lamongan, Gresik dan Surabaya. Saya tidak tahu apakah ia juga mengajar di Sidoarjo.

Kemudian, karena saya harus melanjutkan studi ke al-Azhar pada Oktober 1984, kami berpisah. Tak pernah ada kontak, karena memang pertemanan kami tidak begitu akrab. Pada 1988 saya kembali ke Sampang setelah menyelesaikan S1 di l-Azhar (1986) dan S2 di Khatoum International Institute di Sudan (1988), saya belum dapat informasi tentang kiprah ASEP SAIFUDDIN CHALIM temanku itu di masyarakat.

Usai saya menikah pd 1989 yang membuat saya tinggal dan menjadi dosen Fak. Adab IAIN Sunan Ampel pd 1990, saya dapat info kiprah Asep… di masyarakat.

Saat itu, orang-orang memanggil Ust Asep.. dan sebagian memanggil Kiai Asep. Saya dapat info beliau diserahi untuk “nangani” SD Tunas Bangsa di Kawasan Siwalankerto Surabaya yg hanya punya murid ( kelas 1–6) 25 anak. Kemudian berkat “tangan dingin” beliau, SD Swasta ini menjadi maju dan dalam waktu 1 tahun memiiki lebih 100 murid. Bahkan pada 1992 Kiai Asep mengembangkan untuk membuka SMP sekaligus menjadi SMP yg relatif ramai peminat.

Lembaga pendidikan inilah yg menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang beliau asuh sampai sekarang. Sayangnya lembaga ini pada 1997 — karena satu dan lain hal– “diambil alih” oleh pemilik yg pernah menyerahkannya kepada Kiai Asep saat beliau meelaksanakan ibadah haji.Peristiwa inilah diantarana yg mendorong beliau bertekat memdirikan Lembaga Pendidikan MTS, MA, SMP dan SMA di bawah naungan Pondok Pesantren Amanatul Ummah.

Saat Kiai Asep berjuang mendirikan dan memajukan PP Amnatul Ummah, beliau menerima Amanah sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Surabaya (1990-1995) yg penuh konflik; tapi beliau mampu meredamnya, sehingga PCNU Surabaya relatif diperhitungkan sebagai pemasok kader-kader untuk duduk PWNU Jatim dan PBNU. Bakat kepemimpinan Kiai Asep tampak ketika beliau terpilih sebagai Ketua MUI kota Surabaya (1995-2000).

Sebagai apresiasi dan tafaaul pada kiprah Kiai Asep, ketika kami meresmikan Pendirian Pesantren Mahasiswa (Pesma) An-Nur Wonocolo (1995) sebagai WAKAF dari HM Noer (alm mertua saya), saya mengundang Kiai Asep intuk menyampaikan tauusiyah. Acara IKRAR WAKAF itu diantaranya ditandtangani oleh Drs KH Abd Jabbar Adlan (Rektor IAIN Sunan Ampel). Jadi, sejak saat itu saya inten berkomunikasi dg beliau untuk memajukan Pesantren.

Untuk menunjang finansial PP Amanatul Ummah,pada 1999 Kiai Asep mendirikan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ( KBIH ) Amanat Bangsa. Pada 2001 saya menjadi TPIH pada kloter 11 Sub yg 380 JH dari 450 JH adalah jamaah Amanat Bangsa. Saat sama-sama menjadi pembimbing haji itulah saya lebih mengenal Asep sebagai Kiai yg sangat perhatian pada jamaah, sopan, memiliki ilmu suwuk, dan sangat hormat pada pimpinan Kloter. Kiranya KBIH ini menjadi salah satu sarana yg dibangun oleh Kiai Asep untuk memajukan Amanatul Ummah.KBIH ini akhirnya berkembang menjadi PT perjalanan wisata yg tentu mengejar profit.

Pada 2010 Kiai Asep mengembangkan PP Amanatul Ummah di kawasan sejuk desa Kembang Belor Kec. Pacet Mojokerto, dengan modal sebuah villa hibah salah seorang jamaah haji yg beliau bimbing di KBIH Amanat Bangsa.Tekadnya membara untuk merealisir cita-citanya membangun Lembaga Pndidikan Islam bertaraf Internasional. 18 siswa MA dan SMA kelas III Amaatul Ummah Siwalankerto “digembleng” di villa Pacet dengan target praktis; mereka harus diterima pada PTN Favorit.

Hasilnya ? 100% mereka diterima di PTN sesuai pilihan. Dari sinilah PP Amantul Ummah mendirikan Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional (MBI) yang kemudian menjadi pilot proyek MBI Kemenag RI. Kemudian dengan segala tantangan dalam memangun relasi dengan masyarat lokal sekitarnya, menyelesaikan kendala teknis legalitas dengan para birokrat Pendidikan di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan nasional Kiai Asep sukses membangun SMP dan Akslarasi, yg kemudian berkembang dalam bentuk pendirian INSTITUT KEISLAAN KIAI ABD CHALIM.

Sejauh yg saya tahu Kiai Asep “kurang bakat” di dunia politik. Buktinya ? Beliau hanya 2 tahun menjadi anggota DPRD kota Surabaya dari FKB (1999-2000). Ketika beliau mendukung all out putranya HM Habibrrahman, SE untuk menjadi Caleg DPRI Dapil 1 Jatim dari PPP, hanya sukses jadi Caleg dan gagal mengantarkan putranya itu menjadi “leg”.

Dalam permainan politik, selama ini beliau dikenal sebagai pendukung atau pendulang suara yg lihai dan konsisten. Tentu sebagai pengasuh Ponpes yg sukses dan kiprahnya dalam membangun PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) menjadi modal sosial-politik untuk mendukung seseorang (bukan dirinya dan keluaganya) untuk ” menang ” dalam percaturan politik. Beliau menjadi pendukung utama Khofifah IP dalam 3 kali perebutan Jatim 1. Akhinya beliau sukses.

Beliau pendukung fanatik Jokowi-JK dan Jokowi-Ma’ruf Amin dengan JKSNnya.Akhirnya beliau sukses. Kiranya “kiprah politik sebagai pendukung” inilah yang menjadi pertimbangan utama Presiden Jokowi berkenan hadir dan menyampaikan sambutan dalam prosesi pengukuhan Dr. KH Asep Saifudin Chalim sebagai Profesor bidang Sosiologi di UINSA hari ini Sabtu 29-02-2020.

‘Ala kulli hal, KH Asep adalah sosok penting dalam dunia pendidikan Indonesia yang meniti karir dari bawah secara mandiri tanpa membawa “kebesaran” KH Abd Chalim Leuwinunding ayahnya yang juga sebagai pendiri NU.

Kehebatan KH Asep ditopang kemampuan intlektualnya yang tinggi, pengamalan dan penghayatan keislamannya yang tak diragukan.Kemampuan sbg manager, kepemimpinan yg mengayomi dan mmbangun relasi baik lokal, nasional dan internasional mentahbiskan dirinya sebagai tokoh yang akan diperhitungkan, terutama dalam dunia pendidikan pesantren maupun pendidikan secara umum.

Modal sosial di bidang pendidikan pesantren inilah membuat saat ini dan yangakan datang semua kontestan politik baik partai maupun masing-masing calon pemimpin akan sangat membutuhkan dukungan KH Asep Saifddin.

Semoga beliau sehat, panjang umur dg penu berkah; sehingga beliau bisa meealisir semua cita-citanya.Catatan ini semoga mjd pengngat bagi generasi muda utk berobsesesi setinggi mungkin dg berjuang semaksimal mungkin. Insya Allah lebih dari 50 % cita-cita itu akan tercapai. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Annur, Wonocolo, Surabaya. Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah